Surabaya (ANTARA News) - Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menilai semburan lumpur di kawasan eksplorasi PT Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jatim, terjadi karena perusahaan itu telah meremehkan AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).

"Banyak perusahaan, rumah sakit, dan sebagainya yang meremehkan AMDAL, mereka menganggap AMDAL itu proyek Kementerian LH saja, padahal kalau sudah terjadi seperti lumpur akan tahu sendiri pentingnya AMDAL," katanya di Surabaya, Rabu.

Ia mengemukakan hal itu dalam seminar "Tiga Tahun Lumpur: Proses Belajar Bagi Bangsa dan Pemimpin Bangsa" yang diadakan ITS Surabaya dengan pembicara dari unsur pemerintah, geolog, korban, tokoh masyarakat, mahasiswa, dan sebagainya.

Menurut Rachmat Witoelar, di bawah tanah sepanjang Pulau Jawa banyak rekahan yang diduga kuat potensial sumur minyak dan gas, karena itu AMDAL sangat penting untuk menghindari tindakan melubangi sembarang tempat.

"Tapi, lumpur yang sudah terjadi di Sidoarjo itu tidak akan bisa dihentikan, karena itu solusi untuk mengatasinya juga jangan melawan alam, melainkan justru memanfaatkan apa yang terjadi," katanya.

Ia menegaskan bahwa lumpur itu akan sia-sia bila dilawan dengan struktur sipil (tanggul, bendungan, dan sejenisnya), sebab dia (lumpur) memang tidak akan dapat berhenti.

"Solusinya adalah alirkan saja sesuai dengan topografi tanah, tapi kalau dialirkan ke laut memang akan diprotes masyarakat Madura, karena itu lumpur sebaiknya dialirkan ke sebuah pantai berjarak 15 kilometer yang tidak ada penduduknya," katanya.

Tidak hanya itu, katanya, lumpur yang memiliki kekenyalan tertentu itu sebaiknya disebar dengan radius 7,5 kilometer dari pusat semburan ke arah Surabaya dan 7,5 kilometer ke arah Sidoarjo.

"Hamparan lumpur itu akan menjadi area tambak dan ada pengusaha yang mau membeli tambak itu. Tinggal memberi kompensasi masyarakat yang ada di kawasan itu dan mungkin membutuhkan Rp30 triliun, tapi ada pengusaha yang mau membelinya untuk kepentingan bisnis," katanya.

Dalam kesempatan itu, Menneg LH mengakui pihaknya telah menghentikan puluhan proyek dengan instrumen AMDAL, tapi hal itu bukan dimaksudkan untuk menghalangi, melainkan didasarkan kajian ilmiah untuk menghindari bencana alam seperti lumpur Lapindo.

"Dunia sendiri sekarang mengkampanyekan pertumbuhan hijau, karena perubahan iklim dunia akibat ulah manusia membuat umur bumi tinggal 100 tahun, karena itu negara-negara Barat mau mendanai penanaman miliaran pohon untuk mengatasi `kiamat` alam itu," katanya, memberi ibarat tentang pentingnya AMDAL.
(*)