Jakarta (ANTARA News) - Pagelaran wayang kulit Purwo diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta, Jumat malam, selama semalam suntuk sebagai rangkaian acara peringatan HUT ke-64 kemerdekaan Republik Indonesia.

Pagelaran wayang kulit berlakon Rajasuya Indraprastha dengan dalang Ki Purbo Asmoro dimulai sejak pukul 21.00 WIB dan baru akan berakhir pada Sabtu dini hari pukul 03.30 WIB.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani beserta para menteri Kabinet Indonesia Bersatu serta duta besar negara sahabat menyaksikan pagelaran wayang digelar di ruang tengah Istana Negara itu.

Pagelaran menggunakan perangkat gamelan dan wayang kulit milik Presiden Yudhoyono. Sebagai pecinta wayang, Presiden Yudhoyono memiliki seperangkat pelog dan slendro serta wayang kulit purwa Jawa lengkap satu kotak yang merupakan karya pilihan.

Semua instrumen gamelan dan wayang yang ditandai inisial "SBY" itu baru pertama kali dipakai pada pagelaran di Istana Negara.

Makna filosofis dari lakon Rajasuya Indraprastha adalah kisah perjuangan pandawa yang harus melalui perjuangan berat di hutan Wanamarta sebelum berhasil mendirikan kerajaan Indraprastha.

Proses perjuangan dimulai membabat hutan sampai berdirinya kerajaan dan istana Indraprasta, Satriya Pandawa yang dipelopori oleh Bima telah mengalami berbagai peristiwa antara lain bertemunya Bima dengan keluarga kerajaan Pringgodani yang dipimpin oleh Prabu Harimba.

Kerajaan raksasa ini akhirnya menjadi negara sahabat dan Bima kawin dengan Arimbi. Disamping itu Pandawa juga bertemu dengan keluarga Jin Amarta. Keluarga Jin ini terdiri dari lima orang yang akhirnya menyatu dengan Pandawa.

Akhirnya kerajaan Indraprasta lahir sebagai kerajaan yang memiliki warga negara plural yang terdiri dari manusia, raksasa dan Jin, tetapi bersatu padu dibawah pemerintahan yang adil dan bijaksana menjadi negara yang sejahtera, aman dan damai.

Cukup lama Prabu Puntadewa / Pandawa memerintah dan sudah sepatutnya bergelar Raja Yang Agung (Rajasuya). Sebuah persyaratan bagi gelar ini apabila seorang Raja tersebut memiliki sahabat persemakmuran 100 negara.

Pada era dan saat yang sama di belahan bumi lain sedang terjadi penaklukan terhadap puluhan bahkan ratusan negara oleh seorang raja bengis bernama Jarasanda. Sri Kresna menyarankan Pandawa dapat membantu membebaskan negara-negara yang dijajah dengan memusnahkan Jarasanda.

Apabila puluhan negara terjajah tadi berhasil dibebaskan akan menjadi negara sahabat dan melengkapi persyaratan untuk gelar Raja Agung bagi Prabu Punta Dewa.

Ringkas cerita Jarasanda dapat dimusnahkan oleh Bima dan Arjuna, kemudian Punta Dewa dinobatkan sebagai Raja Agung Indraprasta disaksikan oleh Raja-raja dari ratusan negara, para Pendeta dan Dewa Batara Narada sebagai Wakil Batara Guru.

Kesimpulan cerita ini adalah "Berfikir besar, berjuang mencapai yang besar dengan semangat persatuan, berlaku adil, mensejahterakan". (*)