MK minta komparasi penanganan COVID-19 di negara lain
28 April 2020 20:10 WIB
Suasana sidang Pengujian Materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (28/4/2020). . ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi menyarankan pemohon uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 terkait penyesuaian keuangan negara akibat wabah COVID-19 menyajikan komparasi penanganan wabah itu di negara lain dalam permohonan.
"Ini mungkin perlu diberikan informasi kepada Mahkamah apakah negara-negara yang dianggap berhasil menurut media itu juga melakukan hal sama yang dilakukan di negara kita, yaitu membuat aturan yang darurat untuk menangani COVID-19," ujar Wakil Ketua MK Aswanto dalam sidang perdana pengujian Perppu 1/2020 di Gedung MK, Jakarta, Selasa.
Lantaran COVID-19 merupakan pandemi global, Aswanto menilai diperlukan informasi mengenai langkah penanganan oleh negara lain yang dianggap berhasil menekan dampak COVID-19.
Baca juga: Sidang langsung, MK tegaskan perkara terkait Perppu COVID-19 urgen
Baca juga: MK gelar sidang pengujian Perppu penanganan COVID-19
Baca juga: Uji materi Perppu 1/2020 diprioritaskan lantaran masa berlaku terbatas
Negara yang dianggap melakukan penanganan dengan bagus oleh media di antaranya Korea Selatan, Kanada, Selandia Baru, Islandia, Swedia serta Taiwan.
"Kalau bisa diuraikan itu lebih bagus, misalnya negara ini tanpa perppu berhasil atau negara dengan perppu tidak berhasil," ucap dia.
Ada pun dalam sidang itu, pemohon perkara Nomor 23/PUU-XVIII/2020 berpandangan APBN hanya boleh direvisi melalui APBN Perubahan, bukan melalui suatu perppu.
Dengan demikian, kekosongan hukum dan ketiadaan prosedur hukum dalam penanganan pandemi COVID-19 atau keadaan genting lain juga tidak dapat dijadikan alasan mengatur pergeseran anggaran.
Pemohon juga menyoroti Pasal 27 ayat (1) yang mengatur imunitas hukum pemerintah dan/atau anggota komite stabilitas sistem keuangan (KSSK) karena terdapat pengistimewaan pejabat tertentu yang berpotensi pada terjadinya tindak pidana korupsi.
Sementara itu dalam perkara Nomor 24/PUU-XVIII/2020, pemohon juga mempersoalkan Pasal 27 ayat (1) karena menilai pasal tersebut tidak demokratis dan tidak mengakui ketidaksempurnaan manusia.
Menurut pemohon, semua tindakan seharusnya dapat diuji melalui peradilan yang adil dan terbuka.
Selanjutnya, Damai Hari Lubis selaku pemohon dalam perkara 25/PUU-XVIII/2020 mempersoalkan Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) karena pasal tersebut melanggar prinsip-prinsip negara hukum yang transparan, terbuka, dan bertanggungjawab.
Senada dengan pemohon perkara 23/PUU-XVIII/2020 dan pemohon perkara 24/PUU-XVIII/2020, pemohon perkara 25/PUU-XVIII/2020 menilai pemberlakuan pasal tersebut pada dasarnya bertentangan dengan prinsip pemberantasan korupsi karena telah memberikan kewenangan absolut kepada sejumlah pihak.
Baca juga: Din Syamsuddin dkk klaim COVID-19 tak termasuk kegentingan memaksa
Baca juga: MK minta pemohon maklum perkara belum disidangkan
"Ini mungkin perlu diberikan informasi kepada Mahkamah apakah negara-negara yang dianggap berhasil menurut media itu juga melakukan hal sama yang dilakukan di negara kita, yaitu membuat aturan yang darurat untuk menangani COVID-19," ujar Wakil Ketua MK Aswanto dalam sidang perdana pengujian Perppu 1/2020 di Gedung MK, Jakarta, Selasa.
Lantaran COVID-19 merupakan pandemi global, Aswanto menilai diperlukan informasi mengenai langkah penanganan oleh negara lain yang dianggap berhasil menekan dampak COVID-19.
Baca juga: Sidang langsung, MK tegaskan perkara terkait Perppu COVID-19 urgen
Baca juga: MK gelar sidang pengujian Perppu penanganan COVID-19
Baca juga: Uji materi Perppu 1/2020 diprioritaskan lantaran masa berlaku terbatas
Negara yang dianggap melakukan penanganan dengan bagus oleh media di antaranya Korea Selatan, Kanada, Selandia Baru, Islandia, Swedia serta Taiwan.
"Kalau bisa diuraikan itu lebih bagus, misalnya negara ini tanpa perppu berhasil atau negara dengan perppu tidak berhasil," ucap dia.
Ada pun dalam sidang itu, pemohon perkara Nomor 23/PUU-XVIII/2020 berpandangan APBN hanya boleh direvisi melalui APBN Perubahan, bukan melalui suatu perppu.
Dengan demikian, kekosongan hukum dan ketiadaan prosedur hukum dalam penanganan pandemi COVID-19 atau keadaan genting lain juga tidak dapat dijadikan alasan mengatur pergeseran anggaran.
Pemohon juga menyoroti Pasal 27 ayat (1) yang mengatur imunitas hukum pemerintah dan/atau anggota komite stabilitas sistem keuangan (KSSK) karena terdapat pengistimewaan pejabat tertentu yang berpotensi pada terjadinya tindak pidana korupsi.
Sementara itu dalam perkara Nomor 24/PUU-XVIII/2020, pemohon juga mempersoalkan Pasal 27 ayat (1) karena menilai pasal tersebut tidak demokratis dan tidak mengakui ketidaksempurnaan manusia.
Menurut pemohon, semua tindakan seharusnya dapat diuji melalui peradilan yang adil dan terbuka.
Selanjutnya, Damai Hari Lubis selaku pemohon dalam perkara 25/PUU-XVIII/2020 mempersoalkan Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) karena pasal tersebut melanggar prinsip-prinsip negara hukum yang transparan, terbuka, dan bertanggungjawab.
Senada dengan pemohon perkara 23/PUU-XVIII/2020 dan pemohon perkara 24/PUU-XVIII/2020, pemohon perkara 25/PUU-XVIII/2020 menilai pemberlakuan pasal tersebut pada dasarnya bertentangan dengan prinsip pemberantasan korupsi karena telah memberikan kewenangan absolut kepada sejumlah pihak.
Baca juga: Din Syamsuddin dkk klaim COVID-19 tak termasuk kegentingan memaksa
Baca juga: MK minta pemohon maklum perkara belum disidangkan
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2020
Tags: