Rio de Janeiro (ANTARA) - Sebuah penyergapan mematikan oleh tim kepolisian di Rio de Janeiro, Brazil, terhadap gembong narkoba pada Jumat (15/5) memicu kerumunan warga, di tengah lonjakan kasus baru COVID-19 negara itu yang mencapai hampir 15 ribu.

Menurut saksi mata dan laporan media lokal, polisi bersenjata memasuki permukiman kumuh Complexo di Alemao, dan membunuh sekurangnya 10 orang dalam penyergapan tersebut.

Pihak kepolisian menyebut bahwa mereka datang di bawah serangan granat dan senjata api, situasi yang seringkali terjadi di wilayah yang dikuasai oleh bandar narkoba.

Sesaat setelah peristiwa penyergapan disertai baku tembak itu, sejumlah warga mengangkut mayat korban tewas ke area gerbang masuk wilayah kumuh tersebut.

Baca juga: Khawatir COVID-19, tahanan sekap tujuh sipir di Brazil
Baca juga: Brazil catat lonjakan terbesar jumlah kematian akibat COVID-19


Sementara puluhan orang, yang kebanyakan tidak mengenakan masker atau perlengkapan pelindung diri lainnya, berkerumun di persimpangan jalan yang sempit.

“Pembatasan sosial? Untuk siapa? Luar biasa bahwa nyawa orang miskin tidak berharga sama sekali, bahkan semasa pandemi!” demikian kritik yang disampaikan Fabio Felix, anggota dewan sayap kiri, melalui cuitan di Twitter.

Seiring dengan terjadinya peristiwa itu, Brazil tengah mengalami lonjakan kasus COVID-19, dengan catatan sebanyak 14.919 kasus baru terjadi dalam waktu 24 jam, per Sabtu (16/5), sehingga totalnya kini mencapai 233.142 kasus—keempat terparah di dunia.

Adapun angka kematian terkait penyakit yang mewabah itu bertambah 816 dalam catatan waktu yang sama, hingga menjadi 15.633 kasus, menurut Kementerian Kesehatan Brazil.

Sementara di Kota Rio de Janeiro sendiri, per Kamis (14/5), sehari sebelum penyergapan terjadi, terkonfirmasi total 11.264 kasus COVID-19 serta 1.509 kasus kematian akibat penyakit itu. Otoritas setempat bahkan menyebut angkanya di bawah total kasus sesungguhnya karena kurang pengujian masal.

Sejumlah warga di sekitar lokasi penyergapan mengeluh bahwa pemerintah menawarkan sedikit saja bantuan terkait penanggulangan wabah, namun masih menjalankan operasi kepolisian yang berisiko tinggi memperparah penularan virus di tengah masyarakat berpenghasilan rendah di sana.

Operasi disertai kekerasan meningkat dengan cepat di Brazil, dengan otoritas negara termasuk Presiden Jair Bolsonaro yang mendorong hal tersebut. Khususnya di Rio, operasi polisi dilaporkan menewaskan 1.810 orang sepanjang 2019—tertinggi sejak 1998.

“Dengan atau di luar konteks pandemi, kami meminta otoritas keamanan publik menghargai hak asasi manusia ketika melakukan operasi,” tulis Amnesty International untuk wilayah Brazil dalam sebuah cuitan di Twitter.

Reuters

Baca juga: Kasus COVID-19 Brazil lampaui Jerman, Bolsonaro tetap buka gimnastik
Baca juga: Pribumi Brazil minta bantuan dana darurat WHO untuk lawan COVID-19