London (ANTARA) - Sejumlah penelitian di Inggris membuktikan bahwa sebagian besar orang yang mengidap COVID-19 mengembangkan antibodi, kata wakil kepala medis Inggris, Jonathan Van-Tam pada Senin, namun terlalu cepat untuk mengatakan antibodi itu memberi kekebalan pada mereka.
"Mayoritas orang sejauh ini menelepon kembali yang terinfeksi COVID-19, yang telah mendapat antibodi di dalam aliran darah mereka," kata Van-Tam saat konferensi pers harian.
"Secara umum tanda tersebut adalah orang itu mendapat antibodi. Pertanyaan selanjutnya yaitu, apakah antibodi itu melindungi anda dari infeksi lebih lanjut. Dan kita belum memiliki penyakit ini ... cukup lama untuk mengetahui jawaban pastinya."
Menteri Kesehatan Matt Hancock menambahkan bahwa pemerintah bersama perusahaan farmasi Swiss, Roche, sedang membahas uji coba antibodi.
Kesanggupan antibodi dalam darah sampai saat ini menjadi subjek penelitian di banyak negara. Di Amerika Serikat, otoritas kesehatan negara bagian melakukan tes antibodi pada warganya. Beberapa temuan dari tes itu memperlihatkan bahwa di negara bagian New York, warganya yang memiliki antibodi terhadap virus corona mencapai angka 14 persen.
Namun India termasuk yang mempertanyakan efektivitas antibodi dalam melawan corona sehingga otoritas kesehatan di negara itu menyatakan menunda implementasi tes antibodi pada warganya.
Sumber: Reuters
Baca juga: Madonna pergi ke pesta setelah klaim punya antibodi corona
Baca juga: Laboratorium Amerika mulai uji antibodi COVID-19
Baca juga: WHO tak yakin antibodi beri perlindungan lawan infeksi ulang corona
Riset: Mayoritas pasien corona miliki antibodi tapi belum pasti kebal
5 Mei 2020 10:05 WIB
Gambar netralisasi SARS-CoV-2 ((Dok. LIPI))
Penerjemah: Asri Mayang Sari
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: