Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periodik untuk tahun pelaporan 2019 per1 Mei 2020 mencapai 92,81 persen.

Sebelumnya, sesuai Surat Edaran (SE_ KPK Nomor 100 Tahun 2020, KPK memperpanjang masa penyampaian LHKPN periodik untuk tahun pelaporan 2019 dari semula 31 Maret 2020 menjadi 30 April 2020.

Baca juga: KPK catat tingkat kepatuhan LHKPN nasional 71,47 persen

Baca juga: KPK catat kepatuhan penyampaian LHKPN nasional 87,21 persen

Baca juga: KPK tegaskan tak perpanjang batas waktu penyampaian LHKPN


"Sesuai batas waktu tersebut, KPK mencatat tingkat kepatuhan LHKPN nasional untuk bidang eksekutif 92,36 persen. Dari total 294.560 wajib lapor sebanyak 272.055 wajib lapor telah melapor dan sisanya 22.505 belum menyampaikan laporannya," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.

KPK mencatat di bidang yudikatif tingkat kepatuhan LHKPN sebesar 98,62%. Dari total 18.885 wajib lapor, sebanyak 18.624 wajib lapor telah melapor dan sisanya 261 belum lapor.

Kemudian di bidang legislatif tingkat kepatuhan LHKPN 89,39 persen. Dari total 20.271 wajib lapor, sebanyak 18.120 wajib lapor telah lapor dan sisanya 2.151 belum lapor.

"Sedangkan BUMN/D tingkat kepatuhan LHKPN sebesar 95,78 persen. Dari total 30.642 wajib lapor, sebanyak 29.350 wajib telah melapor dan sisanya masih ada 1.292 wajib lapor yang belum melaporkan kekayaannya," ungkap Ipi.

KPK juga mencatat per 1 Mei 2020 terdapat 704 instansi dari total 1.396 instansi di Indonesia atau sekitar 50 persen instansi yang telah memenuhi kepatuhan LHKPN sebesar 100 persen.

Pada bidang eksekutif di tingkat pemerintah pusat, kata Ipi, dari 51 pejabat setingkat menteri dan wakil menteri pada Kabinet Indonesia Maju tercatat satu penyelenggara negara yang merupakan wajib lapor periodik belum memenuhi kewajiban LHKPN.

"Demikian juga dengan satu penyelenggara negara yang merupakan wajib lapor khusus di Wantimpres belum menyampaikan laporannya. Sedangkan, untuk 21 staf khusus Presiden dan Wakil Presiden tercatat telah memenuhi kewajiban lapor 100 persen," tuturnya.

Sementara pada tingkat pemerintah daerah, KPK mencatat dari total 965 kepala daerah meliputi gubernur, bupati/wali kota dan wakil terdapat 25 kepala daerah yang belum menyampaikan laporan kekayaannya.

"KPK juga mencatat 10 wajib lapor yang terdiri atas ketua dan wakil ketua MPR RI telah menyampaikan laporan kekayaannya 100 persen," ujar Ipi.

Sementara, dari 575 wajib lapor pada lembaga DPR RI sebanyak 406 wajib lapor atau sekitar 70 persen telah melapor dan sisanya masih terdapat 169 wajib lapor yang belum melapor kekayaannya.

"Sedangkan, untuk DPD RI tercatat kepatuhan LHKPN 96 persen. Dari 136 wajib lapor pada DPD RI masih terdapat lima wajib lapor yang belum menyampaikan laporannya dan sebanyak 131 sudah melaporkan kekayaannya," kata dia.

KPK pun mengimbau kepada penyelenggara negara baik di bidang eksekutif, yudikatif, legislatif maupun BUMN/D yang belum menyampaikan laporan kekayaannya agar tetap dapat memenuhi kewajiban LHKPN.

"Sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi, KPK meminta penyelenggara negara untuk mengisi LHKPN-nya secara jujur, benar, dan lengkap," kata Ipi.

KPK, kata dia, juga tetap menerima LHKPN yang disampaikan setelah batas waktu, namun dengan status pelaporan "Terlambat Lapor".

Melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara sesuai ketentuan Pasal 5 ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Undang-Undang mewajibkan penyelenggara negara bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. Selain itu, penyelenggara negara juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.

KPK sesuai dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, berwenang untuk melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.