Bojonegoro (ANTARA News) - Sejumlah warga Bojonegoro, Jawa Timur, mulai mengembangkan kambing "Etawah" asal Jumnapari India.

"Awalnya saya membeli bibit dua ekor jantan dan betina berusia delapan bulan enam tahun lalu, harganya Rp6 juta," kata seorang peternak kambing di Desa Ledokkulon, Kecamatan Kota, Bojonegoro, Sugianto (40), Senin.

Dengan dua ekor kambing yang dibeli dari Ponorogo tersebut, akhirnya bisa berkembang menjadi sekitar 60 ekor. Tapi di kandangnya, sekarang ini hanya tinggal 18 ekor, karena kambing yang dikembangkan tersebut, laku dijual kepada pembeli asal Bojonegoro, Tuban, Nganjuk, Kediri dan kota lainnya di Jawa Timur.

Menurut dia, para peternak kambing "Etawah", tertarik beternak kambing "Etawah", karena harga jualnya yang tinggi dibandingkan dengan harga kambing lokal. Kambing "Etawah" kualitas bagus dengan usia sekitar dua tahun harganya bisa mencapai Rp20 juta.

Dia memperkirakan, peternak kambing "Etawah" di Bojonegoro, dalam beberapa tahun terakhir semakin bertambah dan diperkirakan ada 20 peternak. "Pembeli kambing "Etawah" tidak untuk membeli dagingnya, tetapi keindahan kambing," katanya menjelaskan.

Dia mencontohkan, kambing "Etawah" yang usianya diatas lima tahun, biasanya dijual untuk disembelih. Tapi, harga jualnya merosot hanya sekitar Rp2,5 juta dan harga tersebut tidak jauh berbeda dengan harga kambing lokal yang diperhitungkan berdasarkan daging yang dihasilkan dari kambing itu.

Tapi, kambing "Etawah" memiliki harga jual tinggi, karena dinilai berdasarkan keindahan dan usianya. Seperti kambing miliknya yang harga jualnya dipatok Rp20 juta tersebut, memiliki berat 1,3 kuintal dan usianya baru dua tahun. Keindahan lainnya, kambing itu memiliki telinga panjang 37 cm dan daun telinganya tertutup, tidak terbuka.

"Kalau telinganya terbuka harga jualnya rendah," katanya. Disamping itu, warna leher kambing hingga kepalanya semuanya berwarna hitam dan kalau warnanya coklat, harga jualnya rendah.

Sementara itu, seorang peternak asal Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, Abdul Wachid mengaku, tertarik beternak kambing "Etawah", karena melihat harga jualnya yang tinggi. Tapi, kalau diperhitungkan berdasarkan daging yang dihasilkan harganya tidak wajar.

"Saya manawar bibit kambing "Etawah", usia dua bulan harganya Rp1,5 juta, sama dengan kambing lokal dewasa," katanya membandingkan.

Abdul Wachid yang memiliki tujuh ekor kambing "Etawah" itu, tertarik ikut beternak kambing "Etawah", karena susu yang dihasilkan cukup diminati masyarakat dengan harga jual Rp30.000,00 per liter.

Baik Sugianto dan Abdul memperkirakan, para peternak kambing "Etawah" di Bojonegoro, akan terus bertambah, karena dengan mengembangkan kambing "Etawah", keuntungannya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan beternak kambing lokal.(*)