Jakarta (ANTARA News) - Perangkat telekomunikasi rilisan Research in Motion (RIM), Blackberry terancam tidak lagi bisa diimpor masuk ke Indonesia setelah Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) menyatakan dalam beberapa pekan ke depan akan secara total menghentikan pengajuan permohonan sertifikat Blackberry yang merupakan syarat untuk bisa masuk ke pasar Indonesia.

"Prosedur yang ditempuh Departemen Kominfo dalam beberapa minggu ke depan akan total menghentikan pengajuan permohonan sertifikat BlackBerry. Ini sudah dilakukan secara transparan, terus berkelanjutan, profesional, dan adil," kata Kepala Pusat Indormasi dan Humas Departemen Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, di Jakarta, Minggu.

Ia mengatakan telah memenuhi permintaan RIM yang ingin melakukan "feasibility study" terkait bentuk kantor yang akan di buka di Indonesia (aftersales office, representatif office, atau bentuk lain).

Pihaknya juga telah memenuhi permintaan RIM agar agar Departemen Kominfo melakukan penertiban terhadap produk BlackBerry ilegal .

Gatot menyatakan sejauh ini Departemen Kominfo bersama Ditjen Bea Cukai, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, dan aparat kepolisian telah dan terus melakukan upaya penertiban terhadap segala perangkat telekomunikasi dan tidak semata-mata hanya perangkat BlackBerry.

"Namun demikian pada sisi lain, Departemen Kominfo telah mengambil sejumlah langkah secara prosedural sebelum rencana pelaksanaan penghentian total pemberian sertifikat BlackBerry dalam waktu dekat ini jika RIM tidak memenuhi permintaan Departemen Kominfo," katanya.

Sejumlah langkah yang telah dilakukan di antaranya mengundang Kedutaan Kanada dan RIM untuk duduk bersama melakukan pembahasan bersama Departemen Kominfo pada tanggal 15 Juni 2009. Pihaknya juga mengundang beberapa penyelenggara telekomunikasi (PT Telkomsel, PT Excelcomindo Pratama, dan PT Indosat), Departemen Perdagangan, dan Departemen Keuangan (dalam hal ini Ditjen Bea Cukai) untuk mengkonsolidasikan sikap pihak Indonesia pada tanggal 22 Juni 2009.

"Penyelenggara telekomunikasi dan instansi pemerintah lainnya tersebut mendukung rencana kebijakan Departemen Kominfo," katanya.

Gatot menambahkan, pihaknya juga telah mengundang Asosiasi Importir dan Pedagang Telepon Genggam (ASPITEG) yang sejumlah anggotanya mengimpor BlackBerry.

"Para importir dan pedagang tersebut mendukung rencana kebijakan Departemen Kominfo. Kesempatan tersebut juga digunakan Departemen Kominfo untuk menyampaikan informasi awal bahwa Departemen Kominfo sedang mempersiapkan surat edaran yang akan diedarkan ke berbagai pihak terkait tentang rencana penghentian total pemberian sertifikat BlackBerry secara total," katanya.

Ia menekankan, dengan upaya-upaya itu pada dasarnya Depkominfo sudah melakukan berbagai tindakan secara sangat hati-hati dan sudah mempetimbangkan hubungan ekonomi dan perdagangan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kanada yang selama ini sudah terjalin sangat kooperatif dan bahkan membawa manfaat.

"Bahkan ketika asosiasi tersebut menghendaki agar sejumlah anggotanya diakui keahliannya dalam melakukan layanan purna jual sendiri, Departemen Kominfo tidak otomatis menyetujuinya dengan alasan karena juga harus menghargai tingkat keahlian dan standard kelayakan layanan purna jual yang ditetapkan oleh RIM," katanya.

Menurut Gatot, bagaimanapun juga RIM berhak untuk menetapkan stantard minimal keahliannya. Hal itu, katanya, perlu dijelaskan agar tidak timbul kesan Departemen Kominfo hanya sepihak dalam menetapkan rencana kebijakannya, karena RIM pun juga diberi hak dan kewenangannya.

"Hanya saja, sekali lagi, kepastian pendirian service centre tidak boleh terlalu lama. Untuk mendirikan service centre secara fisikal memang butuh waktu, tetapi yang penting kepastiannya dulu secara legal formal. Dan di samping itu formatnya juga bisa mengambil bentuk yang beragam, termasuk di antaranya bermitra dengan pihak lokal mengingat kemampuan SDM cukup banyak yang memenuhi kualifikasi dengan tinggal menyesuaikan pada standar kualifikasi RIM," demikian Gatot S. Dewa Broto.(*)