Wapres: Shalat berjamaah tidak boleh dilakukan di zona merah COVID-19
28 April 2020 10:47 WIB
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan tausiyah dalam acara Doa dan Dzikir Nasional untuk Keselamatan Bangsa dari rumah dinas wapres di Jakarta, Kamis (16/4/2020). ANTARA/Asdep KIP Setwapres/am.
Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan kegiatan ibadah, termasuk shalat, secara berjamaah tidak boleh dilakukan selama pandemi COVID-19, khususnya di daerah-daerah yang dinyatakan sebagai zona merah.
"Ibadah yang kami lakukan seharusnya dilakukan di rumah, yakni tarawih di rumah, tadarus di rumah. Terutama di daerah yang merah, tidak boleh dilakukan di masjid secara berjamaah," kata Ma'ruf Amin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ma'ruf memahami bahwa dengan beribadah secara berjamaah akan mendapatkan banyak pahala. Namun, di masa pandemi COVID-19 saat ini, kegiatan tersebut akan menimbulkan mudarat apabila tetap dilakukan.
"Saat ini kita berada dalam situasi memprihatinkan. Memang berjamaah itu pahalanya banyak, akan tetapi di sana ada bahaya, ada barak yang nanti akan menimbulkan kerusakan atau mudarat," kata Wapres Ma'ruf Amin yang juga Ketua Umum non-aktif Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca juga: Wapres: Penyesuaian ibadah selama COVID19 bukan untuk kemudahan
Ma'ruf pun mengatakan imbauan untuk tidak beribadah secara berjamaah saat pandemi termasuk anjuran dari Rasulullah. Nabi Muhammad menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh menyakiti diri sendiri dan tidak boleh menyakiti orang lain.
Dengan beribadah secara berjamaah saat pandemi, maka itu sama dengan menyebarkan bahaya bagi masyarakat dan umat Islam lainnya.
"Tadarus, iktikaf di masjid itu sangat berpotensi untuk terjadinya penularan COVID-19 itu. Bisa kita yang ditulari dan bisa kita yang menularkan karena kita membawa penyakit," ujarnya.
Oleh karena itu, Ma'ruf berharap masyarakat dapat mengerti dengan kondisi pandemi saat ini dan menjalankan imbauan untuk beribadah di rumah masing-masing, khususnya selama Ramadhan.
Baca juga: Wapres: Tetangga sekitar harus menjadi prioritas utama
Baca juga: Wapres: Jumlah orang miskin bertambah karena pandemi COVID-19
Baca juga: Ma'ruf Amin minta masyarakat taati larangan mudik
Baca juga: Wapres sebut stimulus diperlukan agar sektor riil bertahan
"Ibadah yang kami lakukan seharusnya dilakukan di rumah, yakni tarawih di rumah, tadarus di rumah. Terutama di daerah yang merah, tidak boleh dilakukan di masjid secara berjamaah," kata Ma'ruf Amin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ma'ruf memahami bahwa dengan beribadah secara berjamaah akan mendapatkan banyak pahala. Namun, di masa pandemi COVID-19 saat ini, kegiatan tersebut akan menimbulkan mudarat apabila tetap dilakukan.
"Saat ini kita berada dalam situasi memprihatinkan. Memang berjamaah itu pahalanya banyak, akan tetapi di sana ada bahaya, ada barak yang nanti akan menimbulkan kerusakan atau mudarat," kata Wapres Ma'ruf Amin yang juga Ketua Umum non-aktif Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca juga: Wapres: Penyesuaian ibadah selama COVID19 bukan untuk kemudahan
Ma'ruf pun mengatakan imbauan untuk tidak beribadah secara berjamaah saat pandemi termasuk anjuran dari Rasulullah. Nabi Muhammad menyatakan bahwa umat Islam tidak boleh menyakiti diri sendiri dan tidak boleh menyakiti orang lain.
Dengan beribadah secara berjamaah saat pandemi, maka itu sama dengan menyebarkan bahaya bagi masyarakat dan umat Islam lainnya.
"Tadarus, iktikaf di masjid itu sangat berpotensi untuk terjadinya penularan COVID-19 itu. Bisa kita yang ditulari dan bisa kita yang menularkan karena kita membawa penyakit," ujarnya.
Oleh karena itu, Ma'ruf berharap masyarakat dapat mengerti dengan kondisi pandemi saat ini dan menjalankan imbauan untuk beribadah di rumah masing-masing, khususnya selama Ramadhan.
Baca juga: Wapres: Tetangga sekitar harus menjadi prioritas utama
Baca juga: Wapres: Jumlah orang miskin bertambah karena pandemi COVID-19
Baca juga: Ma'ruf Amin minta masyarakat taati larangan mudik
Baca juga: Wapres sebut stimulus diperlukan agar sektor riil bertahan
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020
Tags: