Jakarta (ANTARA News) - Dalam menghadapi kasus sengketa Pemilu, KPU tidak boleh memakai jasa pengacara negara dari pihak Kejaksaan Agung, karena bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2) Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan itu sendiri.

"Dalam undang-undang itu secara tegas menyebutkan, bahwa Jaksa dengan mendapatkan surat kuasa khusus dapat bertindak mewakili Negara atau Pemerintah dalam perkara bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN), bukan urusan yang lain. Nanti semakin menonjol ketidaknetralan dalam hal Pemilu," kata Koordinator Hukum dan Advokasi Pasangan Capres-Cawapres Megawati-Prabowo, Gayus Lumbuun, di Jakarta, Jumat.

Karena itu, anggota Komisi III DPR RI (bidang Hukum, Perundangan dan HAM) ini amat menyesalkan `pengiriman` puluhan Jaksa oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk membela kepentingan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam perkara sengketa Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Ingat, sengketa hasil Pemilu secara nyata bukanlah termasuk dalam kedua ranah hukum tersebut (Perdata dan TUN), tetapi merupakan suatu bagian dari rezim hukum publik yang menjamin Hak Konstitusional setiap Warga Negara, khususnya hak untuk memilih dan dipilih pada suatu Pemilihan Umum," tandas doktor hukum ini.


Independensi Pemilu

Gayus Lumbuun yang juga Wakil Ketua Badan Kehormatan (BK) DPR RI ini juga mengingatkan, kalau tindakan tersebut di atas tetap dilakukan oleh pihak Kejaksaan, berpotensi menunjukkan diragukannya independensi pelaksanaan Pemilu 2009 oleh KPU.

"Padahal, semua hasil (pelaksanaan) Pemilu kali ini masih perlu mendapatkan proses keadilan yang tidak hanya berdasarkan kewenangan dan kekuasaan, melainkan demokrasi yang didasarkan kepada hukum," katanya.

Dan semua itu, menurutnya, harus dilakukan secara jujur serta bermartabat, tanpa terkesan ada intervensi Negara melalui instrumen-instrumennya.

Gayus Lumbuun mengatakan pula, jika proses advokasi dari pihak Kejaksaan itu tetap dilanjutkan tanpa menggubris aturan perundang-undangan yang berlaku, ini semakin menunjukkan arogansi pihak tertentu memainkan aparatur negara bagi kepentingan kelompoknya, dan otomatis kian mencederai demokrasi.(*)