Sragen (ANTARA News) - Sejumlah wali murid memrotes kebijakan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Tangen, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, mengenai pungutan saat pengambilan laporan hasil belajar siswa.

"Kami memprotes karena tidak ada kesepakatan dengan orang tua mengenai adanya pungutan tersebut," kata seorang wali murid, Marijo, di Sragen, Sabtu.

Pungutan yang berjumlah Rp 35 ribu tersebut, lanjutnya, diumumkan melalui surat edaran yang diberikan oleh pihak sekolah kepada setiap wali murid.

"Dalam surat edaran yang ditandatangani kepala sekolah SMPN 1 Tangen, tertulis wali murid diwajibkan membayar Rp35 ribu untuk mengambil laporan hasil belajar putra-putrinya pada Sabtu (11/7)," katanya.

Pungutan yang menjadi syarat pengambilan laporan tersebut, lanjutnya, dinilai sebagai sesuatu yang memberatkan wali murid.

Kebijakan yang disampaikan awal pekan ini, lanjut Marijo, berlaku bagi siswa-siswa dari Kelas VII hingga kelas IX.

Senada dengan itu, seorang wali murid lainnya, Sumiyati mengatakan, protes tersebut muncul karena tahun-tahun sebelumnya belum pernah diberlakukan pungutan seperti itu.

"Kami tidak mengetahui alasan sekolah dalam melakukan pungutan ini karena kami tidak pernah diikutsertakan dalam rapat yang akhirnya memutuskan kebijakan ini," katanya.

Pada tahun-tahun sebelumnya, lanjutnya, pihak sekolah selalu memberikan pemberitahuan mengenai rencana pungutan-pungutan yang akan diminta kepada wali murid.

"Pungutan yang diminta sekolah tanpa kesepakatan ini menimbulkan kecurigaan kalangan wali murid. Bahkan, pungutan tersebut dilakukan tanpa adanya kuitansi pembayaran," katanya.

Meskipun begitu, menurut Sumiyati, ketika hari pengambilan laporan hasil belajar para wali murid tidak dapat berbuat banyak karena mereka khawatir pihak sekolah akan memblokir laporan tersebut jika mereka tidak membayar pungutan tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua Forum Masyarakat Sragen (Formas), Sri Wahono mengatakan, pihaknya mengecam keras sekolah yang memberlakukan pungutan tersebut.

"Selain memberatkan wali murid, kebijakan itu juga dinilai menyalahi amanat pemerintah yang melarang adanya pungutan bentuk apapun kepada siswa," katanya.

Dia mengatakan, pihaknya menuntut pengembalian uang yang dipungut dari para wali murid tersebut karena menurut pihaknya, operasional sekolah sudah dibantu melalui bantuan operasional sekolah (BOS).

Mengenai kebijakan pungutan tersebut, Kepala SMPN 1 Tangen, Sarpin mengatakan, pihaknya membenarkan adanya pungutan tersebut.

"Pungutan tersebut terpaksa dilakukan karena pihak sekolah terbebani dalam penyediaan dana pendamping sebesar Rp 27juta," katanya.

Menurutnya, dana pendamping yang dimaksudkan adalah 30 persen dari bantuan pengembangan perpustakaan dari pemerintah pusat sebesar Rp 90juta.

"Tanpa pungutan yang kami berlakukan kepada para wali murid, dana dari pemerintah pusat tersebut tidak bisa cair," katanya.

Menurut Sarpin, pungutan tersebut bukan sesuatu yang wajib dan tidak ada pemblokiran laporan hasil belajar siswa jika wali murid tidak membayar pungutan tersebut.
(*)