Kabul (ANTARA News/AFP) - Ledakan bom menghantam sebuah kendaraan di Afghanistan, Rabu, menewaskan tujuh warga sipil, sementara pihak berwenang melaporkan bahwa 54 orang, sebagian besar militan, tewas dalam kekerasan lain yang terkait dengan pemberontakan.
Gelombang kekerasan mencapai tingkat tertinggi di Afghanistan hampir delapan tahun setelah penggulingan rejim Taliban, yang mendorong AS meninjau ulang strateginya di tengah kekhawatiran mengenai pertumpahan darah yang membayang-bayangi pemilihan umum Agustus.
Sebuah bom pinggir jalan yang biasa digunakan Taliban untuk menyerang pasukan keamanan menghantam sebuah kendaraan sipil di provinsi selatan yang bergolak, Helmand, kata kementerian dalam negeri dalam sebuah pernyataan.
"Hari ini tujuh warga sipil pedesaan mati syahid ketika sebuah ranjau yang dipasang oleh musuh meledakkan kendaraan mereka," katanya, dengan menambahkan bahwa empat orang lain cedera.
Provinsi itu dilanda operasi besar militer dalam beberapa pekan ini, ketika pasukan keamanan berusaha menghalau gerilyawan menjelang pemilihan presiden dan dewan provinsi pada 20 Agustus.
Pasukan Afghanistan membunuh 48 militan dalam dua operasi di Helmand dan wilayah berdekatan Uruzgan pekan ini yang bertujuan membersihkan wilayah-wilayah kantung Taliban, kata sejumlah pejabat, Rabu.
Prajurit-prajurit Afghanistan yang dibantu pasukan internasional pimpinan NATO menyerbu sebuah markas militan di Uruzgan pada Selasa dan menewaskan 23 gerilyawan, kata Jendral AD Afghanistan Sher Mohammad Zazai kepada AFP.
Jet-jet tempur pasukan NATO mengambil bagian dalam pertempuran di dekat ibukota provinsi itu, Tirin Kot, dan dekat perbatasan Pakistan, tambahnya.
Kementerian Pertahanan Afghanistan melaporkan secara terpisah, pasukan membunuh 25 "teroris" dalam operasi pembersihan tiga hari yang berakhir Selasa di provinsi Helmand, Afghanistan selatan.
Helmand, penghasil utama opium ilegal Afghanistan, termasuk wilayah yang dilanda pemberontakan terburuk, dan sejumlah distrik dikuasai oleh kelompok gerilya.
Penasihat keamanan nasional AS James Jones mengunjungi provinsi itu pada Rabu sebagai bagian dari lawatan untuk menilai pelaksanaan sebuah strategi baru AS memerangi Taliban yang menjanjikan penambahan pasukan, uang dan pembangunan.
Dalam kekerasan lain, dua aparat intelijen Afghanistan tewas Selasa malam di provinsi wilayah selatan, Zabul, kata Gubernur Mohammad Ashraf Nasery.
Pada hari itu juga, polisi di provinsi yang sama membunuh empat Taliban yang menyerang sebuah konvoi, tambahnya.
Jones memulai lawatannya ke Kabul pada Selasa dimana ia bertemu dengan Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan panglima tinggi AS Jendral Stanley McChrystal, yang baru sepekan lalu bertugas.
Ia menekankan komitmen AS untuk mengamankan pemilihan presiden pada 20 Agustus, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya internasional mengantarkan demokrasi ke Afghanistan setelah penggulingan Taliban oleh invasi pimpinan AS.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang bertanggung jawab atas serangan-serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom-bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Taliban telah memperingatkan bahwa mereka akan meningkatkan serangan-serangan terhadap pasukan Afghanistan dan pasukan internasional yang mendukung mereka.
Bom-bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Terdapat sekitar 90.000 prajurit asing, sebagian besar dari AS, di Afghanistan untuk memerangi Taliban dan membantu melatih pasukan Afghanistan.(*)
61 Orang Tewas Dalam Kekerasan di Afghanistan
25 Juni 2009 00:14 WIB
(ANTARAGrafis/Ardika)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
Tags: