Jakarta (ANTARA) - Di tengah wabah virus corona saat ini prioritas anggaran menjadi hal yang sangat penting.

Pemerintah pusat dan daerah harus ekstra hati-hati dalam penyusunannya agar semua sektor terdampak mendapatkan alokasi yang proporsional.

Seperti di Provinsi DKI Jakarta saat awal wabah COVID-19 merebak, pemerintah setempat membutuhkan waktu untuk memindahkan pos-pos anggaran yang sudah diketok palu ke sektor lebih prioritas. Dalam hal ini pelayanan kesehatan.

Virus asal Wuhan (China) ini memang tidak ada yang menyangka akan sampai juga ke Indonesia bahkan menyerang terlebih dulu ke ibu kota negara. "Musuh" yang tidak terlihat penularannya kini mulai merebak ke daerah-daerah, membuat sejumlah kepala daerah juga mulai memodifikasi anggarannya.

Soal memindahkan anggaran ini memang tidak mudah karena ada regulasinya, melanggar konsekuensinya bisa masuk penjara. Sementara di tengah wabah COVID-19, pemerintah pusat dan daerah dituntut mengeluarkan kebijakan serba cepat terutama pengadaan alat-alat kesehatan.

Pemerintah dengan dukungan DPR RI bertindak cepat dengan menyiapkan Perppu untuk kebijakan penganggaran selama wabah COVID-19.

Perkembangan per 3 Mei 2020 pasien positif COVID-19 di Indonesia 11.192 orang, sedangkan di Jakarta 4.463. Kondisi demikian tentunya menuntut tersedianya peralatan kesehatan.

Sebagai contoh ventilator karena terkait dengan nyawa manusia maka pengadaan alat ini menjadi prioritas.

Baca juga: Kadin: Hari Buruh momen persiapkan lapangan kerja pasca-COVID-19
Baca juga: Legislator sarankan Kadin miliki skema penyelamatan UMKM
Paramedis mempersiapkan ruang isolasi bertekanan negatif khusus pasien COVID-19 di Ciputra Hospital Citra Garden City, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Ciputra Group melalui Ciputra Hospital Citra Garden City Jakarta dan Ciputra Hospital Citra Raya Tangerang mulai Jumat (1/4/2020) mengoperasikan ruang isolasi berkapasitas 210 tempat tidur untuk menangani pasien COVID-19 sebagai bentuk aksi Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat dan dukungan kepada pemerintah dalam melawan COVID-19. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/aww.
Prioritas Penyelamatan
Menarik untuk disimak diskusi video konferensi yang diselenggarakan Pangudi Luhur Alumni Club (PLAC) bertajuk "Indonesia Bangkit Dari Corona". Diskusi menghadirkan sejumlah tokoh dengan moderator Koko Dillon, alumni 1998.

Salah satu narasumbernya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Dia mengatakan pemerintah sudah menyiapkan sejumlah skenario apabila wabah ini belum juga berhasil ditekan, termasuk untuk menyelamatkan perekonomian.

Prioritas pemerintah saat ini adalah memperbesar alokasi anggaran untuk kesehatan masyarakat mengingat wabah ini tidak dapat dianggap remeh. Penularannya sangat cepat, tidak saja di Indonesia tetapi juga dunia.

Pemerintah sudah mengalokasikan Rp405,1 triliun dari APBN untuk tiga prioritas. Yakni Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 untuk jaring pengaman sosial dan Rp150 triliun untuk pemulihan ekonomi.

Belanja kesehatan sangat penting mengingat wabah ini tidak terlihat maka Indonesia masih membutuhkan alat tes (test kit) lebih banyak lagi. Indonesia masih menempati posisi kedua terendah di negara ASEAN padahal jumlah penduduknya terbanyak.
Tes cepat merupakan upaya mempercepat penanganan wabah. (HO Siloam)

Belanja kesehatan ini juga untuk pengadaan alat pelindung diri, pengadaan ventilator (alat bantu pernafasan), termasuk meningkatkan layanan rumah sakit umum (upgrade) menjadi rumah sakit penanganan COVID-19.

Wabah ini, menurut Suahasil, juga membuat penghasilan masyarakat tidak hanya turun tetapi juga hilang. Maka pemerintah telah mengalokasikan anggaran dalam jumlah yang besar, tidak hanya sebagai jaring pengaman tetapi juga untuk menghapus subsidi listrik untuk kelompok pengguna 450 VA dan diskon 50 persen untuk pengguna 900 VA.

Anggaran tersebut termasuk pengadaan sembako bagi warga yang kehilangan penghasilannya akibat banyaknya tempat usaha seperti warung dan toko yang harus tutup selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Di DKI Jakarta tercatat sebanyak 1,2 juta pekerja kehilangan penghasilan karena perusahaannya tutup. Kalau memang data tersedia maka tengah dicarikan solusi untuk mendapatkan dana dalam bentuk tunai melalui proses transfer.

Cara lain menggunakan Kartu Prakerja, pekerja akan mendapat Rp600 ribu untuk mengikuti pelatihan selama empat bulan, ditambah biaya mengikuti pelatihan yang sedang dipikirkan besarannya.

Sedangkan untuk sektor ekonomi, target dari pemerintah agar krisis ekonomi yang terjadi saat ini akibat banyaknya perusahaan yang tidak dapat beroperasi tidak berlanjut menjadi krisis keuangan.

Banyaknya perusahaan yang tidak mampu membayar kewajiban kepada bank berpotensi membuat krisis ekonomi yang terjadi saat ini menjadi krisis keuangan. Untuk itu alokasi anggaran juga diperuntukkan bagi program restrukturisasi, penundaan cicilan dan relaksasi setidaknya sampai wabah berakhir.

Secara fundamental ekonomi Indonesia sebenarnya sangat kuat, data Januari sampai Maret 2020 ekonomi tumbuh empat persen dengan inflasi rendah tiga persen, tetapi pertumbuhan ekonomi bakal terkoreksi dengan wabah ini.

Mengingat wabah COVID-19 ini belum jelas kapan akan berakhir, maka harus ada sejumlah asumsi agar membuat APBN lebih fleksibel termasuk mengantisipasi kemungkinan ekonomi bakal tumbuh hanya dua persen tahun 2020.

Baca juga: Kadin harap keberlanjutan industri properti jadi perhatian pemerintah
Baca juga: Ketua DPD RI temukan relaksasi kredit belum dirasakan masyarakat


Besar dan cepat
Ketua Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani berharap adanya kepastian dalam penanganan wabah ini, termasuk kebijakan terhadap sektor usaha.

Menurut Rosan, pengusaha beserta asosiasi mendukung upaya penyediaan anggaran yang besar dan cepat untuk penanganan COVID-19, saat ini Indonesia tengah berpacu dengan waktu.

Anggaran besar ini dibutuhkan untuk layanan kesehatan, jaring pengaman sosial juga untuk pemulihan ekonomi.

Berdasarkan laporan asosiasi kepada Kadin Indonesia yang menjadi anggotanya, sektor pariwisata yang paling terdampak dari wabah ini adalah hotel dan restoran. Bahkan sudah ada waralaba yang sebelum wabah punya 700 cabang, kini terpaksa menutup 300 cabangnya.

Sektor penerbangan dan angkutan bus merupakan sektor yang paling berat akibat terdampak wabah sampai dengan 70 persen. Selanjutnya sepatu dan alas kaki, real estate, elektronik, makanan minuman, otomotif, bahkan farmasi juga terdampak.

Sektor farmasi yang seharusnya mampu bertahan ternyata ikut terdampak. Hal ini karena hampir 90 persen bahan baku produk obat di Indonesia masih impor, sementara harga bahan baku juga semakin mahal karena negara-negara lain juga membutuhkan bahan baku tersebut.

Rosan mengatakan saat ini hanya sektor sektor teknologi dan informasi termasuk dalam hal ini penyedia platform e-commerce serta industri rokok yang tidak terdampak wabah.

Rosan mengatakan banyak cara untuk mendapatkan sumber dana APBN selain pinjaman luar negeri juga dengan menerbitkan surat utang negara kepada Bank Indonesia (BI). Dana itu nantinya digunakan perbankan untuk merestrukturisasi perusahaan yang mengalami kesulitan membayar cicilan kredit.

Kekhawatiran terjadinya lonjakan inflasi juga tidak bakal terjadi. Praktis saat ini pembelian masyarakat lebih ke sektor pangan bukan barang-barang dengan harga tinggi.

Rosan berharap pemerintah sudah menyiapkan skenario jangka panjang dalam penanganan wabah corona mengingat sejumlah negara sudah melakukan hal yang sama. Setidaknya dari hasil tes sudah ada gambaran dapat diketahui kapan wabah ini berakhir.

Rosan juga berkeinginan program restrukturisasi dan relaksasi yang akan dijalankan tetap harus mengedepankan moral hazard dan transparan untuk menghindarkan penyalahgunaan.

Menurut dia sektor yang harus segera diperkuat menghadapi wabah seperti ini adalah sektor pertanian dan peternakan.

Ketika kebijakan bekerja dari rumah, sekolah dari rumah serta semua aktivitas di rumah maka sektor pangan harus diperkuat. Pemerintah harus menjaga sektor ini agar tetap berjalan dan terdistribusi dengan baik.

Saat ini hampir semua negara tengah memperkuat sektor pangan.

Akhirnya untuk mewujudkan penganggaran memerangi wabah COVID-19 dibutuhkan kebijakan politik yang dapat diterima semua lapisan masyarakat.