Pengunggah status provokatif atas imbauan COVID-19 dijerat UU ITE
4 Mei 2020 19:49 WIB
Petugas memeriksa pengunggah status bernada provokatif menanggapi imbauan pemerintah dalam upaya pencegahan pandemi COVID-19, berinisial HC (kiri), di ruang penyidik kepolisian Satreskrim Polres Lombok Barat, NTB, Sabtu (2/5/2020). (ANTARA/HO Humas Polres Lombok Barat)
Mataram (ANTARA) - Pengunggah status media sosial facebook yang bernada provokatif dalam menanggapi imbauan pemerintah dalam upaya pencegahan pandemi COVID-19 kini dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kasat Reskrim Polres Lombok Barat AKP Dhafid Shiddiq dalam siaran persnya diterima di Mataram, Senin, menyampaikan unggahan status bernada provokatif tersebut berkaitan dengan aturan pemerintah yang meniadakan pelaksanaan Shalat Jumat dan Tarawih berjamaah.
"Status bernada provokatif itu diunggahnya karena tidak setuju dengan imbauan pemerintah terkait ditiadakannya Shalat Jumat dan Shalat Taraweh secara berjamaah," kata Dhafid Shiddiq.
Baca juga: Hati-hati di internet, Kominfo punya regulasi jerat perundung siber
Pengunggah berinisial HC (31), asal Gerung, Kabupaten Lombok Barat mengaku kepada penyidik kepolisian bahwa dirinya secara sadar mengunggah status yang dapat menjadi ancaman gangguan keamanan masyarakat tersebut.
Dalam unggahan statusnya yang turut membagikan unggahan status facebook milik "KUNYIT KUNING", HC menambahkan kalimat "wahai saudara2 mari kita laksanakan untuk bersama berjihad melaksanakan sholat jumat di masjid tempat masing2, umat islam se pulau Lombok bangkitlah pulau seribu masjid. Bengkel sudah bergerak dan kami siap mati membela islam,".
"Tapi karena ada orang yang memberikan komentar untuk segera dihapus 'unggahan status facebook' dan langsung postingan tersebut dihapus oleh yang bersangkutan," ujarnya.
Karena itu, pada saat menjalani pemeriksaan Sabtu (2/5) pagi di Mapolres Lombok Barat, HC mengakui perbuatannya dan menyesal telah membuat status tersebut melalui akun facebook pribadinya.
Dengan menyesali perbuatannya, HC di hadapan kepolisian membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar hukum tersebut.
"Dia membuat surat pernyataan itu secara sadar dan tidak ada paksaan," ujarnya pula.
Meskipun demikian, HC yang dikenakan wajib lapor dua kali dalam sepekan, tetap disangkakan pidana Pasal 28 ayat (2) dan atau Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca juga: ICJR: UU ITE tidak dapat jerat ajakan golput
Kasat Reskrim Polres Lombok Barat AKP Dhafid Shiddiq dalam siaran persnya diterima di Mataram, Senin, menyampaikan unggahan status bernada provokatif tersebut berkaitan dengan aturan pemerintah yang meniadakan pelaksanaan Shalat Jumat dan Tarawih berjamaah.
"Status bernada provokatif itu diunggahnya karena tidak setuju dengan imbauan pemerintah terkait ditiadakannya Shalat Jumat dan Shalat Taraweh secara berjamaah," kata Dhafid Shiddiq.
Baca juga: Hati-hati di internet, Kominfo punya regulasi jerat perundung siber
Pengunggah berinisial HC (31), asal Gerung, Kabupaten Lombok Barat mengaku kepada penyidik kepolisian bahwa dirinya secara sadar mengunggah status yang dapat menjadi ancaman gangguan keamanan masyarakat tersebut.
Dalam unggahan statusnya yang turut membagikan unggahan status facebook milik "KUNYIT KUNING", HC menambahkan kalimat "wahai saudara2 mari kita laksanakan untuk bersama berjihad melaksanakan sholat jumat di masjid tempat masing2, umat islam se pulau Lombok bangkitlah pulau seribu masjid. Bengkel sudah bergerak dan kami siap mati membela islam,".
"Tapi karena ada orang yang memberikan komentar untuk segera dihapus 'unggahan status facebook' dan langsung postingan tersebut dihapus oleh yang bersangkutan," ujarnya.
Karena itu, pada saat menjalani pemeriksaan Sabtu (2/5) pagi di Mapolres Lombok Barat, HC mengakui perbuatannya dan menyesal telah membuat status tersebut melalui akun facebook pribadinya.
Dengan menyesali perbuatannya, HC di hadapan kepolisian membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar hukum tersebut.
"Dia membuat surat pernyataan itu secara sadar dan tidak ada paksaan," ujarnya pula.
Meskipun demikian, HC yang dikenakan wajib lapor dua kali dalam sepekan, tetap disangkakan pidana Pasal 28 ayat (2) dan atau Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Baca juga: ICJR: UU ITE tidak dapat jerat ajakan golput
Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020
Tags: