Jakarta (ANTARA News) - Tanpa diduga, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan melakukan audit terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama ini, KPK belum pernah diaudit oleh BPKP. Situasi ini berubah menjadi polemik setelah isu politik ikut campur.

Ketua BPKP Didi Widayadi mengatakan, BPKP akan mengaudit penggunaan keuangan negara yang digunakan untuk membiayai segala kegiatan KPK.

BPKP meminta bantuan tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Departemen Komunikasi dan Informatika untuk mengaudit teknologi dan peralatan teknik KPK, termasuk alat sadap.

Didi Widayadi mengakui audit terhadap KPK terkait langsung dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang keberadaan KPK sebagai superbody atau lembaga yang sangat kuat.

"Iya, ada perintah langsung (presiden), tapi perintah langsung pimpinan tidak harus selalu tertulis, tapi kita bisa isyaratkan early warning," kata Didi.

Inisiatif BPKP itu hanya berselang sehari dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang KPK.

Presiden mengatakan, kekuasaan yang terlalu kuat sangat membahayakan. Yudhoyono menilai, KPK sudah menjadi power holder yang luar biasa, kekuasannya sudah terlalu besar.

"Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must not go uncheck. KPK ini sudah power holder yang luar biasa. Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. Hati-hati," kata Yudhoyono ketika mengunjungi redaksi Kompas dan kemudian diberitakan oleh harian tersebut.

Yudhoyono menginginkan semua pihak yang terlibat dalam upaya pemberantasan korupsi harus benar-benar bersih.

"Kalau ada kesalahan di KPK, apalagi terkait korupsi, yang malu bukan hanya KPK, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Bagi saya tak ada yang kebal hukum di negeri ini," katanya menambahkan.

Sistematis

Kamis, 25 Juni 2009, pagi hari, gedung KPK nampak seperti biasa. Sejumlah karyawan institusi pembasmi tindak pidana korupsi itu bekerja seperti biasa.

Satu-satunya hal yang tidak biasa adalah keberadaan sejumlah orang dengan pakaian rapi. Mereka bukan pegawai KPK. Beberapa dari mereka berdasi, sedangkan yang lain mengenakan safari sambil membawa alat komunikasi radio.

Salah satu dari pria berdasi menghampiri kerumunan wartawan yang sedang duduk di lantai halaman gedung KPK. Tanpa memperkenalkan diri, pria itu berkata,"Dari media mana saja ini?". Sesaat kemudian, dia menyebutkan sejumlah nama media massa, laksana guru yang sedang membacakan daftar hadir murid.

Rasa penasaran akhirnya mendorong para wartawan untuk menanyakan maksud dan tujuan si pria. Sambil jongkok perlahan, pria itu berbisik dengan nada lirih, "BPKP sebentar lagi akan mengaudit KPK," katanya.

"Selama ini kan KPK ga pernah diaudit," kata pria itu, masih dengan nada lirih, seakan tidak ingin ucapan tersebut terdengar orang lain di sekitarnya.

Pria tersebut tidak berbohong. Sesaat setelah sejumlah orang dengan alat komunikasi berlarian kesana-kemari, mobil sedan hitam melesat dan berhenti tepat di depan gedung KPK. Kepala BPKP, Didi Widayadi keluar dari mobil tersebut.

Setelah disambut oleh Deputi Penindakan KPK, Ade Rahardja, Didi langsung memasuki gedung KPK. Semua nampak sistematis dan teratur dengan baik, sehinggga Didi bisa melangkah nyaman dengan perlindungan sejumlah staf dan pengawal. Akibatnya, wartawan tidak berhasil mewawancarai purnawirawan perwira polisi tersebut.

Sepak terjang orang di sekitar Didi terus berlanjut hingga konferensi pers. Selama konferensi pers, sejumlah orang berpakaian rapi dengan tanda BPKP tersemat di dada menyebar di ruang konferensi pers ketika Didi menjelaskan maksud kedatangannya di KPK.

Beberapa dari mereka berlagak seperti humas yang sibuk merekam semua perkataan Didi. Sedangkan beberapa yang lain mendekati wartawan dan "menitipkan" pertanyaan.

Mereka dengan terang-terangan meminta wartawan menanyakan beberapa pertanyaan, "Apa kelemahan KPK?," atau "Apakah BPK juga akan diaudit?".

ANTARA News kemudian menanyakan kenapa ada titipan pertanyaan. Salah satu orang dari mereka yang tidak menyebutkan nama langsung terdiam setelah ANTARA News bertanya,"Ada agenda khusus ya?". Setelah itu, konferensi pers berjalan normal, tanpa intervensi dan "titipan" pertanyaan.

Tak terduga

Didi Widayadi menyampaikan rencana audit terhadap KPK dalam konferensi pers. Sebelum memberikan pernyataan kepada wartawan, Didi sempat bertemu dengan pimpinan KPK. Pertemuan berlangsug relatif singkat, tidak sampai dua jam.

Berdasar informasi, Didi hanya membicarakan masalah keberadaan petugas BPKP yang ditugaskan di KPK, tanpa menyinggung soal audit. Namun, di hadapan wartawan, kalimat yang pertama kali diucapkan oleh Didi adalah rencana audit terhadap KPK.

Hal itu dibenarkan oleh Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua. Abdullah menyatakan, KPK dan BPKP awalnya membicarakan tentang mekanisme penempatan petugas BPKP di KPK.

Abdullah menjelaskan, KPK masih membutuhkan keberadaan petugas BPKP untuk membantu KPK dalam menghitung kerugian keuangan negara dalam perkara tindak pidana korupsi.

Tidak terduga, hal yang terungkap di hadapan wartawan adalah rencana BPKP untuk mengaudit KPK. "Saya jadi kaget," kata Abdullah dalam diskusi tentang KPK (27/6).

Selama konferensi pers, Didi lebih banyak mengelaborasi rencana audit. Dia juga membeberkan pentingnya KPK diaudit dan wewenang BPKP untuk melakukan audit terhadap lembaga pembasmi korupsi itu.

Berdasar transkrip rekaman konferensi pers berdurasi 42 menit, Didi hanya mengulas masalah pegawai BPKP pada akhir konferensi pers. Bagian akhir transkrip itu mengulas rencana perubahan mekanisme penempatan pegawai BPKP di KPK.

BPKP akan menarik sejumlah petugas BPKP dari KPK. BPKP akan menugaskan petugasnya di KPK atas permintaan KPK untuk satu tugas spesifik dan tidak dalam kurun waktu yang lama.

"Kita tarik dulu. Tapi ini bukan upaya menggembosi KPK," kata Didi Widayadi.

Hal ini berbeda dengan konsep awal penempatan petugas BPKP di KPK. Awalnya, petugas BPKP ditugaskan di KPK selama empat tahun dan bisa diperpanjang untuk empat tahun berikutnya.

Didi mengatakan, ada indikasi petugas BPKP yang ditugaskan di KPK tidak mau kembali di BPKP. "Terus terang, gaji bekerja di BPKP lebih sedikit dari KPK," kata Didi.

Dia menegaskan, BPKP akan memberhentikan petugas BPKP yang meminta berhenti karena hanya ingin bekerja di KPK. Dia meminta pimpinan KPK untuk tidak mempekerjakan petugas BPKP yang telah diberhentikan dengan tidak hormat.

Rencana BPKP untuk mengaudit KPK ditentang oleh sejumlah kalangan. Mereka menganggap BPKP hanya berwenang mengawasi penggunaan keuangan negara oleh lembaga yang bertanggungjawab kepada presiden. BPKP tidak berwenang mengaudit KPK yang notabene adalah lembaga independen yang tidak bertanggungjawab kepada presiden.

Bahkan, beberapa kalangan menganggap rencana BPKP itu merupakan komoditas politik untuk menggenjot perolehan suara atau menumbangkan lawan politik dalam kancah pemilhan umum presiden dan wakil presiden. Polemik tersebut menghiasi pemberitaan di sejumlah media massa.

Meski ditentang, Didi Widayadi bersikeras akan tetap mengaudit KPK. Dia menganggap, BPKP adalah lembaga yang berwenang mengaudit berbagai jenis mekanisme penggunaan keuangan negara.

"Ini bukan audit secara lembaga, tetapi audit keuangan negara," katanya. (*)