Jakarta (ANTARA) - Majelis Ulama Indonesia mendesak tindakan tegas terhadap peredaran daging celeng yang dioplos dengan daging halal ataupun dipalsukan.

"Ini praktek bisnis yang tidak hanya curang dan jahat, namun juga meresahkan masyarakat karena daging palsu tersebut beredar di kalangan konsumen Muslim yang mengharamkan daging babi," kata Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI, Lukmanul Hakim, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri, sering terjadi kasus peredaran daging celeng ilegal baik dalam bentuk oplosan maupun pemalsuan.

Daging celeng oplosan adalah daging celeng yang dicampur dengan daging sapi dan diklaim sebagai daging sapi. Adapun daging palsu adalah daging celeng atau daging babi yang dijual seolah-olah sebagai daging sapi.

Baca juga: MUI ajak umat berdoa serentak agar dibebaskan dari pandemi COVID-19

Kasus terbaru pemalsuan daging terjadi di wilayah Bandung, Jawa Barat. Polresta Bandung mengamankan empat orang pelaku perdagangan daging babi yang diklaim sebagai daging sapi.

Selama hampir setahun terakhir, para pedagang curang tersebut mengedarkan sekitar 63 ton daging palsu tersebut.

Lukman mendesak kasus peredaran daging palsu atau daging oplosan tersebut tidak berulang.

Menurut dia, masalah peredaran daging babi yang dikemas seolah-olah daging sapi karena tingginya permintaan dan suplai serta penegakan hukum lemah.

"Kami minta peternak atau pengusaha untuk menghormati konsumen Muslim yang menolak mengkonsumsi itu. Jangan menipu kami umat Islam karena penegakan hukum saja tidak selesai. Konsumen sudah tertipu dan mengonsumsi barang haram," katanya.

Dia mengatakan peredaran daging celeng meresahkan umat Islam. Maka, polisi harus mengusut tuntas kasus tersebut, menindak tegas serta menghukum para pelaku.



Menurut Lukmanul Hakim, peredaran daging nonhalal sejatinya sudah diatur sedemikian rupa dan jalur distribusinya berbeda dengan jalur distribusi daging halal.

"Kalau ada daging babi beredar di pasar-pasar tanpa memenuhi aturan, itu jelas ilegal," katanya.

Dia mengingatkan masyarakat tidak mudah tergiur dengan penawaran daging dengan harga murah yang tidak terjamin kehalalannya. Masyarakat disarankan membeli daging dari pedagang yang telah bekerjasama dengan rumah potong hewan yang bersertifikat halal MUI.

Dia mengatakan setelah diberlakukannya UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) kasus peredaran daging ilegal mestinya tidak perlu terjadi lagi. Sebab, pemerintah telah memiliki payung hukum yang jelas tentang produk halal.

"Tinggal implementasinya yang harus lebih dikuatkan. Untuk itu, perlu koordinasi dan kerja sama antarinstansi pemerintah serta penegak hukum dalam pengawasan pelaksanaan jaminan produk halal di Indonesia," katanya.