HNSI ungkap kekhawatiran nelayan kecil di tengah wabah Corona
27 April 2020 14:09 WIB
Ilustrasi: Nelayan beraktivitas diantara deretan perahu yang ditambatkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Serang, Banten (ANTARA FOTO/ASEP FATHULRAHMAN)
Cilacap (ANTARA) - Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Cilacap Sarjono mengatakan ribuan nelayan kecil di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, terkena dampak dari wabah Virus Corona baru atau COVID-19.
"Mereka (nelayan kecil) yang menggunakan kapal di bawah 5 GT (Gross Tonage) sangat merasakan dampak dari COVID-19 ini. Itu karena hasil tangkapan mereka hanya untuk konsumsi atau pasar lokal," katanya di Cilacap, Senin.
Menurut dia, nelayan kecil menghadapi dilema ketika hendak berangkat melaut karena jika tetap mencari ikan, hasilnya tidak seberapa dan pasarnya pun sedang sepi seiring dengan adanya kebijakan pembatasan jarak interaksi sosial dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19.
Akan tetapi jika tidak berangkat melaut, nelayan tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, tidak ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan nelayan di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: PKS: Alokasikan jaminan pengaman sosial untuk nelayan kecil
Menurut dia, bantuan dari pemerintah yang diterima nelayan terdampak COVID-19 juga tidak seberapa.
"Padahal kita tidak tahu sampai kapan kondisi seperti ini akan berakhir, sedangkan bulan Juni diprediksi sebagai masa panen seiring dengan datangnya musim angin timuran. Kalau saat sekarang, ikannya belum banyak bermunculan dan sering terjadi gelombang tinggi," katanya.
Lebih lanjut, Sarjono mengakui situasi dan kondisi yang dihadapi nelayan kecil justru tidak dirasakan oleh nelayan besar yang menggunakan kapal berkapasitas lebih dari 5 GT.
Baca juga: KKP-Kementerian BUMN konsepkan penyerapan tangkapan hasil nelayan
Bahkan, kata dia, nelayan dengan kapal di atas 5 GT malah diuntungkan karena sebagian besar ikan yang mereka tangkap merupakan komoditas ekspor dan saat sekarang nilai tukar dolar Amerika Serikat cukup tinggi.
"Misalnya saja, harga ikan layur sampai sekarang ada yang berkisar Rp54 ribu-Rp55 ribu per kilogram, ada juga yang Rp45 ribu per kilogram, tergantung besar-kecilnya ukuran," katanya.
Ia mengatakan nelayan lebih suka melaut karena dapat menghindari terjadinya kerumunan di daratan yang berpotensi mengakibatkan penularan COVID-19.
Selain itu, kata dia, nelayan selama di laut juga terkena air asin dan selalu makan ikan guna menjaga imunitas mereka agar tetap sehat.
Baca juga: HNSI harapkan pemerintah beli hasil tangkapan nelayan
Lebih lanjut, Sarjono mengharapkan adanya stimulus atau bantuan dari pemerintah guna membantu ribuan nelayan kecil di Cilacap yang terdampak COVID-19.
Menurut dia, stimulus itu dapat dilakukan dengan membeli ikan hasil tangkapan nelayan dan selanjutnya ikan-ikan tersebut didistribusikan kepada warga lainnya sebagai bantuan dari pemerintah.
"Kami berharap ada bantuan seperti itu untuk nelayan kecil. Apalagi tidak lama lagi diprediksi akan memasuki masa panen," katanya.
Baca juga: Anggota DPR: Arahkan anggaran KKP untuk nelayan tradisional
"Mereka (nelayan kecil) yang menggunakan kapal di bawah 5 GT (Gross Tonage) sangat merasakan dampak dari COVID-19 ini. Itu karena hasil tangkapan mereka hanya untuk konsumsi atau pasar lokal," katanya di Cilacap, Senin.
Menurut dia, nelayan kecil menghadapi dilema ketika hendak berangkat melaut karena jika tetap mencari ikan, hasilnya tidak seberapa dan pasarnya pun sedang sepi seiring dengan adanya kebijakan pembatasan jarak interaksi sosial dalam upaya mencegah penyebaran COVID-19.
Akan tetapi jika tidak berangkat melaut, nelayan tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, tidak ada pekerjaan lain yang bisa dikerjakan nelayan di tengah pandemi COVID-19.
Baca juga: PKS: Alokasikan jaminan pengaman sosial untuk nelayan kecil
Menurut dia, bantuan dari pemerintah yang diterima nelayan terdampak COVID-19 juga tidak seberapa.
"Padahal kita tidak tahu sampai kapan kondisi seperti ini akan berakhir, sedangkan bulan Juni diprediksi sebagai masa panen seiring dengan datangnya musim angin timuran. Kalau saat sekarang, ikannya belum banyak bermunculan dan sering terjadi gelombang tinggi," katanya.
Lebih lanjut, Sarjono mengakui situasi dan kondisi yang dihadapi nelayan kecil justru tidak dirasakan oleh nelayan besar yang menggunakan kapal berkapasitas lebih dari 5 GT.
Baca juga: KKP-Kementerian BUMN konsepkan penyerapan tangkapan hasil nelayan
Bahkan, kata dia, nelayan dengan kapal di atas 5 GT malah diuntungkan karena sebagian besar ikan yang mereka tangkap merupakan komoditas ekspor dan saat sekarang nilai tukar dolar Amerika Serikat cukup tinggi.
"Misalnya saja, harga ikan layur sampai sekarang ada yang berkisar Rp54 ribu-Rp55 ribu per kilogram, ada juga yang Rp45 ribu per kilogram, tergantung besar-kecilnya ukuran," katanya.
Ia mengatakan nelayan lebih suka melaut karena dapat menghindari terjadinya kerumunan di daratan yang berpotensi mengakibatkan penularan COVID-19.
Selain itu, kata dia, nelayan selama di laut juga terkena air asin dan selalu makan ikan guna menjaga imunitas mereka agar tetap sehat.
Baca juga: HNSI harapkan pemerintah beli hasil tangkapan nelayan
Lebih lanjut, Sarjono mengharapkan adanya stimulus atau bantuan dari pemerintah guna membantu ribuan nelayan kecil di Cilacap yang terdampak COVID-19.
Menurut dia, stimulus itu dapat dilakukan dengan membeli ikan hasil tangkapan nelayan dan selanjutnya ikan-ikan tersebut didistribusikan kepada warga lainnya sebagai bantuan dari pemerintah.
"Kami berharap ada bantuan seperti itu untuk nelayan kecil. Apalagi tidak lama lagi diprediksi akan memasuki masa panen," katanya.
Baca juga: Anggota DPR: Arahkan anggaran KKP untuk nelayan tradisional
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020
Tags: