Jakarta (ANTARA) - PT Bank Permata Tbk membukukan kinerja stabil dengan pendapatan operasional pada triwulan I-2020 mencapai Rp2,1 triliun atau tumbuh 15,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu, meski saat ini terjadi pandemi COVID-19 yang mempengaruhi kinerja sektor keuangan.

Direktur Utama Bank Permata Ridha DM Wirakusumah dalam pernyataan di Jakarta, Sabtu, mengatakan bank juga memberikan stimulus yang ditetapkan oleh Pemerintah dan Regulator di sektor keuangan, termasuk kelonggaran dan restrukturisasi kredit bagi nasabah yang terdampak di sektor ritel, UMKM, komersial dan korporasi.

"Pada kuartal pertama, kami terus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam kerangka manajemen risiko yang kuat untuk mendukung kebijakan-kebijakan Pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia," katanya.

Ia mengatakan bank telah mencatatkan pendapatan bunga bersih sebesar Rp1,6 triliun atau tumbuh sebesar 15,5 persen, yang sejalan dengan pertumbuhan kredit hingga 5,7 persen, yang sebagian besar berasal dari kontribusi segmen Wholesale Banking.

Untuk menjaga kelangsungan usaha, bank tetap menyalurkan kredit kepada nasabah secara selektif bagi sektor ekonomi yang kritikal untuk mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia dengan terus menerapkan prinsip kehati-hatian dan kerangka manajemen risiko dan tata kelola perusahaan yang kuat.

Pendapatan berbasis biaya juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 15,8 persen, terutama dari transaksi perdagangan valuta asing (valas) di tengah fluktuasi nilai tukar dolar AS terhadap rupiah dan pertumbuhan pendapatan berbasis biaya dari komisi, provisi dan administrasi terkait transaksi perbankan.

Beban operasional hanya mengalami peningkatan yang marjinal sebesar 3,8 persen, sehingga laba operasional sebelum cadangan kerugian penurunan nilai mengalami peningkatan yang sangat memuaskan sebesar 37,4 persen menjadi Rp865 miliar.

Sementara itu, rasio efisiensi Cost to Income (CIR) membaik secara substansial menjadi sebesar 58,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 65,1 persen.

Peningkatan rasio BOPO menjadi 94 persen dari 88 persen di periode yang sama tahun lalu terutama disebabkan karena peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan, sejalan dengan penerapan PSAK 71 yang efektif berlaku di 1 Januari 2020.

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan volatilitas beberapa indikator perekonomian makro, sehingga berdampak pada peningkatan rasio kemungkinan terjadi gagal bayar di masa yang akan datang dan peningkatan cadangan kerugian secara umum.

Selain itu, dengan adanya kebijakan untuk menurunkan tarif Pajak Penghasilan Badan dari 25 persen menjadi 22 persen efektif sejak 31 Maret 2020, maka bank melakukan penyesuaian penurunan aset pajak tangguhan yang berakibat pada peningkatan beban pajak tangguhan sebesar Rp216 miliar.

Dengan mengecualikan dampak COVID-19 terhadap peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai dan dampak penurunan tarif pajak penghasilan badan terhadap penurunan nilai aset pajak tangguhan, laba bersih bank setelah normalisasi mengalami sedikit peningkatan dari Rp377 miliar menjadi Rp378 miliar.

Posisi likuiditas bank tetap kuat di tengah tantangan COVID-19, dengan pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 11,4 persen yang terutama dikontribusikan dari dana murah (giro dan tabungan) sebesar 25,8 persen. Rasio dana murah juga mengalami perbaikan yang signifikan dari tahun lalu 47,4 persen menjadi 53,5 persen.

"Kemampuan dalam mencetak pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga terutama dana murah dan pendapatan operasional di tengah kondisi perekonomian yang sulit, menunjukkan bahwa kami terus memainkan peranan penting dalam mendukung nasabah untuk mengelola operasional bisnis serta kebutuhan likuiditasnya," ujarnya.

Secara umum, rasio likuiditas (LDR) bank tetap terjaga di kisaran 79,9 persen yang menunjukkan pengelolaan penerimaan dan penyaluran dana masyarakat secara optimum.

Struktur pendanaan yang baik juga berdampak positif pada marjin bunga (NIM) yang mengalami peningkatan menjadi 4,6 persen, dari sebelumnya 4 persen di periode yang sama tahun lalu, berlawanan dengan kondisi industri perbankan secara umum yang mengalami penurunan NIM.

Pengelolaan risiko kredit tetap berjalan dengan baik, terlihat dari rasio kredit bermasalah (NPL) gross yang turun ke level 3,2 persen dibandingkan dengan Maret 2019 pada 3,8 persen. NPL coverage ratio terus terjaga baik sebesar 152 persen pada Maret 2020, meningkat dibandingkan Desember 2019 sebesar 133 persen.

Situasi ini sejalan dengan upaya perbaikan kualitas kredit yang dilakukan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit baru serta percepatan penyelesaian kredit bermasalah melalui upaya restrukturisasi dan likuidasi.

Selanjutnya, Common Equity Tier 1 (CET-1) dan rasio kecukupan modal (CAR) terjaga kuat pada di Maret 2020 sebesar 18,4 persen dan 19,6 persen, dibanding 18,3 persen dan 19,9 persen pada periode yang sama tahun lalu, jauh lebih tinggi dari ketentuan regulasi mengenai modal minimum sebesar 12,5 persen.

Rasio permodalan bahkan tetap terjaga kuat setelah memperhitungkan dampak negatif dari penerapan pertama PSAK 71 mengenai penilaian cadangan kerugian instrumen keuangan pada 1 Januari 2020.

Dalam kondisi seperti ini, Ridha menawarkan layanan perbankan digital melalui PermataMobile X dan PermataNet yang dapat menjadi fokus utama dalam memenuhi kebutuhan nasabah dalam melakukan transaksi perbankan ketika terjadi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kami juga mengutamakan pemanfaatan solusi digital sebagai solusi untuk tetap aktif bertransaksi dan tetap di rumah. Kami percaya dengan tetap menerapkan prinsip prudential banking, dapat menjaga stabilitas performa serta tingkat kesehatan bank secara berkelanjutan," ujarnya.

Baca juga: Rapat pemegang saham setujui Bangkok Bank akusisi Permata

Baca juga: OJK katakan akuisisi Bank Permata oleh Bangkok Bank sesuai ketentuan

Baca juga: Analis: Akuisisi Permata oleh Bangkok Bank positif untuk perbankan

Baca juga: Astra jual seluruh saham di Bank Permata ke Bangkok Bank