Jakarta, (ANTARA News) - "... Kekasihku, I love you full. Malam ini, terang bulan. Kuukir-ukir di hatiku. Kutulis-tulis namamu Kugoyang-goyang jantung dan darahmu. Biar mengalir di Bengawan Solo. Kekasihku (ya ya ya). I love you full. Kekasihku, only you".
Nukilan lagu bertajuk "I Love You Full" yang dilantunkan Mbah Surip ditujukan bagi dwitunggal misteri kehidupan: cinta dan kematian. Mengukir cinta, menulis kematian.
Mbah Surip (60), awalnya mengarungi imajinasi nada duniawi, mengetuk langit-langit surgawi, akhirnya menghadap gerbang Sang Pencipta pada Selasa sekitar pukul 10:30 WIB, dalam perjalanan ke Rumah Sakit Pusat Pendidikan Kesehatan (Pusdikkes), Kramat Jati Jakarta Timur.
Penyanyi beraliran Reggae ala Bob Marley itu menapaki awal (Alfa) kehidupan dan menjejak akhir (Omega) dari kehidupan. Nama lengkapnya Urip Ariyanto, lahir di Mojokerto, Jawa Timur, 5 Mei 1949.
Mbah Surip menyongsong kematian dan merayakan kehidupan sebagai kekasih yang merindu bertemu seperti teruntai dalam alunan nada. "Kekasihku (ya ya ya). I love you full. Kekasihku, only you. Ohh I am boring. Satu detik tak bertemu. Ohh I am boring...."
Kecintaan dan kematian bagi Mbah Surip saling memagut seperti layaknya kerinduan akan datangnya malam dan terang bulan. Yang menggerakkan, imajinasi, sebagai anugerah tertinggi dan termulia dari Dia-Yang-Mahapencipta.
Imajinasi dipuja oleh para pekerja kesenian dalam lalu lintas kreativitas sebagai "api ilahi". Seorang pemikir Italia dari abad 16, Giordano Bruno menyebut imajinasi sebagai ide yang memungkinkan manusia untuk melangkah ke dalam ritme kosmos (spiritus phantasticus).
Daya imajinasi manusia berdaya dengan pengalaman keseharian, dari pesona cinta sampai duka kematian. Dan Mbah Surip berpartisipasi bersama api ilahi itu.
Mbah Surip menyabet penghargaan rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) untuk kategori menyanyi terlama dan membintangi beberapa film serta tampil di televisi.
Sebelumnya, ia mengenyam aneka macam profesi. Dan ia mulai pekerjaan di bidang pengeboran minyak sampai tambang berlian. Dengan menyandang gelar Doktorandus, Insinyur, dan MBA, ladang kerjanya merentang dari Kanada, Texas, Yordania, dan California. "Ohh I am boring. Satu detik tak bertemu. Ohh I am boring...," katanya dalam nada I Love You Full.
Ketika mendarat dan mengarungi Jakarta, Mbah Surip mencoba rolet peruntungan dengan pergi ke Jakarta. Ia bergabung dengan beberapa komunitas seni seperti Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki. Suatu waktu, nasib menentukan lain. Mbah Surip mendapat kesempatan untuk membuat rekaman dan akhirnya meraih kesuksesan seperti sekarang.
Dalam perjalanan musiknya, Mbah Surip telah mengeluarkan beberapa album musik. Album rekamannya dimulai dari tahun 1997 diantaranya, Ijo Royo-royo (1997), Indonesia I (1998), Reformasi (1998), Tak Gendong (2003) dan barang Baru (2004). Lagu "Tak Gendong" itu sendiri konon diciptakan pada tahun 1983 saat Mbah Surip bekerja di Amerika Serikat.
Suksesnya bukan untaian manik-manik serba mendadak, tetapi kematian datang dengan mendadak bak telegram duka. Pelawak Srimulat Mamiek Prakoso mengatakan Mbah Surip sempat mengeluh kelelahan akibat banyak menjalani aktivitas.
