Program refocusing anggaran diharapkan tidak ganggu ketahanan pangan
28 April 2020 14:23 WIB
Seorang anak membantu orang tuanya membersihkan rumput liar di area sawah Desa Lamahu, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Senin (27/4/2020). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Program refocusing alokasi anggaran dari berbagai kementerian dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19 di Indonesia diharapkan tidak sampai mengganggu berbagai program terkait ketahanan pangan di Tanah Air.
Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah dalam rapat virtual di Jakarta, Selasa, menyesalkan pemotongan anggaran di Kementerian Pertanian yang dinilai dapat mengganggu sejumlah program yang terkait ketahanan pangan Nusantara.
"Program untuk pengentasan rawan pangan sudah kecil sekarang dikurangi menjadi lebih kecil lagi," katanya.
Baca juga: Produsen pupuk siap jaga produksi untuk ketahanan pangan
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengingatkan bahwa di Indonesia masih ada ancaman stunting sehingga diharapkan alokasi anggaran untuk program pengentasan daerah rawan pangan dan stunting tidak dikurangi.
Senada, Anggota Komisi IV DPR RI, Suhardi Duka juga mengingatkan jangan sampai fokus ketahanan pangan dikurangi karena sebagai negara agraris, akan menjadi hal yang ironis bila ke depan Indonesia kekurangan ketahanan pangan.
Politisi Partai Demokrat itu juga mengemukakan rasa prihatinnya karena anggaran untuk Kementerian Pertanian mendapatkan pengurangan yang besar, meski setuju refocusing untuk stimulus penanggulangan COVID-19.
Untuk itu, ujar dia, Kementerian Pertanian diharapkan dapat menjalin kerja sama dengan berbagai BUMN dan perusahaan-perusahaan besar seperti dalam program CSR mereka.
Baca juga: Ketahanan pangan rumah tangga di tengah badai Corona
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya setiap negara memiliki upaya pemulihan dan penguatan sistem pangan pada masa pandemi COVID-19 mengingat kondisi tersebut berpotensi menghambat rantai pasok.
"Pandemi COVID-19 mengganggu rantai pasok makanan sehingga terjadi volatilitas harga pangan dan penurunan daya beli di tingkat nasional dan global. Karena itu, prioritas kami adalah untuk memperkuat sistem pangan," kata Syahrul saat mengikuti pertemuan G20 Extraordinary Agriculture Ministers Virtual Meeting pada Selasa(21/4), yang digagas pemerintah Arab Saudi.
Menurut Mentan, setiap negara G20 harus melakukan tiga hal dalam memperkuat sistem pangan. Pertama, memprakarsai pemulihan sistem pangan global untuk menjamin produksi pangan yang tinggi, rantai pasok pangan global yang kembali normal, serta perdagangan pangan internasional tanpa hambatan dan sesuai dengan aturan WTO.
Kedua, mendorong investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, juga meningkatkan peran sektor swasta melalui kemitraan "public private partnership" di bidang pangan dan pertanian.
Baca juga: NU siapkan lumbung ketahanan pangan di 31 kecamatan Surabaya
"Terakhir, meningkatkan transfer teknologi dan pengembangan kapasitas, terutama kepada negara-negara yang membutuhkan, untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing," kata dia.
Sebagai upaya memperkuat sistem pangan, Indonesia juga menjaga stabilitas pasokan pangan dan gizi, ketersediaan pangan, pengelolaan harga dan daya beli, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah.
Anggota Komisi IV DPR RI, Luluk Nur Hamidah dalam rapat virtual di Jakarta, Selasa, menyesalkan pemotongan anggaran di Kementerian Pertanian yang dinilai dapat mengganggu sejumlah program yang terkait ketahanan pangan Nusantara.
"Program untuk pengentasan rawan pangan sudah kecil sekarang dikurangi menjadi lebih kecil lagi," katanya.
Baca juga: Produsen pupuk siap jaga produksi untuk ketahanan pangan
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu mengingatkan bahwa di Indonesia masih ada ancaman stunting sehingga diharapkan alokasi anggaran untuk program pengentasan daerah rawan pangan dan stunting tidak dikurangi.
Senada, Anggota Komisi IV DPR RI, Suhardi Duka juga mengingatkan jangan sampai fokus ketahanan pangan dikurangi karena sebagai negara agraris, akan menjadi hal yang ironis bila ke depan Indonesia kekurangan ketahanan pangan.
Politisi Partai Demokrat itu juga mengemukakan rasa prihatinnya karena anggaran untuk Kementerian Pertanian mendapatkan pengurangan yang besar, meski setuju refocusing untuk stimulus penanggulangan COVID-19.
Untuk itu, ujar dia, Kementerian Pertanian diharapkan dapat menjalin kerja sama dengan berbagai BUMN dan perusahaan-perusahaan besar seperti dalam program CSR mereka.
Baca juga: Ketahanan pangan rumah tangga di tengah badai Corona
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya setiap negara memiliki upaya pemulihan dan penguatan sistem pangan pada masa pandemi COVID-19 mengingat kondisi tersebut berpotensi menghambat rantai pasok.
"Pandemi COVID-19 mengganggu rantai pasok makanan sehingga terjadi volatilitas harga pangan dan penurunan daya beli di tingkat nasional dan global. Karena itu, prioritas kami adalah untuk memperkuat sistem pangan," kata Syahrul saat mengikuti pertemuan G20 Extraordinary Agriculture Ministers Virtual Meeting pada Selasa(21/4), yang digagas pemerintah Arab Saudi.
Menurut Mentan, setiap negara G20 harus melakukan tiga hal dalam memperkuat sistem pangan. Pertama, memprakarsai pemulihan sistem pangan global untuk menjamin produksi pangan yang tinggi, rantai pasok pangan global yang kembali normal, serta perdagangan pangan internasional tanpa hambatan dan sesuai dengan aturan WTO.
Kedua, mendorong investasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, juga meningkatkan peran sektor swasta melalui kemitraan "public private partnership" di bidang pangan dan pertanian.
Baca juga: NU siapkan lumbung ketahanan pangan di 31 kecamatan Surabaya
"Terakhir, meningkatkan transfer teknologi dan pengembangan kapasitas, terutama kepada negara-negara yang membutuhkan, untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing," kata dia.
Sebagai upaya memperkuat sistem pangan, Indonesia juga menjaga stabilitas pasokan pangan dan gizi, ketersediaan pangan, pengelolaan harga dan daya beli, terutama bagi rumah tangga berpendapatan rendah.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2020
Tags: