Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatra Selatan (Sumsel) mendesak penyelamatan kawasan hutan rawa gambut terakhir di daerahnya, justru kini telah dikelola sebagai kawasan hutan tanaman industri (HTI) oleh salah satu perusahaan swasta.

Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Anwar Sadat, di Palembang, Senin, mengingatkan bahwa konsesi pengelolaan HTI oleh PT Rimba Hutani Mas (RHM)--kelompok usaha milik Sinar Mas Group--berdasarkan izin usaha dari Menteri Kehutanan sesuai SK Menhut No. 90/Menhut-II/2007 tentang pemberian IUPHHK pada RHM seluas 67.100 hektare.

Areal konsesi itu terletak di tiga blok, yaitu blok 1 di Hutan Produksi Meranti, blok 2 di Hutan Produksi Lalan (Kelompok Hutan Merang), dan blok 3 yang juga terletak di Kelompok Hutan Merang, di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumsel.

"Kami mengkhawatirkan diterbitkan izin usaha bagi PT RHM di wilayah tersebut, akan berdampak secara ekstrem terhadap kelangsungan dan kestabilan ekologi di wilayah ini," kata Sadat lagi.

Apalagi selama beroperasi sejak tahun 2008, RHM dinilai WALHI Sumsel cenderung mengeksploitasi kekayaan hutan alam Sumsel di kawasan itu, padahal hutan yang ada saat ini telah dan terus mengalami penyusutan.

"Berdasarkan penelusuran kami bahwa usaha PT RHM, khususnya di HP Lalan atau Kelompok Hutan Merang itu berada pada kawasan hutan alam yang kondisinya masih sangat baik," ujar dia lagi.

Terdapat banyak jenis vegetasi tumbuh-tumbuhan (pepohonan) yang berada di dalam kawasan ini, selain banyak pula spesies (fauna) yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan tersebut, yang sebagian besar dari fauna itu dilindungi oleh Undang-undang.

Dipertanyakan pula, izin PT RHM juga berada kawasan rawa gambut yang memiliki ketebalan yang sangat dalam, yaitu berkisar 1 ? 6 meter (survei Wetlands International dan SSFFMP).

"Gambut yang berada di dalam kawasan ini merupakan satu-satunya gambut alami yang terluas dan yang masih tersisa di provinsi ini," ujar Sadat lagi.

Perusahaan tersebut, menurut dia, diketahui kini tengah mengajukan pula perluasan usaha kepada Menhut seluas 20 ribu hektare, dan telah disetujui oleh Dinas Kehutanan (Kabupaten Muba dan Sumsel), Bupati Muba dan Gubernur Sumsel.

"Kami memandang, selain semakin meluasnya dampak ekologi yang ditimbulkan, juga akan berdampak bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar kalau izin perluasan itu disetujui," kata dia.

Dia menyebutkan, di dalam dan sekitar kawasan yang menjadi target perluasan PT RHM terdapat sekitar 500 keluarga yang selama ini berdiam diri dan menggantungkan hidup dari kekayaan sumberdaya alam sekitar kawasan tersebut.

Karena itu, WALHI Sumsel bersama sejumlah elemen prolingkungan di daerahnya, mendesak pencabutan izin usaha PT RHM.

Keberadaan perusahaan itu, khususnya yang berada pada lokasi Kelompok Hutan Merang atau di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang Kepayang (HRGMK), dinilai hanya akan merusak lingkungan Sumsel yang saat ini tengah berada pada kondisi yang sangat kritis, sehingga eksploitasi hutan alam oleh PT RHM hanya akan semakin mempercepat laju kepunahan hutan tropis Sumsel.

WALHI Sumsel juga mengingatkan bahwa izin usaha PT RHM yang berada pada wilayah tersebut dinilai bertentangan dengan spirit yang terkandung di dalam PP No 3 Tahun 2008 ayat 3 bahwa Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTI, diutamakan pada kawasan hutan produksi yang tidak produktif.

Izin itu juga dinilai bertentangan dengan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 khususnya pasal 9 dan 10, yang menyebutkan bahwa kawasan bergambut lebih dari tiga meter merupakan kawasan lindung.

Berkaitan sikap itu, beberapa hari lalu, WALHI Sumsel bersama elemen peduli kelestarian gambut dan pelestarian lingkungan daerahnya (SAWA Sumsel, KPMD, KP SHI Sumsel, dan Komunitas Gambut Sumsel

telah menggelar aksi di Dinas Kehutanan Sumsel untuk menolak diterbitkan izin perluasan yang saat ini tengah diajukan oleh PT RHM.

Perluasan izin RHM, dinilai mereka, hanya akan memperparah kerusakan hutan gambut di kawasan tersebut, selain berpotensi mengancam kelangsungan sosial ekonomi masyarakat sekitar.

Belum diperoleh konfirmasi dan tanggapan dari pejabat Dishut Sumsel maupun PT RHM atas sikap kritis WALHI dan sejumlah elemen prolingkungan di Sumsel itu.(*)