Jakarta (ANTARA) - Pemerintah diminta untuk terus menjaga iklim investasi untuk membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi masuknya investasi asing langsung (FDI).

Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Andree Surianta dalam webinar di Jakarta, Rabu, menilai daya tarik investasi Indonesia perlu dijaga demi tumbuhnya perekonomian di tengah pandemi COVID-19.

"Dampak pandemi terhadap FDI adalah hanya ada sedikit uang tunai yang tersedia untuk berinvestasi dalam usaha baru atau memperluas fasilitas yang ada karena pendapatan yang lebih rendah. Apakah dampaknya akan sebesar -5 persen atau -15 persen akan tergantung pada seberapa cepat wabah ini dapat berakhir," katanya.

Dalam penelitiannya mengenai dampak pandemi terhadap ekonomi, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) menyebut pandemi akan menekan aliran FDI.

Kendati demikian, upaya yang sudah dibangun di dalam negeri, seperti lewat implementasi Online Single Submission (OSS), penyederhanaan regulasi di berbagai tingkat pemerintahan hingga RUU Cipta Kerja Omnibus Law, harus tetap diteruskan.

Andree menambahkan, meski Indonesia bisa meraup peluang karena tren Asia yang jadi kawasan penting bagi perusahaan global, peraturan yang kompleks cukup menghalangi investor asing.

"Ini menunjuk pada banyaknya peraturan menteri dan daerah dan banyak ketidakkonsistenan yang ditimbulkannya. Jika aturan yang terlalu banyak ini tidak diatasi, Indonesia akan terus mengalami kesulitan menarik investor asing," katanya.

Ada lebih dari 15 ribu peraturan menteri di Indonesia yang perbandingannya kira-kira tujuh untuk setiap satu Peraturan Presiden. Sebagian besar mungkin masih berlaku, karena 95 persen dikeluarkan dalam sepuluh tahun terakhir.

Dengan asumsi beberapa investor asing ingin mendirikan pabrik di Indonesia untuk memasok pasar domestik, maka mereka harus berhadapan dengan lebih dari 900 aturan tenaga kerja dan industri. Begitu pula jika mereka ingin mengimpor atau mengekspor produk akhir apa pun, mereka juga harus berhadapan dengan banyak aturan lainnya.

Regulasi yang rumit dan banyak itulah yang kerap diklaim sebagai faktor yang berkontribusi pada terhambatnya investasi di Indonesia.

"Investor akan dihadapkan pada peraturan di tingkat pusat dan kemudian pada peraturan di tingkat provinsi dan daerah, tergantung di mana investor berinvestasi. Seringkali peraturan satu dan lainnya bertentangan, hal ini kemudian menimbulkan ketidakpastian hukum yang membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia," terang Andree.

Baca juga: Pemerintah diminta pastikan iklim investasi kondusif selama COVID-19
Baca juga: Anggota DPR: iklim investasi perlu jaminan kepastian hukum