Jakarta (ANTARA News) - Ketua Panitia Lokal (LOC) Tour Manchester United (MU) di Jakarta, Agum Gumelar, mengaku tidak kapok dengan insiden batalnya laga klub "Setan Merah" di Jakarta setelah bom meledak di JW Marriott dan hotel yang disiapkan untuk menginap klub itu, Ritz Carlton.

"Kalau merugi sudah pasti, tapi saya tidak kapok," ujar Agum Gumelar di Jakarta, Selasa, setelah mengumumkan mekanisme pengembalian uang pembelian tiket calon penonton laga MU vs Indonesia All Star.

Meski Agum teramat sedih dengan insiden ledakan bom di JW Marriott dan The Ritz Carlton pada Jumat lalu atau hanya sehari menjelang kedatangan para pemain MU, namun ia tampak tegar.

Insiden itu pun memaksa laga MU vs Indonesia All Star yang semula akan digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 20 Juli, dibatalkan oleh MU.

Berbagai upaya telah dilakukan Agum ke Kuala Lumpur pada Minggu (19/7) lalu untuk tetap bisa mendatangkan para pemain MU ke Jakarta, dan minimal bisa menghadirkan Manajer Tim MU, Sir Alex Fergusson, bersama dua pemain untuk memberikan keterangan pers di hadapan para jurnalis Indonesia.

MU berada di Malaysia juga dalam rangka Tour Asia-nya, dan mereka melakukan pertandingan persahabatan pada Sabtu dan Senin lalu.

Dengan didampingi John Merritt dari promotor Pro Events, Agum menceritakan dirinya sempat mendapat pengakuan dari Manajer Eksekutif MU David Gill, Manajer Tim Sir Alex Fergusson serta tiga pemain yakni Edwin Van Der Sar, Wayne Rooney dan Ryan Giggs, bahwa mereka sangat menyesal tak jadi datang ke Jakarta.

"Tapi upaya saya untuk tetap bisa mendatangkan mereka ke Jakarta juga tak membuahkan hasil. Keputusan mereka sudah bulat untuk tidak datang ke Jakarta. Mereka pun menyatakan penyesalan yang mendalam dengan pembatalan itu," ungkap Agum Gumelar.

Dari pengakuan David Gill, lanjutnya, pihak MU akan memprioritaskan Indonesia sebagai negara tujuan utama dalam rangkaian turnya pada musim depan dengan tetap melihat dan mempertimbangkan situasi keamanan.

Mengenai kerugian akibat batalnya laga MU di Jakarta, Agum melihat justru kerugian terbesar adalah menyangkut citra bangsa.

"Sebagai panitia kami akan bertanggungjawab dengan pemulangan uang penonton yang telah membeli tiket. Tapi kerugian terbesar adalah menyangkut citra bangsa. Ini kerugian yang paling besar. Butuh dua sampai tiga tahun untuk memulihkan keadaan ini," paparnya.
(*)