"Mbah Surip sejak tadi malam (3/8) memang sudah mengeluh tidak enak badan, karena kelelahan," kata Mamiek yang bersama pelawak Srimulat lainnya, Tarzan, ditemui di Rumah Sakit Pusat Pendidikan Kesehatan (Pusdikkes) Angkatan Darat, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa.
Mbah Surip selama ini tinggal di rumah Mamiek "Srimulat" Prakoso di Jl Kerta Bhakti I RT.02/RW.04, Kampung Makassar, Jakarta Timur. Mamiek dan rekannya, pelawak Tarzan membawa Mbah Surip ke RS Pusdikkes namun nyawa penyanyi beraliran Reggae ala Bob Marley itu tidak tertolong.
Kematian menyentuh siapa, mengail kapan pun, di mana pun dan dengan cara apa pun. Publik dihentak oleh kematian serentak diusap oleh cinta akan kehidupan.
Dokter jaga di Instalasi Unit Gawat Darurat RS Pusdikkes, dr Satyaningtias, yang menangani Mbah Surip mengatakan, setibanya di rumah sakit Mbah Surip sudah dalam keadaan meninggal dunia. Apakah kematian menyingkirkan semua makna kehidupan?
Dalam nukilan tembang "Sejarah Cinta", Mbah Surip menjawab, "...Asik! Aku bisa pulang HA-HA-HA-HA. Yang, dadah yang HA-HA-HA-HA Asik pokoknya malam yang indah. Penuh kenangan yang tak dapat kulupakan yang darimu. Thank you, thank you...."
Dalam sejarah cinta, Mbah Surip mengucapkan "Aku Bisa Pulang" dan mengucapkan "Terima kasih" seraya ngakak yang menjadi ciri khasnya. "Saat pertama aku digandeng tanganku. Yang merinding bukan bulu kudukku. Yang merinding adalah bulu mataku".
Meski bisa pulang setiap waktu dan berucap terima kasih selalu, Mbah Surip mewakili hidup manusia yang menuju kepada perjalanan kematian. Bukankah filsuf Jean Paul Sartre menulis, manusia hanya dapat menunggu fakta bahwa dirinya harus mati, tetapi tidak pernah mengharapkan kematian. Setiap orang menemukan dan mendapati dirinya dalam kondisi yang sama yaitu terkutuk untuk mati.
Sementara filsuf Albert Camus dalam karyanya The Myth of The Sisyphus memahami manusia dengan mempertanyakan makna kehidupan, apakah hidup ini berharga untuk terus dihayati? Rutinitas dan kebiasaan hidup sehari-hari membawa manusia kepada pertanyaan, untuk apa rutinitas ini semua? Jawabnya, "...karena manusia kehilangan akan ingatan terhadap rumah yang telah hilang atau harapan."
"HA-HA-HA-HA. Yeah!! Woi!! Woi!! Kamu seniman bukan? Ayo nyanyi!! Mencari uang!! Berkreatif? Oke? Ayo!! HA-HA-HA-HA. Ujug-ujug, kamu datang. Ujug-ujug, kamu tidur. Ujug-ujug, kamu bangun. Ujug-ujug, kamu makan. Ujug-ujug, minta rokok. jug-ujug, kamu kabur. Kurang ajar!! Kurang ajar!! Kurang ajar!! Time is money, time is money. Waktu adalah uang. Time is money...," jawab Mbah Surip dalam tembang bertajuk Ujug-ujug.
"Sun jauh? Muah!" dari Mbah Surip untuk mereka yang melakukan salto dalam cinta dan salto dalam kematian. Yang ada, dalam tidur keabadian hanyalah berucap "I Love You Full".(*)
Mbah Surip: "I Love You Full"
4 Agustus 2009 20:31 WIB
Oleh Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009
Tags: