COVID-19 jadi alarm untuk perkuat sistem multilateralisme
8 Mei 2020 20:08 WIB
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan sejumlah duta besar negara sahabat mengikuti seminar daring berjudul “Indonesia’s Foreign Policy in Addressing the Threat of COVID-19” yang diselenggarakan FPCI dari Jakarta, Jumat (8/5/2020). (ANTARA/Yashinta Difa)
Jakarta (ANTARA) - Wabah COVID-19 yang disebabkan oleh virus corona baru menjadi alarm untuk memperkuat sistem multilateralisme, kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
Penyebabnya, virus yang mulai menyebar dari Kota Wuhan di China sejak akhir tahun lalu, tidak mengenal batas negara dan kini telah menginfeksi 3,9 juta orang di seluruh dunia dan mengakibatkan 270 ribu kematian.
“Indonesia percaya bahwa tidak ada negara yang cukup kuat untuk mengatasi (wabah) ini sendiri. Hanya dengan mensinergikan kekuatan dan menjaga kerja sama tetap hidup, kita dapat memenangi pertempuran ini,” kata Retno dalam diskusi publik secara daring yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dari Jakarta, Jumat.
Kedaruratan dan besarnya dampak sosial ekonomi yang disebabkan virus ini menjadi tantangan dalam kerja sama internasional, di tengah langkah-langkah nasional dan proteksionisme yang diberlakukan sejumlah negara untuk menahan laju penyebaran virus.
Dan menjadi tidak mengejutkan, menurut Retno, jika badan-badan PBB termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak cukup mampu untuk merespons pandemi mengingat kemunculannya yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dampaknya yang luar biasa.
“Pandemi ini menjadi alarm untuk melihat kembali struktur (PBB) yang telah kita bangun selama 75 tahun,” kata Retno.
“Tentu saja jika Anda bertanya kepada saya apakah pekerjaan WHO itu sempurna, kita semua tahu itu tidak sempurna, seperti banyak lembaga lain. Tetapi kita harus memperkuat kerja sama untuk membuat WHO lebih baik dan kuat di masa depan,” ia melanjutkan.
Prinsip multilateralisme yang disebut Retno sebagai modal untuk menangani tantangan global seperti pandemi, akan menjamin perlindungan bagi setiap negara, terlepas dari mereka kaya, miskin, kuat, atau kurang kuat.
Prinsip ini pula yang menjadi dasar Indonesia untuk selalu menyuarakan pentingnya memastikan ketersediaan alat kesehatan, obat-obatan, dan vaksin terutama bagi negara berkembang dan least developed countries.
Indonesia, bersama dengan lima negara lain yaitu Ghana, Liechtenstein, Norwegia, Singapura dan Swiss, juga memprakarsai resolusi Majelis Umum PBB tentang solidaritas global untuk memerangi COVID-19 pada April lalu.
Resolusi yang disponsori oleh 188 negara itu merupakan bukti universalitas dukungan dan pentingnya masalah COVID-19.
“Indonesia akan selalu berada di garis depan untuk mendukung multilateralisme,” Menlu Retno menegaskan.
Baca juga: Dunia hadapi corona, Indonesia dukung WHO
Baca juga: Menlu RI dorong mitra ASEM tingkatkan keterhubungan, multilateralisme
Baca juga: Indonesia serukan negara GNB tegakkan prinsip multilateralisme
Penyebabnya, virus yang mulai menyebar dari Kota Wuhan di China sejak akhir tahun lalu, tidak mengenal batas negara dan kini telah menginfeksi 3,9 juta orang di seluruh dunia dan mengakibatkan 270 ribu kematian.
“Indonesia percaya bahwa tidak ada negara yang cukup kuat untuk mengatasi (wabah) ini sendiri. Hanya dengan mensinergikan kekuatan dan menjaga kerja sama tetap hidup, kita dapat memenangi pertempuran ini,” kata Retno dalam diskusi publik secara daring yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dari Jakarta, Jumat.
Kedaruratan dan besarnya dampak sosial ekonomi yang disebabkan virus ini menjadi tantangan dalam kerja sama internasional, di tengah langkah-langkah nasional dan proteksionisme yang diberlakukan sejumlah negara untuk menahan laju penyebaran virus.
Dan menjadi tidak mengejutkan, menurut Retno, jika badan-badan PBB termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak cukup mampu untuk merespons pandemi mengingat kemunculannya yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dampaknya yang luar biasa.
“Pandemi ini menjadi alarm untuk melihat kembali struktur (PBB) yang telah kita bangun selama 75 tahun,” kata Retno.
“Tentu saja jika Anda bertanya kepada saya apakah pekerjaan WHO itu sempurna, kita semua tahu itu tidak sempurna, seperti banyak lembaga lain. Tetapi kita harus memperkuat kerja sama untuk membuat WHO lebih baik dan kuat di masa depan,” ia melanjutkan.
Prinsip multilateralisme yang disebut Retno sebagai modal untuk menangani tantangan global seperti pandemi, akan menjamin perlindungan bagi setiap negara, terlepas dari mereka kaya, miskin, kuat, atau kurang kuat.
Prinsip ini pula yang menjadi dasar Indonesia untuk selalu menyuarakan pentingnya memastikan ketersediaan alat kesehatan, obat-obatan, dan vaksin terutama bagi negara berkembang dan least developed countries.
Indonesia, bersama dengan lima negara lain yaitu Ghana, Liechtenstein, Norwegia, Singapura dan Swiss, juga memprakarsai resolusi Majelis Umum PBB tentang solidaritas global untuk memerangi COVID-19 pada April lalu.
Resolusi yang disponsori oleh 188 negara itu merupakan bukti universalitas dukungan dan pentingnya masalah COVID-19.
“Indonesia akan selalu berada di garis depan untuk mendukung multilateralisme,” Menlu Retno menegaskan.
Baca juga: Dunia hadapi corona, Indonesia dukung WHO
Baca juga: Menlu RI dorong mitra ASEM tingkatkan keterhubungan, multilateralisme
Baca juga: Indonesia serukan negara GNB tegakkan prinsip multilateralisme
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2020
Tags: