Jakarta (ANTARA) - Terapi plasma darah atau konvalesen akan lebih diutamakan kepada pasien positif COVID-19 dengan gejala berat, kata dokter spesialis penyakit dalam dr. Robert Sinto Sp PD-KPTI.

"Secara hipotesis sebetulnya kalau bisa kita berikan di awal itu bisa lebih baik. Karena pada waktu awal itu kita bisa memberikannya untuk clearence virus lebih baik," kata anggota Tim Peneliti Plasma Konvalesen Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) itu dalam diskusi online yang diselenggarakan oleh Indonesian Clinical Training and Education Center (ICTEC) dan Bagian Penelitian RSCM-FKUI di Jakarta, Selasa.

Tapi, beberapa uji klinis yang dilakukan sejauh ini dilakukan kepada pasien COVID-19 dengan gejala berat dengan alasan bila diberikan kepada semua pasien positif dalam semua tingkatan gejala maka jumlah plasma tidak akan mencukupi.

Karena alasan tersebut maka terapi plasma darah difokuskan untuk membantu pasien dengan gejala berat untuk membantu pengobatan mereka.

Baca juga: Ahli: Plasma konvaselen hanya digunakan untuk golongan darah yang sama

Baca juga: Bio Farma kembangkan plasma darah untuk penyembuhan COVID-19


Tapi, kata dia, secara teori terapi plasma darah itu bisa dilakukan dalam semua fase dari penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu.

Menurut dokter spesialis hematologi dan onkologi Dr.dr. Lugyanti Sukrisman Sp PD-KHOM karena prinsipnya plasma konvalasen adalah pasif antibodi maka bisa diberikan ketika pasien terpapar.

"Kalau sebagai terapi harus diberikan kepada pasien yang sudah sakit tapi dengan kriteria terukur," kata dia.

Pemilihan pemberian terapi kepada pasien dengan gejala berat karena kebanyakan proses pengobatannya tidak mencukupi dengan terapi standar dan diperlukan tambahan. Jadi, tegas Lugyanti, dalam uji klinis di berbagai negara biasanya terapi plasma darah diberikan bersama dengan terapi standar lain.

Baca juga: RS Inggris uji coba pengobatan plasma darah pasien COVID-19