MA tolak konsep yang ingin ubah peradilan satu atap
13 Mei 2020 21:39 WIB
Ketua Mahkamah Agung (MA) terpilih Muhammad Syarifuddin tiba untuk dilantik di Istana Negara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Presiden melantik Muhammad Syarifuddin sebagai Ketua MA periode 2020-2025 menggantikan Hatta Ali yang memasuki pensiun. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin mengatakan menolak campur tangan pihak yang ingin mengubah konsep peradilan satu atap yang dinilainya sudah lebih baik.
Indonesia masih menggunakan sistem peradilan satu atap, dengan mempertahankan pengelolaan perkara dan manajemen hakim di bawah naungan Mahkamah Agung.
Baca juga: Presiden Jokowi saksikan ucap sumpah Ketua MA 2020-2025 Syarifuddin
Baca juga: Kasus suap perkara di MA, KPK panggil tiga saksi
Baca juga: Tiga saksi kasus suap perkara di MA tak penuhi panggilan KPK
"Secara tegas saya nyatakan, Mahkamah Agung menolak segala bentuk campur tangan dan upaya-upaya mengubah konsep peradilan satu atap yang telah susah payah dibangun dan terus menunjukkan hasil positif ini," ujar dia dalam pidato pertama melalui siaran video, Rabu.
Langkah penyelenggaraan wewenang bidang teknis yudisial serta bidang administrasi, organisasi dan finansial peradilan yang menuju kemapanan, menurut dia, jangan sampai surut dengan uji coba konsep baru.
Peradilan satu atap dikatakannya merupakan amanat reformasi bidang kekuasaan kehakiman dan pengukuhan kemandirian peradilan sebagai salah satu syarat negara demokrasi.
Selain itu, Syarifuddin mengatakan tugas besar Mahkamah Agung periode ini adalah untuk tetap menjaga dan memantapkan kemandirian kekuasaan kehakiman, di antaranya dengan mempertahankan sistem peradilan satu atap.
Meski begitu, ia menuturkan Mahkamah Agung selalu terbuka terhadap masukan dan kritik yang ditujukan pada peradilan serta upaya berbagai pihak yang yang ingin bersama-sama membangun peradilan yang agung.
Mahkamah Agung pun membuka pintu untuk kerja sama dengan kementerian dan lembaga negara, penegak hukum, akademisi dan praktisi hukum serta lembaga masyarakat.
Baca juga: KPK telusuri penggunaan uang suap yang diterima Nurhadi
Baca juga: MAKI sebut Nurhadi rutin tukar uang di penukaran uang
Baca juga: KPK ungkap kendala tangkap buronan kasus korupsi
Indonesia masih menggunakan sistem peradilan satu atap, dengan mempertahankan pengelolaan perkara dan manajemen hakim di bawah naungan Mahkamah Agung.
Baca juga: Presiden Jokowi saksikan ucap sumpah Ketua MA 2020-2025 Syarifuddin
Baca juga: Kasus suap perkara di MA, KPK panggil tiga saksi
Baca juga: Tiga saksi kasus suap perkara di MA tak penuhi panggilan KPK
"Secara tegas saya nyatakan, Mahkamah Agung menolak segala bentuk campur tangan dan upaya-upaya mengubah konsep peradilan satu atap yang telah susah payah dibangun dan terus menunjukkan hasil positif ini," ujar dia dalam pidato pertama melalui siaran video, Rabu.
Langkah penyelenggaraan wewenang bidang teknis yudisial serta bidang administrasi, organisasi dan finansial peradilan yang menuju kemapanan, menurut dia, jangan sampai surut dengan uji coba konsep baru.
Peradilan satu atap dikatakannya merupakan amanat reformasi bidang kekuasaan kehakiman dan pengukuhan kemandirian peradilan sebagai salah satu syarat negara demokrasi.
Selain itu, Syarifuddin mengatakan tugas besar Mahkamah Agung periode ini adalah untuk tetap menjaga dan memantapkan kemandirian kekuasaan kehakiman, di antaranya dengan mempertahankan sistem peradilan satu atap.
Meski begitu, ia menuturkan Mahkamah Agung selalu terbuka terhadap masukan dan kritik yang ditujukan pada peradilan serta upaya berbagai pihak yang yang ingin bersama-sama membangun peradilan yang agung.
Mahkamah Agung pun membuka pintu untuk kerja sama dengan kementerian dan lembaga negara, penegak hukum, akademisi dan praktisi hukum serta lembaga masyarakat.
Baca juga: KPK telusuri penggunaan uang suap yang diterima Nurhadi
Baca juga: MAKI sebut Nurhadi rutin tukar uang di penukaran uang
Baca juga: KPK ungkap kendala tangkap buronan kasus korupsi
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020
Tags: