London (ANTARA News/AFP) - Harga minyak naik pada Kamis waktu setempat, setelah penurunan tajam cadangan minyak mentah AS dan kerusuhan di eksportir minyak Iran dan Nigeria, kata para pedagang.

Kontrak berjangka utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk pengiriman Juli, menguat 33 sen menjadi 71,36 dolar AS per barel.

Minyak mentah "Brent North Sea" untuk pengiriman Agustus naik 32 sen menjadi 71,17 dolar AS per barel.

Para analis mengatakan, penurunan tajam cadangan minyak mentah AS menunjukkan permintaan energi telah meningkatkan di Amerika Serikat, konsumen energi terbesar di dunia .

Laporan mingguan Departemen Energi AS (DOE) yang dirilis Rabu, menunjukkan stok minyak mentah jatuh pada minggu kedua bulan berjalan, 3,9 juta barel, jauh lebih tajam daripada prediksi para analis.

Data adalah "sebuah tas beragam," ujar analis ODL Securities Paun Marius pada Kamis.

"Lebih besar dari perkiraan penaeikan dalam cadangan minyak mentah mengindikasikan permintaan meningkat, namun pasokan tetap masih berkelebihan dengan surplus di atas rata-rata lima tahun, terbantu oleh lebih besarnya daripada perkiraan penambahan dalam stok bensin."

Paun mengatakan, setelah "memamah jumlah, peserta pasar memutuskan untuk (membeli) ... minyak mentah, juga didorong oleh melemahnya dolar AS.

"Efeknya adalah harga melambung ... tapi terus berjalan hingga memasuki wilayah tinggi yang mungkin akan memerlukan bantuan tambahan dari melemahnya dolar dan, atau perpanjangan kenaikan di pasar saham."

Pasar juga mengikuti perkembangan bidang politik.

Di produsen minyak di Iran, oposisi negara itu berencana turun ke jalan-jalan dan berkabung atas tewasnya pemerotes dalam kekerasan pasca pemilu, meningkatkan tekanan pada rezim Islam atas sengketa suara dalam pemilihan presiden.

Menghadapi krisis terbesar mereka sejak revolusi 1979, para penguasa negara Islam telah menyerang dan menawan pemerotes dan kelompk reformis, memperketat cengkraman mereka pada media dan menyerang "campur tangan" pihak asing, termasuk Amerika Serikat.

Sementara di Nigeria, pengekspor minyak utama Afrika, para militan mengatakan mereka telah menghancurkan pipa utama minyak mentah milik Royal Dutch Shell, sehubungan kelanjutan kampanye mereka melawan perusahaan-perusahaan asing.

Shell telah menjadi target serangan militan di Nigeria selatan selama tiga tahun, memaksanya untuk menutup beberapa fasilitas dan menangguhkankewajiban kontrak kepada para pelanggannya.(*)