25 persen COVID-19 di NTB berasal dari transmisi lokal
22 April 2020 18:04 WIB
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), dr Nurhandini Eka Dewi (kiri) bersama Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (Diskominfotik) NTB I Gede Putu Aryadi (kanan). (ANTARA/Nur Imansyah).
Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat mengungkapkan 25 persen penularan virus corona jenis baru (COVID-19) di daerah tersebut saat ini karena terjadinya transmisi lokal.
"Kasus transmisi lokal positif COVID-19 di Provinsi NTB mencapai sekitar 25 persen," ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dr Nurhandini Eka Dewi di Mataram, Rabu.
Ia menjelaskan 25 persen transmisi lokal diperoleh dari kontak langsung tujuh klaster yang ditemukan di NTB atau terjadinya interaksi dengan lingkunganya.
Bahkan, katanya, tiga klaster yakni Gowa, Jakarta, dan Bogor telah erat menularkan langsung kepada keluarga dan koleganya.
"Contoh kasusnya, pada klaster Bogor sudah merambah sebarannya hingga tahap ketiga dan keempat. Mereka inilah yang menyebarkan virusnya ke kolega dan lingkungannya," kata Nurhandini.
Ia menyatakan angka kumulatif kasus transmisi lokal belum bisa diketahui secara detail.
Namun, katanya, jika melihat klaster yang ada dan sudah berkembang di NTB, hal itu perlu menjadi perhatian semua pihak.
Apalagi, kata dokter Eka, sapaan akrabnya itu, Kementerian Kesehatan telah mengumumkan tiga daerah di NTB naik status menjadi waspada transmisi lokal COVID-19, yakni Kota Mataram, Lombok Barat, dan Lombok Timur.
"Maka, fokus kita melokalisir penyebaranya adalah terpusat di tiga wilayah itu sehingga masyarakat juga kita minta selalu waspada," katanya.
Tim Gugus Tugas COVID-19 NTB melaporkan jumlah pasien positif baru COVID-19 hingga Selasa bertambah 15 orang sehingga secara keseluruhan jumlah kasus akibat virus mematikan tersebut menjadi 108 kasus.
Baca juga: Kasus transmisi lokal COVID-19 di Bali 17,33 persen, sebut Gugus Tugas
Adanya tambahan 15 kasus baru terkonfirmasi positif, tidak ada sembuh baru, dan tidak ada kematian baru, sedangkan dari 108 positif COVID-19, tercatat 11 orang sudah sembuh, empat orang meninggal dunia, serta 93 orang masih positif dan dalam keadaan baik.
Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (Diskominfotik) NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan kasus transmisi lokal telah menjadi kewaspadaan Pemprov NTB, menyusul pengumuman Kementerian Kesehatan terkait dengan penetapan tiga daerah di NTB menjadi status transmisi lokal.
"Kewaspadaan tinggi saat ini perlu diterapkan, terutama untuk memastikan isolasi secara mandiri maupun kolektif," ucapnya.
Dia mengatakan kewaspadaan dilakukan menyusul orang-orang yang datang dari luar daerah itu sudah menularkan virus tersebut di NTB.
"Jadi perlu adanya kewaspadaan tinggi, sehingga tidak menyebar lagi. Lebih baik di rumah, ikuti anjuran pemerintah, dan jujurlah ke petugas (kesehatan, red.)," katanya.
Kendati telah ada transmisi lokal, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) belum akan diterapkan di NTB, karena hal tersebut harus melewati kajian eskalasi kasus dan lain-lain.
"Kalau kita lihat di sini, ke arah (PSBB, red.) itu belum. Tapi penanganan dan pengetatan itu sudah dilakukan," katanya.
Di sisi lain, katanya, bagi kabupaten/kota yang merasa perlu menerapkan PSBB dapat mengajukan permohonan sesuai aturan Kementerian Kesehatan. Pengajuan tersebut juga diharapkan memasukkan kajian internal, seperti ketersediaan pangan dan lain-lain.
"Kalau dilakukan (PSBB, red.) itu, konteksnya sudah lain," katanya.
Meski demikian, menurut dia, hal paling utama dilakukan saat ini adalah terus mengedukasi masyarakat agar disiplin menerapkan pembatasan fisik serta jujur ketika menjalani asesmen dari petugas kesehatan.
"Beberapa kasus yang terjadi di NTB karena ketidakjujuran, sehingga menyebar ke yang lain," katanya.
Baca juga: Kemenkes tetapkan Bulungan-Malinau wilayah transmisi lokal di Kaltara
Baca juga: Penyebaran COVID-19 di Makassar melalui trasmisi lokal
Baca juga: Ahli: Daerah harus bisa identifikasi kasus transmisi lokal COVID-19
"Kasus transmisi lokal positif COVID-19 di Provinsi NTB mencapai sekitar 25 persen," ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat dr Nurhandini Eka Dewi di Mataram, Rabu.
Ia menjelaskan 25 persen transmisi lokal diperoleh dari kontak langsung tujuh klaster yang ditemukan di NTB atau terjadinya interaksi dengan lingkunganya.
Bahkan, katanya, tiga klaster yakni Gowa, Jakarta, dan Bogor telah erat menularkan langsung kepada keluarga dan koleganya.
"Contoh kasusnya, pada klaster Bogor sudah merambah sebarannya hingga tahap ketiga dan keempat. Mereka inilah yang menyebarkan virusnya ke kolega dan lingkungannya," kata Nurhandini.
Ia menyatakan angka kumulatif kasus transmisi lokal belum bisa diketahui secara detail.
Namun, katanya, jika melihat klaster yang ada dan sudah berkembang di NTB, hal itu perlu menjadi perhatian semua pihak.
Apalagi, kata dokter Eka, sapaan akrabnya itu, Kementerian Kesehatan telah mengumumkan tiga daerah di NTB naik status menjadi waspada transmisi lokal COVID-19, yakni Kota Mataram, Lombok Barat, dan Lombok Timur.
"Maka, fokus kita melokalisir penyebaranya adalah terpusat di tiga wilayah itu sehingga masyarakat juga kita minta selalu waspada," katanya.
Tim Gugus Tugas COVID-19 NTB melaporkan jumlah pasien positif baru COVID-19 hingga Selasa bertambah 15 orang sehingga secara keseluruhan jumlah kasus akibat virus mematikan tersebut menjadi 108 kasus.
Baca juga: Kasus transmisi lokal COVID-19 di Bali 17,33 persen, sebut Gugus Tugas
Adanya tambahan 15 kasus baru terkonfirmasi positif, tidak ada sembuh baru, dan tidak ada kematian baru, sedangkan dari 108 positif COVID-19, tercatat 11 orang sudah sembuh, empat orang meninggal dunia, serta 93 orang masih positif dan dalam keadaan baik.
Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (Diskominfotik) NTB I Gede Putu Aryadi mengatakan kasus transmisi lokal telah menjadi kewaspadaan Pemprov NTB, menyusul pengumuman Kementerian Kesehatan terkait dengan penetapan tiga daerah di NTB menjadi status transmisi lokal.
"Kewaspadaan tinggi saat ini perlu diterapkan, terutama untuk memastikan isolasi secara mandiri maupun kolektif," ucapnya.
Dia mengatakan kewaspadaan dilakukan menyusul orang-orang yang datang dari luar daerah itu sudah menularkan virus tersebut di NTB.
"Jadi perlu adanya kewaspadaan tinggi, sehingga tidak menyebar lagi. Lebih baik di rumah, ikuti anjuran pemerintah, dan jujurlah ke petugas (kesehatan, red.)," katanya.
Kendati telah ada transmisi lokal, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) belum akan diterapkan di NTB, karena hal tersebut harus melewati kajian eskalasi kasus dan lain-lain.
"Kalau kita lihat di sini, ke arah (PSBB, red.) itu belum. Tapi penanganan dan pengetatan itu sudah dilakukan," katanya.
Di sisi lain, katanya, bagi kabupaten/kota yang merasa perlu menerapkan PSBB dapat mengajukan permohonan sesuai aturan Kementerian Kesehatan. Pengajuan tersebut juga diharapkan memasukkan kajian internal, seperti ketersediaan pangan dan lain-lain.
"Kalau dilakukan (PSBB, red.) itu, konteksnya sudah lain," katanya.
Meski demikian, menurut dia, hal paling utama dilakukan saat ini adalah terus mengedukasi masyarakat agar disiplin menerapkan pembatasan fisik serta jujur ketika menjalani asesmen dari petugas kesehatan.
"Beberapa kasus yang terjadi di NTB karena ketidakjujuran, sehingga menyebar ke yang lain," katanya.
Baca juga: Kemenkes tetapkan Bulungan-Malinau wilayah transmisi lokal di Kaltara
Baca juga: Penyebaran COVID-19 di Makassar melalui trasmisi lokal
Baca juga: Ahli: Daerah harus bisa identifikasi kasus transmisi lokal COVID-19
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020
Tags: