Indef minta pemerintah dorong konsumsi lewat perluasan bansos
5 Mei 2020 13:56 WIB
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam usai seminar nasional Indef di Jakarta, Selasa (26/11/2019) ANTARA/Dewa Wiguna.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad meminta pemerintah untuk mendorong konsumsi masyarakat melalui peningkatan anggaran bantuan sosial dan perluasan penerima manfaat.
Hal tersebut harus dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada triwulan I-2020 hanya berada di level 2,97 persen atau terkontraksi 2,41 persen dibandingkan periode sama tahun lalu 5,07 persen.
“Daya beli masyarakat merupakan salah satu faktor pendorong konsumsi dan konsumsi itu kontribusinya sebesar 58 persen terhadap ekonomi,” katanya saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Menurut Tauhid, stimulus jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun yang termasuk untuk pemberian bansos kepada masyarakat dinilai tidak cukup dalam mendorong daya beli.
“Bantuan sosialnya harus diperluas dan nilainya harus ditambah karena Rp110 triliun tidak cukup dan sudah tidak relevan di tengah situasi seperti ini,” ujarnya.
Ia menuturkan penurunan konsumsi dapat dilihat dari tingkat inflasi pada April 2020 yang sebesar 0,08 persen atau sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,10 persen.
“Pada inflasi kita rendah sekali 0,08 persen di tengah bulan puasa artinya betul daya beli kita turun drastis,” ujarnya.
Tauhid menjelaskan penurunan konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya kebijakan PSBB dan pandemi COVID-19 yang menyebabkan pendapatan turun bahkan hilang karena PHK.
“Beberapa kebijakan seperti PSBB kalau dilanjutkan di wilayah lain konsekuensinya growth kita semakin turun karena ini saja baru beberapa provinsi sudah begitu besar dampaknya,” ujarnya.
Terlebih lagi, Tauhid menyatakan tertekannya pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2020 yang jauh dari proyeksi pemerintah sebesar 4,5 persen hingga 4,6 persen juga merupakan sinyal buruk.
“Hati-hati kita akan jatuh ke jurang resesi karena pada triwulan III dan IV kondisinya akan lebih buruk. Proyeksi ke depan menurut saya akan jauh lebih buruk mendekati titik nol,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Tauhid menegaskan pemerintah harus segera meningkatkan anggaran bansos agar daya beli masyarakat tetap terjaga sehingga pertumbuhan ekonomi tidak turun terlalu dalam.
“Ini luar biasa kalau misalnya kita di triwulan I-2020 sudah begini meskipun ada konsumsi juga tidak menolong banyak hal sehingga pemerintah harus gerak cepat mendorong bansos ke masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: Indef: Ekonomi Indonesia berpeluang besar tumbuh positif pascaCOVID-19Baca juga: Ekonom: COVID-19 jadi momentum menaikkan kelas UMKM
Baca juga: COVID-19 selesai Juni, BKPM: Ekonomi bisa pulih di triwulan ketiga
Baca juga: Indef: Ekonomi Indonesia berpeluang besar tumbuh positif pascaCOVID-19
Hal tersebut harus dilakukan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada triwulan I-2020 hanya berada di level 2,97 persen atau terkontraksi 2,41 persen dibandingkan periode sama tahun lalu 5,07 persen.
“Daya beli masyarakat merupakan salah satu faktor pendorong konsumsi dan konsumsi itu kontribusinya sebesar 58 persen terhadap ekonomi,” katanya saat dihubungi Antara di Jakarta, Selasa.
Menurut Tauhid, stimulus jaring pengaman sosial sebesar Rp110 triliun yang termasuk untuk pemberian bansos kepada masyarakat dinilai tidak cukup dalam mendorong daya beli.
“Bantuan sosialnya harus diperluas dan nilainya harus ditambah karena Rp110 triliun tidak cukup dan sudah tidak relevan di tengah situasi seperti ini,” ujarnya.
Ia menuturkan penurunan konsumsi dapat dilihat dari tingkat inflasi pada April 2020 yang sebesar 0,08 persen atau sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,10 persen.
“Pada inflasi kita rendah sekali 0,08 persen di tengah bulan puasa artinya betul daya beli kita turun drastis,” ujarnya.
Tauhid menjelaskan penurunan konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya kebijakan PSBB dan pandemi COVID-19 yang menyebabkan pendapatan turun bahkan hilang karena PHK.
“Beberapa kebijakan seperti PSBB kalau dilanjutkan di wilayah lain konsekuensinya growth kita semakin turun karena ini saja baru beberapa provinsi sudah begitu besar dampaknya,” ujarnya.
Terlebih lagi, Tauhid menyatakan tertekannya pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2020 yang jauh dari proyeksi pemerintah sebesar 4,5 persen hingga 4,6 persen juga merupakan sinyal buruk.
“Hati-hati kita akan jatuh ke jurang resesi karena pada triwulan III dan IV kondisinya akan lebih buruk. Proyeksi ke depan menurut saya akan jauh lebih buruk mendekati titik nol,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Tauhid menegaskan pemerintah harus segera meningkatkan anggaran bansos agar daya beli masyarakat tetap terjaga sehingga pertumbuhan ekonomi tidak turun terlalu dalam.
“Ini luar biasa kalau misalnya kita di triwulan I-2020 sudah begini meskipun ada konsumsi juga tidak menolong banyak hal sehingga pemerintah harus gerak cepat mendorong bansos ke masyarakat,” tegasnya.
Baca juga: Indef: Ekonomi Indonesia berpeluang besar tumbuh positif pascaCOVID-19Baca juga: Ekonom: COVID-19 jadi momentum menaikkan kelas UMKM
Baca juga: COVID-19 selesai Juni, BKPM: Ekonomi bisa pulih di triwulan ketiga
Baca juga: Indef: Ekonomi Indonesia berpeluang besar tumbuh positif pascaCOVID-19
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: