Jakarta (ANTARA) - Pahatan detail morfologi pada relief Candi Borobudur di Jawa Tengah menunjukkan masyarakat Jawa kuno paham akan pentingnya kekayaan jenis tumbuhan di lingkungannya.

Peneliti Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi LIPI Destario Metusala dalam diskusi daring Seperti Apa Flora yang Tumbuh di Masa Nenek Moyang? Belajar dari Relief Borobudur di Jakarta, Jumat, mengatakan dalam penelitian bersama dengan pengkaji Balai Konservasi Borobudur menemukan 14 spesies tumbuhan yang ditemukan dalam kisah Lalitavistara Sutra dari India juga ada di relief candi abad 8 masehi tersebut.

Baca juga: 63 spesies tumbuhan era Jawa kuno terungkap dari relief Borobudur

Namun, ia mengatakan ditemukan juga tumbuhan asli Indonesia maupun tumbuhan alami yang tumbuh di wilayah tropis dataran rendah sebagai latar kisah dalam relief Borobudur yang mereka teliti.

Pahatan tumbuhan latar dalam relief yang menurut dia, jika memang tidak perlu mengikuti pakem bahwa itu merupakan tumbuhan yang benar-benar harus ada dalam kisah, seharusnya pemahat fleksibel menggambarkannya. Seperti halnya tumbuhan yang dipahat di candi abad 12 masehi Angkor Wat, Kamboja, yang terlihat lebih homogen, sehingga secara teknis tidak rumit membuatnya.

Namun, dari penelitian terhadap 120 panil kisah Lalitavistara dalam relief Borobudur tersebut terlihat bentuk tumbuhan dalam relief tidak monoton tetapi beragam, dibentuk berkesesuaian, misalnya daun sukun dipasangkan benar dengan buah sukun.

Artinya, menurut dia, pemahat butuh keahlian khusus. Pemahat saat itu sadar dengan kondisi sekitarnya.

Baca juga: LIPI bukukan aneka flora di relief Borobudur

Baca juga: Jamu pun tertera di relief Candi Borobudur


“Mereka paham morfologi tumbuhan dan kekayaan hayati penting, sehingga rela membuat keribetan luar biasa saat memahatnya. Mereka tetap ingin ada keragaman tumbuhan itu,” ujar dia.

Arkeolog Balai Konservasi Borobudur Jati Kurniawan mengatakan relief dibuat sebagai hiasan dalam arsitektur dapat dibuat di punden berundak atau bisa juga di pintu gerbang, sehingga relief menjadi penambah estetika dan terkadang memiliki nilai religius atau nilai keagamaan tertentu, seperti teratai, kala, kalpataru.

Menurut dia, pemahatnya tidak bisa menggambarkan flora dengan benar jika belum melihat secara langsung tumbuhan yang akan dipahat di relief.

Sementara itu, kekayaan jenis tumbuhan di masa Jawa kuno sangat beragam, sehingga jika pemahat dibebaskan namun penggambarannya bahkan untuk latar relief saja sangat detil dan tidak asal, maka orang tersebut tentu paham betul tentang jenis-jenis tumbuhan tersebut.