Sri Mulyani: Defisit fiskal RAPBN 2021 dipatok di atas 3 persen
12 Mei 2020 18:14 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) membacakan pandangan pemerintah pada Rapat Paripurna masa persidangan III 2019-2020 , di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Dalam rapat paripurna tersebut beragendakan penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2021 dan pengambilan keputusan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 atau Perppu Corona menjadi UU. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah mematok proyeksi defisit fiskal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2021 sebesar 3,21-4,17 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk pemulihan ekonomi nasional.
“Kebijakan makro fiskal tahun 2021 dirumuskan sebagai kebijakan fiskal ekspansif konsolidatif,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati ketika memaparkan kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan fiskal dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa.
Menurut Sri Mulyani, besaran pembiayaan defisit di atas tiga persen ini mengacu kepada Perppu Nomor 1 tahun 2020 agar proses pemulihan berjalan secara bertahap dan tidak mengalami hard landing yang berpotensi memberikan guncangan bagi perekonomian.
Alasannya, lanjut mantan Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, karena kebijakan fiskal menjadi instrumen yang strategis dan vital dalam proses pemulihan ekonomi. Sementara itu rasio utang diproyeksi berada dalam kisaran 36,67 sampai 37,97 persen terhadap PDB.
Baca juga: Pemerintah usulkan pertumbuhan ekonomi 4,5 - 5,5 persen di RAPBN 2021
Sri Mulyani mengatakan pembiayaan dilakukan secara terukur dan berhati-hati dengan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan yang berkelanjutan agar rasio utang terjaga dalam batas aman.
Pemerintah, kata dia, terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk mendorong penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya.
Sri Mulyani mengatakan kebijakan pembiayaan tahun 2021 diarahkan untuk mendukung countercyclical stabilisasi ekonomi.
Berbagai langkah akan dilakukan yakni peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM, ultra mikro (UMi) dan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, kemudian pendalaman pasar, efisiensi biaya pinjaman dan efektivitas quasi fiskal untuk akselerasi daya saing dan peningkatan ekspor.
Selain itu, kata dia, memberikan dukungan restrukturisasi BUMN, penguatan badan layanan umum (BLU) dan dana abadi atau Sovereign Wealth Fund untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi pembangunan.
Baca juga: Sri Mulyani : Defisit anggaran menurun jadi 3-4 persen pada 2021
“Kebijakan makro fiskal tahun 2021 dirumuskan sebagai kebijakan fiskal ekspansif konsolidatif,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati ketika memaparkan kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan fiskal dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, Selasa.
Menurut Sri Mulyani, besaran pembiayaan defisit di atas tiga persen ini mengacu kepada Perppu Nomor 1 tahun 2020 agar proses pemulihan berjalan secara bertahap dan tidak mengalami hard landing yang berpotensi memberikan guncangan bagi perekonomian.
Alasannya, lanjut mantan Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, karena kebijakan fiskal menjadi instrumen yang strategis dan vital dalam proses pemulihan ekonomi. Sementara itu rasio utang diproyeksi berada dalam kisaran 36,67 sampai 37,97 persen terhadap PDB.
Baca juga: Pemerintah usulkan pertumbuhan ekonomi 4,5 - 5,5 persen di RAPBN 2021
Sri Mulyani mengatakan pembiayaan dilakukan secara terukur dan berhati-hati dengan terus menjaga sumber-sumber pembiayaan yang berkelanjutan agar rasio utang terjaga dalam batas aman.
Pemerintah, kata dia, terus mendorong peran swasta dalam pembiayaan pembangunan melalui kerangka Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), termasuk mendorong penerbitan instrumen pembiayaan kreatif lainnya.
Sri Mulyani mengatakan kebijakan pembiayaan tahun 2021 diarahkan untuk mendukung countercyclical stabilisasi ekonomi.
Berbagai langkah akan dilakukan yakni peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM, ultra mikro (UMi) dan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, kemudian pendalaman pasar, efisiensi biaya pinjaman dan efektivitas quasi fiskal untuk akselerasi daya saing dan peningkatan ekspor.
Selain itu, kata dia, memberikan dukungan restrukturisasi BUMN, penguatan badan layanan umum (BLU) dan dana abadi atau Sovereign Wealth Fund untuk mendukung pemulihan ekonomi dan akselerasi pembangunan.
Baca juga: Sri Mulyani : Defisit anggaran menurun jadi 3-4 persen pada 2021
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: