Jakarta (ANTARA News) - Seorang pejabat Israel, akhir pekan lalu, mengakui ada konsensus diantara sejawatnya di Jerusalem bahwa kemenangan Mahmoud Ahmadijenad dalam Pemilu Iran justru menguntungkan posisi (pemerintahan ekstrem kanan) Israel.

"Pandangan ekstrem dan seruannya bagi penghancuran Iran telah memaksa masyarakat internasional untuk menghadang program nuklir Iran," kata pejabat yang tak disebutkan namanya itu seperti dikutip The Australian.

Kemenangan tokoh moderat Mir Hossein Mousavi tak akan menghentikan program nuklir Iran sehinga hanya meninabobokan masyarakat internasional bahwa Iran sudah tidak mengancam lagi.

Ahmadinajad menjadi musuh utama Israel karena berulangkali menyeru penghapusan Israel dari peta dunia dan menyangkal "holocaust" (genosida terhadap etnis Yahudi pada Perang Dunia Kedua).

Dia juga menuduh Israal menghukum Palestina atas apa yang dilakukan Jerman terhadap Yahudi selama Perang Dunia Kedua, dan meminta Eropa memindahkan Israel ke benua itu.

Ironisnya sikap keras Ahmadinejad ini memberi alasan kepada Israel untuk mengajak dunia guna terus menyudutkan dan mengucilkan Iran. Lebih dari itu, terpilihnya Ahmadinejad memberi keuntungan strategis bagi Israel karena kebijakan dan pernyataannya justru menjadi informasi berharga bagi Israel.

"Tak ada seorang pun yang melayani program informasi (intelijen) Israel yang lebih baik darinya (Ahmadinejad)," tulis kolumnis Harian Ma'ariv, Ben Caspi.

Israel percaya yang menjadi penguasa riil di Iran adalah Pemimpin Spiritual Ayatollah Ali Khamenei dan sekelompok ulama senior Iran.

"Dari sudut pandang operasional, tak ada perbedaan siapapun yang menang (di Iran). Tapi dari sudut pandang intelijen, Ahmadinejad adalah hal terbaik yang menguntungkan kita," kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Israel yang mengkhususkan diri mempelajari Iran.

Pernyataan serupa disampaikan kepala meja sunting Iran di Radio Israel, Menashe Amir, yang menyatakan tidak ada perbedaan mendasar antara keempat kandidat dalam Pilpres Iran.

"Perbedaannya adalah pada gaya berbicaranya. Ahmadinejad blak-blakan, sementara yang lain menyembunyikan pemikiran mereka yang sebenarnya lewat kata-kata indah. Setidaknya omongan Ahmadinejad menunjukkan apa yang dipikirkannya. Saya sangat senang dia terpilih kembali," kata Amir.

Alasan lain yang membuat Israel berharap Ahmadinejad menang adalah bahwa kemenangannya akan membuat kaum muda Iran bangkit melawan kaum ulama yang adalah kekuatan nyata dibalik Ahmadinejad.

Gerakan kaum muda Iran ini bahkan dilihat Israel lebih hebat dibandingkan peristiwa tahun 1997 yang mengantarkan ulama reformis Mohammad Khatami naik ke singgasana kekuasaan.

Israel percaya jika Ahmadinejad dipilih lagi, apalagi jika dituduh telah berbuat curang, maka Iran akan bergejolak.

Para pejabat pertahanan Israel mencatat peringatan seorang tokoh sentral di Garda Republik bahwa pasukannya bakal menghadapi "revolusi beludru" dari para pendukung Mousavi yang kekuatannya setara dengan demonstrasi jalanan yang meruntuhkan pemerintahan (komunis) Cekoslovakia pada 1989.

Israel juga khawatir, kemenangan Mousavi akan membuat Washington berdamai dengan Teheran dan mengizinkan Iran membangun reaktor-reaktor nuklir untuk tujuan damai seperti diisyaratkan Presiden Obama dalam pidatonya di Kairo awal bulan ini. Keadaan ini sama sekali tak diinginkan Israel.

Ironisnya, bangsa Israel menghormati Iran. Kedua negara tak berbatasan langsung dan tak pernah terlibat perang, meskipun Republik Islam Iran aktif menyokong Hizbullah dan Palestina.

Israel tahu, Iran adalah negara muslim dengan penduduk Yahudi terbesar di dunia, menjamin orang Yahudi bebas beribadat, bahkan membolehkan wakil Yahudi duduk di Parlemen.

Banyak orang Yahudi pernah tinggal di Iran, diantaranya seorang mantan Kepala Staf Angkatan Udara dan seorang mantan presiden.

Neo konservatif

Sikap sebagian kalangan di Israel itu diekspresikan pula oleh kelompok neokonservatif sayap kanan AS yang menyebut kemenangan Ahmadinejad telah memberi alasan kepada AS untuk terus mengkerasi Iran.

Direktur Middle East Forum Daniel Pipes, pada sebuah pidato di Heritage Foundation, bahkan terang-terangan akan memilih Ahmadinejad jika saja dia menjadi pemilih dalam Pemilu Iran.

Sementara Michael Rubin dari American Enterprise Institute mengaku lebih baik Ahmadinejadlah yang menang karena itu akan membuat diplomasi Obama gagal di Iran.

"Pemerintah Obama berharap tokoh yang lebih lembut dan agak patuh seperti Mousavi menang, karena akan lebih mudah bagi Obama untuk mempercayai Iran benar-benar telah melunak," kata Rubin.

Pemikir neokonservatif lainnya, Martin Peretz menulis di New Republic bahwa dia sudah mengetahui sejak lama bahwa para pemimpin terpilih di Iran sebenarnya tidak akan terlalu berkuasa.


Sumber: The Australian dan The Huffington Post