Jakarta,(ANTARA News) - Hujan gol mewarnai dua laga babak penyisihan Grup B Piala Konfederasi 2009. Tim Samba mengungguli Mesir 4-3 (3-1), Italia mengatasi Amerika Serikat 3-1. Sebelas gol tercipta, meski ada tersisa kritik bahwa Brazil dan Italia tampil pas-pasan.
Sebagai juara dua kali Piala Konfederasi (1997, 2007), Brasil belum berhasil menampilkan gaya Samba, bahkan Mesir disebut-sebut lebih Samba ketimbang Seleccao.
Pasukan asuhan Carlos Dunga perlu mengusik Dewi Fortuna agar memberi limpahan kemenangan lewat tendangan penalti. Kaka tampil sebagai algojo. Dan publik pendukung Brasil sontak bersorak di Bloemfontein. Gol beraroma kontroversi.
Sementara Penyerang Italia, Giuseppe Rossi mencetak sepasang gol yang membalik kekalahan menjadi kemenangan. AS sempat memimpin 1-0 atas Gli Azzurri. Para pendukung Italia harap-harap cemas di Loftus Versfeld, Pretoria. Sampai Il Bambino menyambangi Rossi untuk mencetak gol penyama kedudukan. Ini awal kebangkitan pasukan Marcello Lippi.
Kemenangan diraih Brasil, kejayaan dipetik Italia. Performa kedua tim belum memenuhi syahadat "good ethics, good business" yang berkeinginan memuaskan dahaga publik akan gaya sepak bola menyerang. Keduanya belum sepenuhnya memenuhi daulat dari kode etik sebuah organisasi bisnis yang bernama sepak bola.
Para pemain Brasil maupun Italia belum menunjukkan diri sebagai sosok yang tergerak dan termotivasi oleh visi dan misi perusahaan. Laga bola membuat adonan keberanian mengambil keputusan plus keteguhan memotivasi seluruh anggota skuad. "Good ethics, good business" akan merasuk bila menyertakan perspektif. Kata kuncinya, meyakinkan dan menjawab harapan publik penggila bola.
Brasil tampil atraktif dalam lima menit dengan mendemonstrasikan kinerja dalam operan-operan cepat. Kaka yang baru saja ditransfer dari AC Milan ke Real Madrid dengan banderol sekitar 68 juta euro (94 juta dolar AS), akhirnya menjebol gawang The Pharaohs.
"Kami tampil sangat baik di babak pertama meskipun kami diterpa keletihan. Kami mengalami `jet lag`. Para pemain hanya tidur empat sampai lima jam. Ini alasan kami belum fit benar," katanya.
Lima hari sebelum melakoni partai pertama di Afrika Selatan, Brasil masih punya kewajiban menjamu Paraguay di Recife dalam duel krusial kualifikasi Piala Dunia 2010. Jadilah Si Hijau dan Biru (Verde e Amarelo) hanya punya satu hari untuk melakukan persiapan.
Kinerja pasukan asuhan Dunga menuai "kritik" dari dedengkot ekonomom AS. Adalah Milton Friedman yang menyerukan bahwa para pelaku bisnis harus memusatkan perhatian kepada kinerja ekonomis organisasi bisnis mereka. Kinerja etis hanyalah sekadar konsekuensinya.
Padahal, syarat untuk menangguk sukses bisnis, sebuah organisasi bisnis perlu mengelola kinerja etisnya lebih dahulu. Di laga bola, bagaimana dapat meraih kemenangan, bila kinerja tim menunjukkan grafik semenjana saja?
Jawabnya, kepuasan pelanggan (customer satisfaction), kepuasan penonton. Sepak bola menyerang adalah harga setimpal bagi penampilan Brasil dan Italia.
Penjaga gawang Brazil Julio Caesar menyatakan, "Konsentrasi bermain sempat terusik meski akhirnya kami menyudahi pertandingan dengan meraih kemenangan. Inilah yang terpenting. Lawan (Mesir) tampil seperti kami. Mereka hampir menghukum kami dengan memberi pelajaran."
Sedangkan, Italia yang menyabet Juara Dunia 2006 membuat jantung dari sekitar 35.000 pendukungnya berdebar. Untuk sementara, sentuhan Marcello Lippi divonis tidak bertuah. Dan Rossi membayar kontan. Gol ini memotivasi rekan satu tim. Motivasi terlahir sebagai jantung dari "good ethics, good business".
Skuad Lippi tampak kesulitan membombardir tembok pertahanan AS. Bahkan, ketika AS berlaga dengan sepuluh pemain, menyusul kartu merah yang diterima Ricardo Clark pada menit ke-33. Italia tak kunjung menjaringkan gol. Clark diusir wasit Pablo Pozo menyusul pelanggaran keras kepada Gennaro Gattuso.
Air mata Italia mulai menitik ketika wasit menghadiahkan penalti kepada AS menyusul pelanggaran Giorgio Chiellini kepada Landon Donovan pada menit ke-41. Donovan mengeksekusi penalti, menaklukkan Buffon dengan tendangan datar ke sudut kiri bawah gawang Italia. Lippi kemudian menarik Gattuso dan memasukkan Rossi pada menit ke-56. Hasilnya, optimal.
Kalau pelatih gaek Lippi menyunggingkan senyum, maka Dunga melontarkan tabik atas perjuangan pasukannya. Keduanya mengapresiasi kemenangan karena di seberang sana ada motivasi.
"Kami telah menjalani laga kualifikasi (Piala Dunia). Kami juga telah menempuh 23 jam penerbangan dan mengalami deraan selisih waktu. Para pemain tidak mampu melewati jam tidur dengan baik. Kami senang karena kami menang," katanya.
Baik Kaka maupun Rossi telah menjaga kehormatan kedua timnya. Keduanya tampil sebagai penyelamat karena keduanya merasa nyaman dengan dirinya sendiri. Kedua pemain tak akan pernah bertanya apakah bersikap "good ethics, good business" adalah hal yang wajib dilakukan.
Kaka, Rossi, Dunga dan Lippi menampilkan sikap etis dengan mengusung bela rasa bagi orang lain. Mereka tampil sebagai sosok yang memercayai diri sendiri, tidak perlu mengkhawatirkan apa pendapat orang lain. Mereka tahu bahwa mereka melakukan hal yang benar.
Dogma dalam laga bola yang merangkul "good ethics, good business" ada dalam ungkapan, "Kamu akan menjalani hidup dengan mengetahui, bukan dengan memercayai bahwa kamu telah menjadi dirimu yang terbaik".
Kedamaian batin, bukan justru kegaduhan nurani dalam laga Piala Konfederasi yang kali ini diperankan oleh skuad Brasil dan skuad Italia.(*)
"Good Ethics, Good Business"
16 Juni 2009 18:02 WIB
Pewarta: Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009
Tags: