Jakarat (ANTARA News) - Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi (KPPK) di Ibukota Jakarta menilai pemerintah dan legislatif tidak mempunyai komitmen yang serius untuk mempercepat pemberantasan korupsi di Tanah Air.

"Semestinya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK) yang juga masing-masing merupakan calon presiden untuk periode 2009-2014 harus mengambil sikap dan berkomitmen untuk mendesak agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tipikor itu sudah dibentuk tahun ini," kata Sekjen Transparansi Internasional of Indonesia (TII) Teten Masduki, di Jakarta, Selasa.

Menurut Teten, dari TII yang merupakan bagian dari KPPK pemerintah tidak serius dalam pembentukan UU Tipikor.

"Tak ada komitmen politik yang nyata dari pembentukan UU Tipikor itu, padahal bila pemerintah dan legislatif mau bersama-sama untuk melakukan pemberantasan korupsi di tanah air maka UU Pengadilan Tipikor itu sudah harus terbentuk sebelum berakhirnya UU Pengadilan Tipikor Desember 2009 ini," ujarnya.

Teten mengatakan, KPPK gabungan dari beberapa organisasi independen di antaranya KRHN, ICW, LBH Jakarta, MAPPI FH UI, TII, MTI, LeLP, FITRA, PSHK, ILR, PGR, IBC, RACA Institute, Wahid Institute, LBH Padanhg, ICM Yogyakarta dan masih banyak lagi, terus kritis terhadap kebijakan pemerintah saat ini maupun yang akan datang.

"Seharusnya pemerintahan SBY maupun JK, akan lebih populer lagi bila UU pengadilan Tipikor itu segera dibentuk dalam tahun ini," katanya.

Hal senada diungkapkan Koordinator ICW, Danang Widoyoko, kendati sudah terlambat pembentukan pansus RUU Pengadilan Tipikor, namun bila presiden dan DPR mempunyai komitmen dan berkeinginan besar untuk menyelesaikan UU tersebut maka bisa saja dirampungkan dalam tahun ini juga.

Tetapi, karena berbagai alasan seperti padatnya agenda nasional Pemilu 2009, sehingga DPR pun tidak melakukan sebuah upaya luar biasa untuk mempercepat penyelesaian RUU pengadilan tipikor tersebut.

"Dari serentetaan fakta-fakta tersebut, memang tidak ada komitmen serius oleh penguasa (eksekutif maupun legislatif) bagi percepatan pemberantasan korupsi di tanah air," katanya.

Padahal, pengadilan tipikor yang sudah terbukti berprestasi seharusnya dipertahankan, malah justru seakan-akan sengaja dimatikan.

"Jadi kalau DPR dan Presiden tidak menyelesaikan RUU ini berati sudah melanggar konstituti sebab pengadilan tipikor adalah sah dan konstitusional," katanya.(*)