Jakarta (ANTARA News) - Lembaga swadaya masyarakat yang berkonsentrasi pada pemberantasan korupsi, Indonesia Corruption Watch, menyerahkan draft RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor) versi masyarakat kepada DPR.

"RUU Tipikor versi masyarakat ini merupakan bagian dari strategi untuk mengawal proses penyusunan dan pembahasan RUU yang dilakukan pemerintah dan DPR," kata Emerson Juntho, Wakil Koordinator ICW, di Jakarta, Kamis.

RUU tersebut, tambahnya, sekaligus mendukung percepatan pemberantasan korupsi, penjeraan bagi koruptor dan memperkuat eksistensi KPK dan Pengadilan Tipikor.

"Naskah RUU Tipikor versi pemerintah sedikitnya memiliki 20 persoalan yang justru tidak mendukung agenda pemberantasan korupsi," kata Emerson.

Salah satu persoalan yang dicermati dalam RUU Tipikor versi pemerintah adalah muncul upaya melemahkan dan tidak mengakui eksistensi institusi KPK dan Pengadilan Tipikor.

"Di dalamnya secara tersirat membatasi kewenangan KPK hingga tingkat penyidikan, tidak sampai penuntutan seperti sekarang," katanya.

Pengadilan Tipikor juga tidak "diakui" dalam RUU yang disusun oleh pemerintah.

"Cuma disebutkan `pengadilan` sedangkan dalam RUU Tipikor versi masyarakat disebutkan semua perkara korupsi diadili oleh Pengadilan Khusus Korupsi," kata Emerson yang didampingi Ferdiansyah, peneliti hukum.

Hal lain yang menjadi persoalan adalah ancaman pidana bagi tindakan korupsi.

"Beberapa pasal dalam RUU Tipikor versi pemerintah tidak mencantumkan ancaman pidana minimal. Hal itu berpotensi terjadinya vonis ringan atau percobaan bagi koruptor," kata Emerson.

Isu lain yang dibahas adalah penghapusan pidana yang terdapat pada RUU Versi Pemerintah yang menyatakan korupsi di bawah Rp25 juta dapat tidak dituntut pidana apabila pelaku menyesal dan mengembalikan.

"Ada kompromi bagi koruptor dan potensi disimpangi," katanya.

Anggota Pansus RUU Pengadilan Tipikor, Mutammimul Ula, yang menerima draft tersebut mengatakan berterima kasih atas upaya masyarakat untuk memberantas korupsi.

"Saya juga berharap masyarakat terus mengawal upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. RUU ini substansinya akan didalami secermat mungkin," katanya.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Hukum dan HAM pada akhir Mei 2009 telah menyerahkan RUU Tipikor kepada DPR.

Selain RUU Tipikor, regulasi antikorupsi yang sedang dibahas oleh DPR adalah RUU tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (RUU Pengadilan Korupsi). (*)