Pekanbaru (ANTARA News) - Menteri Kehutanan MS Kaban mensosialisasikan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil - Bukit Batu (GSK-BB) di Provinsi Riau, yang telah diakui sebagai salah satu kawasan konservasi dunia oleh UNESCO pada Mei 2009.

"Cagar biosfer ini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Riau, tapi juga seluruh Indonesia, karena menjadi kawasan konservasi milik dunia yang bernilai tinggi," kata Kaban pada sosialisasi Cagar Biosfer GSK-BB di Pekanbaru, Rabu.

Menurut Kaban, diterimanya Cagar Biosfer GSK-BB menjadi sangat penting dan berharga bagi Indonesia karena menambah satu lagi cagar biosfer setelah terakhir kali sejak 28 tahun lalu.

Indonesia yang memiliki wilayah yang luas dan keanekaragaman hayati yang begitu besar baru memiliki enam cagar biosfer, dua cagar biosfer terakhir yaitu Gunung Leuser dan Pulau SIberut ditetapkan pada tahun 1981.

Cagar biosfer tersebut diakui sebagai konservasi dunia dalam sidang 21st Session of the International Co-ordinating Coincil of the Man and the Biosphere Programme (MAB/ICC)-UNESCO di Jeju, Korea Selatan, pada 26 Mei 2009. Kawasan ini merupakan salah satu dari 22 lokasi yang diusulkan 17 negara di dunia yang diterima oleh sidang MAB/ICC.

Ia menjelaskan, bahwa Cagar Biosfer GSK-BB memiliki kelebihan tersendiri karena berada di lahan gambut sebagai penyimpan karbon dan diinisiasi oleh sektor industri, yakni perusahaan kehutanan Sinar Mas Grup.

Perusahaan bubur kertas itu mengalokasikan areal hutan produksi seluas 72.255 hektare (ha) untuk kawasan konservasi, yang kini menjadi koridor ekologi yang menggabungkan dua Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil (84.967 ha) dan Bukit Batu (21.500 Ha).

Dengan begitu, total luas areal inti Cagar Biosfer GSK-BB menjadi 178.722 ha. Kawasan cagar biosfer itu sendiri terletak di dua daerah di Riau, yakni di Kabupaten Bengkalis dan Siak.

Kaban juga berharap agar keberadaan cagar biosfer tersebut dapat membantu kelestarian dua kawasan suaka margasatwa yang ada di dalamnya, dengan mendorong keseriusan dan komitmen dari pihak perusahaan.

Ia mengusulkan agar segera dibentuk sebuah forum yang terdiri dari semua stakeholders untuk pengelolaan cagar biosfer tersebut. Kaban mengakui bahwa kawasan tersebut juga mengalami ancaman serius dari perambahan dan pembalakan liar.

"Perusahaan HTI harus bekerja paling keras untuk menjaga kelestarian lingkungan karena memiliki dana yang besar. Perusahaan kehutanan harus membantu mengangkat image Riau dan bersama pemerintah membalikan opini negatif tentang deforestasi, kerusakan keanekaragaman hayati dan kebakaran yang mengakibatkan kabut asap," katanya.

Ketua MAB-UNESCO untuk Indonesia yang juga Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, Prof. Dr. Endang Sukara, mengatakan hasil studi LIPI di kawasan itu telah mengidentifikasi sedikitnya 159 jenis burung, 10 jenis mamalia, 13 jenis ikan, dan 8 jenis reptil. LIPI juga mencatat sebanyak 52 jenis tumbuhan yang berstatus langka dan dilindungi terdapat di kawasan itu.

"Cagar biosfer ini selain menjadi kawasan konservasi, juga memiliki banyak potensi sebagai tempat pengembangan riset teknologi, ekomomi rakyat, dan pariwisata," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Rahman Sidik mengatakan mendukung Cagar Biosfer GSK-BB untuk menghadapi berbagai permasalahan di kedua suaka margasatwa yang ada di dalamnya.

"Kami memerlukan kerjasama dengan berbagai pihak, khususnya sektor swasta yang berada di sekitar kawasan konservasi tersebut," ujarnya.

Rahman menambahkan, rambu-rambu untuk kerjasama tersebut telah ada seperti tertungan dalam Permenhut No P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
(*)