Energy Watch : tidak turun harga BBM langkah tepat
11 Mei 2020 18:37 WIB
Petugas memeriksa mesin pengisian ulang bahan bakar minyak di SPBU, Jakarta, Senin (22/2). Kementerian ESDM menegaskan dengan turunnya harga minyak dunia, pemerintah akan menentukan harga baru Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar pada bulan April 2016. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/16. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Executive Energy Watch Mamit menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah ataupun badan usaha tidak menurunkan harga BBM merupakan langkah yang tepat.
”Harga minyak dunia saya kira akan terus merangkak naik karena sudah banyak negara yang melonggarkan kebijakan terkait dengan covid-19 ini, sehingga aktivitas kembali berjalan dengan kondisi yang new normal.” ujar Mamit melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta BOPD awal bulan Mei 2020 mendapatkan respon positif dari pasar di mana akan dilanjutkan dengan pemotongan sebesar 7.7 juta BOPD dari Juni – Desember 2020.
“Dengan demikian, kebutuhan akan meningkat disisi lain supply sedikit berkurang sehingga harga akan terus terkerek,” lanjutnya.
Menurut dia, seharusnya desakan untuk menurunkan harga BBM bisa berkurang jika melihat kondisi secara obyektif.
”Terkait dengan harga BBM saya kira kita harus melihat secara komprehensif terutama untuk Pertamina. Tidak bisa dipisahkan dari sisi Hulu, Hilir maupun untuk Refinery, semua saling kesinambungan,” ujar Mamit.
Selain itu, berdasarkan historisnya Pertamina tidak serta merta menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan.
”Harga BBM jenis Premium dan Solar tidak pernah mengalami kenaikan sejak tahun 2016. Padahal dalam kurun waktu 2016 sampai 2020 harga minyak dunia pernah menyentuh di level 70 – 80 dolar As per barrelnya” ujarnya.
Dengan masih diperpanjangnya PSBB hampir diseluruh wilayah Indonesia maka konsumsi BBM akan tetap mengalami penurunan.”Penurunan konsumsi hampir mencapai 30 persen di bulan April sebesar 65.678 KL dari bulan sebelumnya 93.558 KL dan saya perkirakan untuk bulan Mei tidak akan jauh berbeda. Jadi, dampaknya jika diturunkan tidak akan terlalu signifikan” papar Mamit.
Mamit juga menambahkan bahwa tidak bisa membandingkan harga BBM kita dengan negara lain karena dari sisi geografis saja sudah berbeda.
”Infrastruktur penyaluran BBM saja sudah beda dan panjang sekali untuk di Indonesia karena kita adalah negara kepulauan dan semua wilayah terutama yang masuk ke 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) harus tetap mendapatkan BBM,” katanya.
Meskipun demikian, dia sampaikan juga bahwa harga BBM di Indonesia bukan yang paling mahal di ASEAN dimana masih lebih murah dari Thailand , Filipina dan Singapura berdasarkan data dari globalpetrol.com.
Baca juga: KPPU sebut harga BBM bisa turun sejak Maret
Baca juga: Ekonom: Tuntutan harga BBM turun harus belajar dari krisis 2008
Baca juga: MTI: Harga minyak anjlok hendaknya diikuti penurunan harga BBM
”Harga minyak dunia saya kira akan terus merangkak naik karena sudah banyak negara yang melonggarkan kebijakan terkait dengan covid-19 ini, sehingga aktivitas kembali berjalan dengan kondisi yang new normal.” ujar Mamit melalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin.
Keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta BOPD awal bulan Mei 2020 mendapatkan respon positif dari pasar di mana akan dilanjutkan dengan pemotongan sebesar 7.7 juta BOPD dari Juni – Desember 2020.
“Dengan demikian, kebutuhan akan meningkat disisi lain supply sedikit berkurang sehingga harga akan terus terkerek,” lanjutnya.
Menurut dia, seharusnya desakan untuk menurunkan harga BBM bisa berkurang jika melihat kondisi secara obyektif.
”Terkait dengan harga BBM saya kira kita harus melihat secara komprehensif terutama untuk Pertamina. Tidak bisa dipisahkan dari sisi Hulu, Hilir maupun untuk Refinery, semua saling kesinambungan,” ujar Mamit.
Selain itu, berdasarkan historisnya Pertamina tidak serta merta menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan.
”Harga BBM jenis Premium dan Solar tidak pernah mengalami kenaikan sejak tahun 2016. Padahal dalam kurun waktu 2016 sampai 2020 harga minyak dunia pernah menyentuh di level 70 – 80 dolar As per barrelnya” ujarnya.
Dengan masih diperpanjangnya PSBB hampir diseluruh wilayah Indonesia maka konsumsi BBM akan tetap mengalami penurunan.”Penurunan konsumsi hampir mencapai 30 persen di bulan April sebesar 65.678 KL dari bulan sebelumnya 93.558 KL dan saya perkirakan untuk bulan Mei tidak akan jauh berbeda. Jadi, dampaknya jika diturunkan tidak akan terlalu signifikan” papar Mamit.
Mamit juga menambahkan bahwa tidak bisa membandingkan harga BBM kita dengan negara lain karena dari sisi geografis saja sudah berbeda.
”Infrastruktur penyaluran BBM saja sudah beda dan panjang sekali untuk di Indonesia karena kita adalah negara kepulauan dan semua wilayah terutama yang masuk ke 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) harus tetap mendapatkan BBM,” katanya.
Meskipun demikian, dia sampaikan juga bahwa harga BBM di Indonesia bukan yang paling mahal di ASEAN dimana masih lebih murah dari Thailand , Filipina dan Singapura berdasarkan data dari globalpetrol.com.
Baca juga: KPPU sebut harga BBM bisa turun sejak Maret
Baca juga: Ekonom: Tuntutan harga BBM turun harus belajar dari krisis 2008
Baca juga: MTI: Harga minyak anjlok hendaknya diikuti penurunan harga BBM
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020
Tags: