Artikel
Hafal Al Quran, impian setiap Muslim
Oleh Erafzon Saptiyulda AS
10 Mei 2020 18:06 WIB
Peserta membaca Al Quran saat mengikuti khataman secara daring di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (24/4/2020). Khataman Al Quran tersebut merupakan salah satu program Ngabuburit Daring Masjid Al Akbar Surabaya yang bertujuan untuk mengajak masyarakat tetap menjalankan ibadah di bulan Ramadhan 1441 Hijriah dari rumah masing-masing. ANTARA FOTO/Moch Asim/ (ANTARA FOTO/Moch Asim)
Jakarta (ANTARA) - Membaca Al Quran menjadi kewajiban bagi seorang Muslim. Tanpa membacanya, maka tak akan sah shalatnya.
Karena itu melek huruf Arab menjadi kewajiban bagi seorang Muslim.
Dahulu Al Quran tidak dibacakan, tetapi dihafalkan karena Muhammad Rasulullah SAW tidak bisa membaca dan menulis. Surat pertama yang diturunkan (Al Alaq, Surah 96) yang terdiri dari lima ayat disampaikan secara lisan oleh Malaikat Jibril di Gua Hira di Jabal Nur di Bulan Ramadhan.
Percakapan pertama dengan Jibril itu menjadi tonggak sejarah Kenabian dan menegas bahwa Nabi yang ummiy (tidak bisa baca tulis) bukanlah pengarang Al Quran, tetapi semuanya murni Kalamullah (Firman atau ucapan Allah).
Al Quran Surah Al A'raaf, 7, 157 mengatakan, "Yaitu, orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummiy (tidak bisa baca tulis)”.
Kemampuan ingatan manusia di zaman itu sudah terbentuk karena Bangsa Arab memiliki ingatan yang kuat, hafal syair-syair yang panjang, juga silsilah keluarga sehingga tidak heran jika Al Quran yang terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6.236 ayat (kalimat) menurut riwayat Hafsh dan tertulis dalam 604 halaman bisa dihafal.
Kini, kemampuan menghafal Al Quran tidak lagi jadi keistimewaan Bangsa Arab, tetapi sudah menyebar ke seluruh dunia. Terlebih lagi di Bulan Ramadhan, kaum Muslimin berlomba-membaca dan menghafalnya, dari bocah kecil hingga tua renta, khusyuk (tekun) membaca dan menghafalnya.
Baca juga: Ayat-Ayat COVID-19
Paling banyak dihafal
Banyak kalangan yang mengatakan, Al Quran satu-satunya kitab (buku) yang paling banyak dibaca dan dihafal manusia.
Tradisi lisan, mendengar dan menghafal menjadi awal bagaimana Al Quran terjaga dari keasliannya karena di setiap Ramadhan, Malaikat Jibril datang dan mendengar hafalan Al Quran Nabi Muhammad SAW.
Di zaman Khalifah Abu Bakar, Al Quran yang tertulis dalam beragam media, seperti di kulit kambing atau unta, tulang dan daun dikumpulkan dalam satu kitab yang dinamakan mushaf.
Di era Khalifah Utsman bin Affan, mushaf itu pula yang menjadi acuan untuk diseragamkan penulisannya lalu diperbanyak di negeri-negeri Muslim yang semakin luas.
Menghafal Al Quran menjadi keharusan bagi seorang Muslim, minimal hafal Surah Al Fatihah dan surah pendek di Juz 30 agar sah shalatnya.
Ustadz Adi Hidayat dalam sejumlah ceramahnya mengatakan orang yang menghafal Al Quran dan beramal sholeh akan di beri mahkota, perhiasan dan jubah dan diperkenankan mengajak kedua orang tua dan keluarganya ke dalam syurga Adn kelak, sebagaimana tercantum pada Surah Fatir (35) ayat 33.
Permasalahannya, bagaimana menghafal Al Quran 604 halaman itu? Banyak buku yang ditulis dan ceramah para ulama, da'i dan ustadz di media sosial tentang cara menghafal Al Quran yang baik dan benar. Salah satunya buka ringan dan ringkas yang ditulis berdasarkan risalah yang ditulis Ibnul Jauzi yang berjudul Al-Hatstsu 'ala Hifzh Al-'ilm wa Dzikr Kibar Al-Huffazh.
Baca juga: Al Quran, bacaan terbaik saat Ramadhan
Hafalan buyar
Buku berjudul "Hafalan Buyar Tanda Tak Pintar, Ternyata kekuatan belajar adalah menghafal" yang menjadikan risalah Ibnul Jauzi tersebut sebagai acuan dan diterbitkan oleh Pustaka Arafah dengan penerjemah Irwan Raihan.
Ibnul Jauzi lahir di Darb Habib di Baghdad tahun 511 H. Nasabnya berujung kepada khalifah pengganti Rasulullah SAW, yakni Abu Bakar Ash Shiddiq RA.
Dia menulis sejak usia 13 tahun lalu dikenal sebagai ulama yang menulis tentang riwayat perawi hadits, masalah hukum dan fikih serta banyak menulis tentang nasihat dengan kata-kata yang indah dan dalam.
Menghafal Al Quran, menurut Ibnul Jaauzi idealnya dilakukan sejak kecil, yakni di usia lima tahun.
Cara untuk menguatkan hafalan dengan banyak mengulang. Manusia berbeda kemampuannya dalam hal ini. Ada yang cepat dengan sedikit mengulang, ada yang harus menghafal berulang-ulang baru terekam di otak.
Oleh karena itu, sebaiknya selalu mengulang-ulang materi hafalan agar kokoh tersimpan di otak. Nabi Muhammmad SAW bersabda, "Jagalah Al Quran karena dia lebih cepat terlepas dari hati seseorang daripada lepasnya unta dari tali kelangnya." (Hadits riwayat Imam Ahmad).
Baca juga: Pemegang "sanad" Al Quran ke-30 dihadirkan Komunitas Tahsin Al Ghozy
Lancar karena diulang
Para penghafal memiliki pengalaman yang berbeda. Ada yang hafal setelah mengulang 50 kali, ada juga yang mengulang 70 hingga 100 kali. Pepatah lama mengatakan, "Lancar kaji karena diulang."
Waktu terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur atau setelah Shalat Subuh. Sebaiknya dia menjaga yang sudah dihafal walaupun sedikit karena hafalan akan menetap daripada mengejar yang banyak tetapi setelah itu lupa.
Sebaiknya tidak menghafal ketika disibukkan oleh sesuatu. Tidak menghafal di tepi sungai atau di hadapan panorama yang indah agar hati bisa fokus dan tidak tergoda (terganggu) dengan hal itu.
Mulailah menghafal dengan16 surah terakhir pada Juz 30 atau biasa yang disebut juga dengan Juz Amma. Sejumlah 16 surah terakhir itu pendek-pendek dengan irama yang indah dan mudah diingat.
Saat wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) saat ini, tidak memungkinkan penghafal Al Quran belajar secara tatap muka dengan ustadz di masjid atau di majelis penghafal Al Quran.
Kini banyak aplikasi atau rekaman di Youtube atau media sosial lainnya yang bisa menjadi acuan penghafal agar pengucapan, panjang pendek dan irama dilafazkan dengan benar. Selamat mencoba.
Baca juga: Belajar Al Quran dan hadits lewat aplikasi Aminin
Karena itu melek huruf Arab menjadi kewajiban bagi seorang Muslim.
Dahulu Al Quran tidak dibacakan, tetapi dihafalkan karena Muhammad Rasulullah SAW tidak bisa membaca dan menulis. Surat pertama yang diturunkan (Al Alaq, Surah 96) yang terdiri dari lima ayat disampaikan secara lisan oleh Malaikat Jibril di Gua Hira di Jabal Nur di Bulan Ramadhan.
Percakapan pertama dengan Jibril itu menjadi tonggak sejarah Kenabian dan menegas bahwa Nabi yang ummiy (tidak bisa baca tulis) bukanlah pengarang Al Quran, tetapi semuanya murni Kalamullah (Firman atau ucapan Allah).
Al Quran Surah Al A'raaf, 7, 157 mengatakan, "Yaitu, orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummiy (tidak bisa baca tulis)”.
Kemampuan ingatan manusia di zaman itu sudah terbentuk karena Bangsa Arab memiliki ingatan yang kuat, hafal syair-syair yang panjang, juga silsilah keluarga sehingga tidak heran jika Al Quran yang terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6.236 ayat (kalimat) menurut riwayat Hafsh dan tertulis dalam 604 halaman bisa dihafal.
Kini, kemampuan menghafal Al Quran tidak lagi jadi keistimewaan Bangsa Arab, tetapi sudah menyebar ke seluruh dunia. Terlebih lagi di Bulan Ramadhan, kaum Muslimin berlomba-membaca dan menghafalnya, dari bocah kecil hingga tua renta, khusyuk (tekun) membaca dan menghafalnya.
Baca juga: Ayat-Ayat COVID-19
Paling banyak dihafal
Banyak kalangan yang mengatakan, Al Quran satu-satunya kitab (buku) yang paling banyak dibaca dan dihafal manusia.
Tradisi lisan, mendengar dan menghafal menjadi awal bagaimana Al Quran terjaga dari keasliannya karena di setiap Ramadhan, Malaikat Jibril datang dan mendengar hafalan Al Quran Nabi Muhammad SAW.
Di zaman Khalifah Abu Bakar, Al Quran yang tertulis dalam beragam media, seperti di kulit kambing atau unta, tulang dan daun dikumpulkan dalam satu kitab yang dinamakan mushaf.
Di era Khalifah Utsman bin Affan, mushaf itu pula yang menjadi acuan untuk diseragamkan penulisannya lalu diperbanyak di negeri-negeri Muslim yang semakin luas.
Menghafal Al Quran menjadi keharusan bagi seorang Muslim, minimal hafal Surah Al Fatihah dan surah pendek di Juz 30 agar sah shalatnya.
Ustadz Adi Hidayat dalam sejumlah ceramahnya mengatakan orang yang menghafal Al Quran dan beramal sholeh akan di beri mahkota, perhiasan dan jubah dan diperkenankan mengajak kedua orang tua dan keluarganya ke dalam syurga Adn kelak, sebagaimana tercantum pada Surah Fatir (35) ayat 33.
Permasalahannya, bagaimana menghafal Al Quran 604 halaman itu? Banyak buku yang ditulis dan ceramah para ulama, da'i dan ustadz di media sosial tentang cara menghafal Al Quran yang baik dan benar. Salah satunya buka ringan dan ringkas yang ditulis berdasarkan risalah yang ditulis Ibnul Jauzi yang berjudul Al-Hatstsu 'ala Hifzh Al-'ilm wa Dzikr Kibar Al-Huffazh.
Baca juga: Al Quran, bacaan terbaik saat Ramadhan
Hafalan buyar
Buku berjudul "Hafalan Buyar Tanda Tak Pintar, Ternyata kekuatan belajar adalah menghafal" yang menjadikan risalah Ibnul Jauzi tersebut sebagai acuan dan diterbitkan oleh Pustaka Arafah dengan penerjemah Irwan Raihan.
Ibnul Jauzi lahir di Darb Habib di Baghdad tahun 511 H. Nasabnya berujung kepada khalifah pengganti Rasulullah SAW, yakni Abu Bakar Ash Shiddiq RA.
Dia menulis sejak usia 13 tahun lalu dikenal sebagai ulama yang menulis tentang riwayat perawi hadits, masalah hukum dan fikih serta banyak menulis tentang nasihat dengan kata-kata yang indah dan dalam.
Menghafal Al Quran, menurut Ibnul Jaauzi idealnya dilakukan sejak kecil, yakni di usia lima tahun.
Cara untuk menguatkan hafalan dengan banyak mengulang. Manusia berbeda kemampuannya dalam hal ini. Ada yang cepat dengan sedikit mengulang, ada yang harus menghafal berulang-ulang baru terekam di otak.
Oleh karena itu, sebaiknya selalu mengulang-ulang materi hafalan agar kokoh tersimpan di otak. Nabi Muhammmad SAW bersabda, "Jagalah Al Quran karena dia lebih cepat terlepas dari hati seseorang daripada lepasnya unta dari tali kelangnya." (Hadits riwayat Imam Ahmad).
Baca juga: Pemegang "sanad" Al Quran ke-30 dihadirkan Komunitas Tahsin Al Ghozy
Lancar karena diulang
Para penghafal memiliki pengalaman yang berbeda. Ada yang hafal setelah mengulang 50 kali, ada juga yang mengulang 70 hingga 100 kali. Pepatah lama mengatakan, "Lancar kaji karena diulang."
Waktu terbaik untuk menghafal adalah waktu sahur atau setelah Shalat Subuh. Sebaiknya dia menjaga yang sudah dihafal walaupun sedikit karena hafalan akan menetap daripada mengejar yang banyak tetapi setelah itu lupa.
Sebaiknya tidak menghafal ketika disibukkan oleh sesuatu. Tidak menghafal di tepi sungai atau di hadapan panorama yang indah agar hati bisa fokus dan tidak tergoda (terganggu) dengan hal itu.
Mulailah menghafal dengan16 surah terakhir pada Juz 30 atau biasa yang disebut juga dengan Juz Amma. Sejumlah 16 surah terakhir itu pendek-pendek dengan irama yang indah dan mudah diingat.
Saat wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) saat ini, tidak memungkinkan penghafal Al Quran belajar secara tatap muka dengan ustadz di masjid atau di majelis penghafal Al Quran.
Kini banyak aplikasi atau rekaman di Youtube atau media sosial lainnya yang bisa menjadi acuan penghafal agar pengucapan, panjang pendek dan irama dilafazkan dengan benar. Selamat mencoba.
Baca juga: Belajar Al Quran dan hadits lewat aplikasi Aminin
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020
Tags: