Jamkeswatch-KSPI serukan kembali gugat kenaikan iuran BPJS Kesehatan
15 Mei 2020 16:24 WIB
Direktur Jamkeswatch Iswan Abdullah (kedua kanan) dan Presiden KSPI Said Iqbal (kedua kiri) dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (15/5/2020) (ANTARA/HO-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Jamkeswatch Iswan Abdullah bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengajak seluruh elemen masyarakat kembali menggugat ke Mahkamah Agung keputusan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Langkah itu dilakukan karena Presiden Joko Widodo menaikkan iuran BPJS Kesehatan ketika meneken Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Pemerintah tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Perpres 75/2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, rakyat berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan," kata Iswan Abdulah melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: KSPI: kenaikan iuran BPJS Kesehatan beratkan masyarakat
Dalam konferensi pers yang KSPI di Jakarta hari ini, pria yang menjabat juga sebagai Wakil Presiden KSPI itu mengatakan langkah itu seperti mengakali keputusan MA yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah.
Menurut dia, di tengah kesulitan ekonomi yang terjadi akibat pandemi COVID-19 seharusnya pemerintah tidak menaikkan iuran karena berisiko masyarakat tidak akan mampu membayarnya.
Dia mengkhawatirkan dengan banyaknya rakyat yang tidak bisa membayar iuran yang baru akan menghambat akses akan layanan kesehatan.
Direktur lembaga yang mengawasi jaminan kesehatan nasional itu mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendorong pemerintah untuk menjalankan putusan MA yang sebelumnya membatalkan kenaikan BPJS Kesehatan.
Baca juga: SPSI minta kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditunda
"Oleh karenanya, Jamkeswatch bersama KSPI akan mengajak seluruh elemen masyarakat, baik Buruh, Mahasiswa dan rakyat akan bersatu melakukan perlawanan dengan kembali menggugat ke Mahkamah Agung dan menggelar aksi besar untuk membatalkan Perpres 64/2020 yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko widodo," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada Selasa (5/5).
Perpres itu mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan rincian bagi peserta kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp150.000 per bulan dan kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp100.000 per bulan.
Sedangkan iuran peserta mandiri kelas III tetap sebesar Rp25.500 karena pemerintah memberikan subsidi Rp16.500 dari Rp42.000. Namun, pada 2021 subsidi yang dibayarkan untuk peserta mandiri kelas III menjadi Rp7.000 sehingga harus membayar Rp35.000.
Kenaikan itu rencananya akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Baca juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan diminta pertimbangkan kemampuan rakyat
Baca juga: BPJS Naik, Suhendra: Jangan pojokkan Jokowi
Baca juga: Anggota DPR: Jangan sampai Presiden malu MA batalkan Perpres dua kali
Langkah itu dilakukan karena Presiden Joko Widodo menaikkan iuran BPJS Kesehatan ketika meneken Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Pemerintah tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Perpres 75/2019 terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, rakyat berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan," kata Iswan Abdulah melalui keterangan pers yang diterima di Jakarta, Jumat.
Baca juga: KSPI: kenaikan iuran BPJS Kesehatan beratkan masyarakat
Dalam konferensi pers yang KSPI di Jakarta hari ini, pria yang menjabat juga sebagai Wakil Presiden KSPI itu mengatakan langkah itu seperti mengakali keputusan MA yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah.
Menurut dia, di tengah kesulitan ekonomi yang terjadi akibat pandemi COVID-19 seharusnya pemerintah tidak menaikkan iuran karena berisiko masyarakat tidak akan mampu membayarnya.
Dia mengkhawatirkan dengan banyaknya rakyat yang tidak bisa membayar iuran yang baru akan menghambat akses akan layanan kesehatan.
Direktur lembaga yang mengawasi jaminan kesehatan nasional itu mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendorong pemerintah untuk menjalankan putusan MA yang sebelumnya membatalkan kenaikan BPJS Kesehatan.
Baca juga: SPSI minta kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditunda
"Oleh karenanya, Jamkeswatch bersama KSPI akan mengajak seluruh elemen masyarakat, baik Buruh, Mahasiswa dan rakyat akan bersatu melakukan perlawanan dengan kembali menggugat ke Mahkamah Agung dan menggelar aksi besar untuk membatalkan Perpres 64/2020 yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko widodo," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meneken Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada Selasa (5/5).
Perpres itu mengatur kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan rincian bagi peserta kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp150.000 per bulan dan kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp100.000 per bulan.
Sedangkan iuran peserta mandiri kelas III tetap sebesar Rp25.500 karena pemerintah memberikan subsidi Rp16.500 dari Rp42.000. Namun, pada 2021 subsidi yang dibayarkan untuk peserta mandiri kelas III menjadi Rp7.000 sehingga harus membayar Rp35.000.
Kenaikan itu rencananya akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Baca juga: Kenaikan iuran BPJS Kesehatan diminta pertimbangkan kemampuan rakyat
Baca juga: BPJS Naik, Suhendra: Jangan pojokkan Jokowi
Baca juga: Anggota DPR: Jangan sampai Presiden malu MA batalkan Perpres dua kali
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: