PMI dapat perlindungan dari pandemi COVID-19 via aplikasi Zoom
24 April 2020 22:39 WIB
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid memprakarsai diskusi dan seminar bertema "Pemanfaatan internet dalam upaya melindungi WNI di saat pandemik COVID-19" melalui aplikasi Zoom atau lebih dikenal webinar yang diikuti sejumlah organisasi aktivis pekerja migran Indonesia (PMI) perwakilan dari berbagai negara.
Mataram (ANTARA) - Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid memprakarsai diskusi dan seminar bertema "Pemanfaatan internet dalam upaya melindungi WNI di saat pandemik COVID-19" melalui aplikasi Zoom atau lebih dikenal dengan webinar yang diikuti sejumlah organisasi aktivis pekerja migran Indonesia (PMI) perwakilan dari berbagai negara.
"Seminar yang sekaligus diskusi ini saya menjaring berbagai aspirasi dari WNI khususnya PMI yang tengah bekerja di luar negeri saat global pandemik COVID-19," kata Meutya melalui siaran persnya yang diterima Antara di Mataram, Jumat malam.
Dalam seminar tersebut, pihaknya sengaja melibatkan perwakilan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) karena sesuai tema, yakni pemanfaatan internet untuk melindungi WNI yang tengah bersekolah dan khususnya bekerja di luar negeri. Sehingga, aspirasi mereka bisa langsung didengar oleh pemerintah untuk melakukan langkah cepat dalam upaya melindungi warganya di berbagai negara.
Selain itu, legislator yang berlatar belakang jurnalis ini sengaja melibatkan berbagai organisasi PMI, yakni ASEAN-Australia Counter Trafficking dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) perwakilan Riyadh, Jeddah (Arab Saudi), Malaysia, Hong Kong, Taiwan dan Singapura agar bisa menyerap langsung aspirasi yang kemudian akan disampaikan kepada pemerintah.
Ia pun sudah meminta Kementrian Luar Negeri RI agar melakukan perlindungan terhadap PMI yang terdampak virus mematikan ini dan lockdown di sejumlah negara. Menurutnya, Kemenlu RI sudah dibekali anggaran Rp100 miliar untuk melakukan langkah-langkah perlindungan yang prioritas, seperti bantuan langsung tunai (BLT) untuk PMI di seluruh negera penempatan.
"Maka dari itu dengan memanfaatkan internet ini diharapkan bisa melindungi para PMI, baik dari upaya pencegahan penularan COVID-19, pemutusan hubungan kerja (PHK), kejahatan yang di dalamnya kekerasan fisik maupun seksual, perdagangan manusia dan lainnya," ujarnya.
Sementara, Direktur Inklusi dan Hak Korban ASEAN-Australia Counter Trafficking Nurul Qoiriah mengatakan dengan memanfaatkan internet dan gawai ini bisa menjadi salah satu solusi dalam melindungi WNI, khususnya PMI di luar negeri.
Dari hasil penelitiannya, masih ada diskriminasi di semua negara penempatan, seperti Hong Kong yang merupakan negara modern, ternyata masih banyak hal-hal yang sangat ironi tentang penempatan PMI dengan kehidupan yang layak dan perlindungan yang aman serta nyaman.
Menurut dia, berbagai masalah dan problematika ada di semua negara penempatan, dari PHK maupun dirumahkan oleh majikannya dengan risiko "no money no salary" dan bisa berakibat PMI tersebut menjadi korban perdagangan manusia seksual, bahkan bisa terlibat dalam perangkap mafia peredaran narkoba.
"Kehadiran pemerintah dengan program-program perlindungan PMI di tengah pandemik adalah solusi terbaik agar mereka selamat dan terhindar, dan kami mengajak PMI jika memang di luar negeri bermasalah lebih baik pulang karena Pemerintah RI telah membuat Program Kartu Prakerja di mana mantan pekerja migran juga bisa menjadi perserta," katanya.
Pada kesempatan itu, perwakilan dari Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) SBMI Riyadh Abdul Hamid menyampaikan aspirasinya seperti berharap KBRI segera melakukan langkah perlindungan pada PMI dan harus sering turun ke lapangan di mana banyak yang tidak mendapat akses komunikasi serta mengirimkan bantuan berupa sembako.
Sementara DPLN SBMI Jeddah Roland Kamal mengapresiasi KJRI setempat yang sudah tanggap dalam pembagian sembako untuk PMI walau baru 10 persen yang sudah terbagikan melalui lembaga swadaya masyarakat maupun dan serikat buruh.
"Kami berharap agar Kemenlu RI setelah pandemik bisa segera melakukan program repatriasi (pemulangan) TKI non-prosedural karena mereka ini rentan terdampak sosial, terlibat kasus kriminal dan lainnya," katanya.
Tenaga Ahli Sosialisasi Pemanfaatan Infrastruktur Bakti Kominfo Gun Gun Siswadi mengatakan dalam pemaparannya bahwa keberadaan internet dan gadget sangat penting, tidak hanya dalam mempermudah komunikasi, tetapi memberikan perlidungan kepada WNI maupun PMI di tengah mewabahnya COVID-19 di berbagai negara penempatan.
Namun demikian, pihaknya mengimbau agar internet digunakan dalam hal positif, karena sejak awal global pandemik virus mematikan ini pihaknya banyak menemukan berita dan informasi hoaks yang membuat resah masyarakat.
"Kami akan berkoordinasi untuk mewujudkan aspirasi dari PMI untuk bisa mendapatkan layanan internet gratis untuk mempermudah dalam berkomunikasi dan lainnya," katanya.
"Seminar yang sekaligus diskusi ini saya menjaring berbagai aspirasi dari WNI khususnya PMI yang tengah bekerja di luar negeri saat global pandemik COVID-19," kata Meutya melalui siaran persnya yang diterima Antara di Mataram, Jumat malam.
Dalam seminar tersebut, pihaknya sengaja melibatkan perwakilan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) karena sesuai tema, yakni pemanfaatan internet untuk melindungi WNI yang tengah bersekolah dan khususnya bekerja di luar negeri. Sehingga, aspirasi mereka bisa langsung didengar oleh pemerintah untuk melakukan langkah cepat dalam upaya melindungi warganya di berbagai negara.
Selain itu, legislator yang berlatar belakang jurnalis ini sengaja melibatkan berbagai organisasi PMI, yakni ASEAN-Australia Counter Trafficking dan Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) perwakilan Riyadh, Jeddah (Arab Saudi), Malaysia, Hong Kong, Taiwan dan Singapura agar bisa menyerap langsung aspirasi yang kemudian akan disampaikan kepada pemerintah.
Ia pun sudah meminta Kementrian Luar Negeri RI agar melakukan perlindungan terhadap PMI yang terdampak virus mematikan ini dan lockdown di sejumlah negara. Menurutnya, Kemenlu RI sudah dibekali anggaran Rp100 miliar untuk melakukan langkah-langkah perlindungan yang prioritas, seperti bantuan langsung tunai (BLT) untuk PMI di seluruh negera penempatan.
"Maka dari itu dengan memanfaatkan internet ini diharapkan bisa melindungi para PMI, baik dari upaya pencegahan penularan COVID-19, pemutusan hubungan kerja (PHK), kejahatan yang di dalamnya kekerasan fisik maupun seksual, perdagangan manusia dan lainnya," ujarnya.
Sementara, Direktur Inklusi dan Hak Korban ASEAN-Australia Counter Trafficking Nurul Qoiriah mengatakan dengan memanfaatkan internet dan gawai ini bisa menjadi salah satu solusi dalam melindungi WNI, khususnya PMI di luar negeri.
Dari hasil penelitiannya, masih ada diskriminasi di semua negara penempatan, seperti Hong Kong yang merupakan negara modern, ternyata masih banyak hal-hal yang sangat ironi tentang penempatan PMI dengan kehidupan yang layak dan perlindungan yang aman serta nyaman.
Menurut dia, berbagai masalah dan problematika ada di semua negara penempatan, dari PHK maupun dirumahkan oleh majikannya dengan risiko "no money no salary" dan bisa berakibat PMI tersebut menjadi korban perdagangan manusia seksual, bahkan bisa terlibat dalam perangkap mafia peredaran narkoba.
"Kehadiran pemerintah dengan program-program perlindungan PMI di tengah pandemik adalah solusi terbaik agar mereka selamat dan terhindar, dan kami mengajak PMI jika memang di luar negeri bermasalah lebih baik pulang karena Pemerintah RI telah membuat Program Kartu Prakerja di mana mantan pekerja migran juga bisa menjadi perserta," katanya.
Pada kesempatan itu, perwakilan dari Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) SBMI Riyadh Abdul Hamid menyampaikan aspirasinya seperti berharap KBRI segera melakukan langkah perlindungan pada PMI dan harus sering turun ke lapangan di mana banyak yang tidak mendapat akses komunikasi serta mengirimkan bantuan berupa sembako.
Sementara DPLN SBMI Jeddah Roland Kamal mengapresiasi KJRI setempat yang sudah tanggap dalam pembagian sembako untuk PMI walau baru 10 persen yang sudah terbagikan melalui lembaga swadaya masyarakat maupun dan serikat buruh.
"Kami berharap agar Kemenlu RI setelah pandemik bisa segera melakukan program repatriasi (pemulangan) TKI non-prosedural karena mereka ini rentan terdampak sosial, terlibat kasus kriminal dan lainnya," katanya.
Tenaga Ahli Sosialisasi Pemanfaatan Infrastruktur Bakti Kominfo Gun Gun Siswadi mengatakan dalam pemaparannya bahwa keberadaan internet dan gadget sangat penting, tidak hanya dalam mempermudah komunikasi, tetapi memberikan perlidungan kepada WNI maupun PMI di tengah mewabahnya COVID-19 di berbagai negara penempatan.
Namun demikian, pihaknya mengimbau agar internet digunakan dalam hal positif, karena sejak awal global pandemik virus mematikan ini pihaknya banyak menemukan berita dan informasi hoaks yang membuat resah masyarakat.
"Kami akan berkoordinasi untuk mewujudkan aspirasi dari PMI untuk bisa mendapatkan layanan internet gratis untuk mempermudah dalam berkomunikasi dan lainnya," katanya.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2020
Tags: