MK tolak usulan adanya komisi perlindungan anak daerah
19 Mei 2020 17:19 WIB
Foto Dok - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto (tengah) bersama para komisioner, dari kiri ke kanan, Jasra Putra, Retno Listyarti, Ai Maryati Solihah, Margaret Aliyatul Maimunah, Susianah, dan Putu Elvina saat jumpa pers terkait kasus-kasus pelanggaran hak anak dan kejahatan yang dilakukan anak di Jakarta, Senin (9/3/2020). (ANTARA/Dewanto Samodro)
Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi menolak usulan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menginginkan adanya komisi perlidungan anak daerah untuk menjangkau anak-anak hingga pelosok Tanah Air.
KPAI mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak.
"Dalil para pemohon yang memohon agar Mahkamah menambahkan frasa 'termasuk komisi perlindungan anak daerah' dalam Pasal 74 ayat (1) UU Perlindungan Anak, terlebih lagi jika hal tersebut didalilkan para pemohon agar wajib dibentuk oleh daerah adalah dalil yang tidak mendasar," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Presiden berhentikan anggota KPAI Sitti Hikmawatty
Mahkamah Konstitusi berpandangan urusan perlindungan anak merupakan urusan wajib daerah yang tidak terkait dengan pelayanan dasar. Untuk itu, secara berjenjang pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan tersebut.
Dalam konteks itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan KPAI seharusnya bersinergi dengan pemerintah daerah agar hak konstitusional anak semakin terjamin dan terpenuhi.
Meski menolak untuk wajib dibentuk komisi perlindungan anak daerah, Mahkamah Konstitusi menyatakan daerah dapat membentuk kelembagaan itu bila dibutuhkan, sesuai dengan situasi, kondisi serta kompleksitas persoalan perlindungan anak di daerah terkait.
Baca juga: Kasus "hamil di kolam renang" berujung pemberhentian anggota KPAI
"Kebutuhan demikian sekaligus menjawab amanat Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Oleh karenanya, pembentukan KPAID berdasarkan Pasal 74 ayat (2) UU Perlindungan Anak tidaklah dimaksudkan untuk menggerus kewenangan daerah atas penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan yang telah diserahkan sebagai urusan daerah," tutur Enny Nurbaningsih.
Baca juga: KPAI: Pendapatan orang tua semasa wabah COVID-19 titik rentan anak
KPAI mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak.
"Dalil para pemohon yang memohon agar Mahkamah menambahkan frasa 'termasuk komisi perlindungan anak daerah' dalam Pasal 74 ayat (1) UU Perlindungan Anak, terlebih lagi jika hal tersebut didalilkan para pemohon agar wajib dibentuk oleh daerah adalah dalil yang tidak mendasar," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Presiden berhentikan anggota KPAI Sitti Hikmawatty
Mahkamah Konstitusi berpandangan urusan perlindungan anak merupakan urusan wajib daerah yang tidak terkait dengan pelayanan dasar. Untuk itu, secara berjenjang pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan urusan tersebut.
Dalam konteks itu, Mahkamah Konstitusi menyatakan KPAI seharusnya bersinergi dengan pemerintah daerah agar hak konstitusional anak semakin terjamin dan terpenuhi.
Meski menolak untuk wajib dibentuk komisi perlindungan anak daerah, Mahkamah Konstitusi menyatakan daerah dapat membentuk kelembagaan itu bila dibutuhkan, sesuai dengan situasi, kondisi serta kompleksitas persoalan perlindungan anak di daerah terkait.
Baca juga: Kasus "hamil di kolam renang" berujung pemberhentian anggota KPAI
"Kebutuhan demikian sekaligus menjawab amanat Pasal 28B ayat (2) UUD 1945. Oleh karenanya, pembentukan KPAID berdasarkan Pasal 74 ayat (2) UU Perlindungan Anak tidaklah dimaksudkan untuk menggerus kewenangan daerah atas penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan yang telah diserahkan sebagai urusan daerah," tutur Enny Nurbaningsih.
Baca juga: KPAI: Pendapatan orang tua semasa wabah COVID-19 titik rentan anak
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020
Tags: