Warga Lebanon unjuk rasa tuntut pemerintah di tengah COVID-19
22 April 2020 15:02 WIB
Personel unit kesehatan Islam memakai alat pelindung diri dan berdiri di sebelah ambulans saat bersiap membantu menangani wabah virus corona (COVID-19), pada tur media diselenggarakan oleh pejabat Hisbullah di pinggiran kota bagian selatan Beirut, Lebanon, Selasa (31/3/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Aziz Taher/hp/djo
Beirut (ANTARA) - Puluhan demonstran pada Selasa (21/4) berkonvoi dari dalam mobil dan memenuhi jalanan di Beirut sebagai sikap protes terhadap pemerintah atas kesulitan dan jerat kemiskinan yang dihadapi masyarakat akibat pandemi COVID-19.
Aksi itu digelar di saat anggota parlemen untuk pertama kalinya bertemu guna memutuskan kebijakan karantina wilayah demi menekan penyebaran penyakit.
Warga berhamburan ke jalanan di wilayah lain di Lebanon. Para demonstran mengibarkan bendera dan mengucapkan "revolusi", dari dalam mobil. Demonstrasi dari dalam mobil merupakan upaya warga menjaga jarak di tengah wabah penyakit.
Para demonstran berkendara dari ibu kota di Beirut menuju gedung teater untuk menemui para anggota dewan. Pertemuan anggota dewan pindah dari gedung parlemen ke gedung teater demi memastikan masing-masing pihak dapat menjaga jarak.
"Orang-orang kehilangan pekerjaan...gaji dipotong. Kami turun ke jalan karena tidak ada yang berubah sejak kami pergi," kata Ali Haidar, seorang demonstran yang mengenakan masker, saat ditemui di Beirut.
Baca juga: Lebanon nyatakan status darurat medis
Baca juga: Demonstran di Lebanon lempar batu dan benda logam ke arah polisi
"Pemerintah memberi kami dua pilihan, antara kami mati kelaparan atau mati karena penyakit...Setidaknya biarkan kami mati dengan menunjukkan sikap," kata dia.
Pandemi dinilai memperparah situasi di Lebanon yang telah terpuruk akibat krisis keuangan beberapa bulan sebelumnya. Warga setempat harus menghadapi jatuhnya nilai simpanan, melemahnya nilai tukar mata uang, kenaikan harga kebutuhan, serta pemecatan kerja.
Sebelum wabah, Bank Dunia sempat memprediksi 40 persen warga Lebanon akan hidup di garis kemiskinan pada akhir 2020. Proyeksi itu dinilai usang oleh menteri ekonomi Lebanon.
Masalah ekonomi di negara itu berakar pada korupsi dan pemborosan anggaran negara bertahun-tahun yang terungkap pada tahun lalu setelah rakyat mengetahui sedikitnya arus modal yang masuk. Di samping itu, krisis juga diperparah dengan aksi massa yang memprotes elite penguasa yang telah mendominasi Lebanon sejak perang saudara 1975-1990.
"Kami semua mewaspadai penyebaran virus dengan tetap berada dalam mobil," kata Nur Bassam, 30, seorang demonstran, saat ditemui di Beirut.
"Keadaan tidak kunjung membaik, kami harus bersuara, khususnya (mewakili) orang-orang di rumah yang tidak dapat bekerja dan menyediakan makanan untuk keluarganya," kata dia.
Sejak pertengahan Maret, warga Lebanon hanya dapat meninggalkan rumah untuk membeli makanan atau obat-obatan. Aturan itu diberlakukan pemerintah demi menekan penyebaran COVID-19 yang telah menginfeksi 677 orang dan menewaskan 21 orang di Lebanon.
Otoritas di Lebanon juga memberlakukan jam malam mulai pukul 20:00 sampai 05:00 waktu setempat. Pasukan keamanan dikerahkan untuk membantu pemerintah menegakkan aturan tersebut.
Di Tripoli, salah satu kota termiskin Lebanon, pengunjuk rasa berkumpul setiap malam pada beberapa hari terakhir menyuarakan sikap frustasi dan masalah kelaparan.
Banyak pihak mengatakan mereka tidak dapat diam di rumah tanpa ada pekerjaan atau dukungan karena krisis ekonomi membuat mereka sulit bertahan.
"Ketika aturan pembatasan diumumkan, kita semua patuh," kata Michel Mahfouz saat unjuk rasa. "Namun, orang-orang di Tripoli yang lapar tidak dapat patuh karena aturan itu hanya khayalan di atas kertas," ujar dia.
Sumber: Reuters
Baca juga: Politisi Lebanon saksikan ekonomi negara mereka ambruk
Baca juga: Aksi protes damai berubah jadi kerusuhan di Lebanon
Aksi itu digelar di saat anggota parlemen untuk pertama kalinya bertemu guna memutuskan kebijakan karantina wilayah demi menekan penyebaran penyakit.
Warga berhamburan ke jalanan di wilayah lain di Lebanon. Para demonstran mengibarkan bendera dan mengucapkan "revolusi", dari dalam mobil. Demonstrasi dari dalam mobil merupakan upaya warga menjaga jarak di tengah wabah penyakit.
Para demonstran berkendara dari ibu kota di Beirut menuju gedung teater untuk menemui para anggota dewan. Pertemuan anggota dewan pindah dari gedung parlemen ke gedung teater demi memastikan masing-masing pihak dapat menjaga jarak.
"Orang-orang kehilangan pekerjaan...gaji dipotong. Kami turun ke jalan karena tidak ada yang berubah sejak kami pergi," kata Ali Haidar, seorang demonstran yang mengenakan masker, saat ditemui di Beirut.
Baca juga: Lebanon nyatakan status darurat medis
Baca juga: Demonstran di Lebanon lempar batu dan benda logam ke arah polisi
"Pemerintah memberi kami dua pilihan, antara kami mati kelaparan atau mati karena penyakit...Setidaknya biarkan kami mati dengan menunjukkan sikap," kata dia.
Pandemi dinilai memperparah situasi di Lebanon yang telah terpuruk akibat krisis keuangan beberapa bulan sebelumnya. Warga setempat harus menghadapi jatuhnya nilai simpanan, melemahnya nilai tukar mata uang, kenaikan harga kebutuhan, serta pemecatan kerja.
Sebelum wabah, Bank Dunia sempat memprediksi 40 persen warga Lebanon akan hidup di garis kemiskinan pada akhir 2020. Proyeksi itu dinilai usang oleh menteri ekonomi Lebanon.
Masalah ekonomi di negara itu berakar pada korupsi dan pemborosan anggaran negara bertahun-tahun yang terungkap pada tahun lalu setelah rakyat mengetahui sedikitnya arus modal yang masuk. Di samping itu, krisis juga diperparah dengan aksi massa yang memprotes elite penguasa yang telah mendominasi Lebanon sejak perang saudara 1975-1990.
"Kami semua mewaspadai penyebaran virus dengan tetap berada dalam mobil," kata Nur Bassam, 30, seorang demonstran, saat ditemui di Beirut.
"Keadaan tidak kunjung membaik, kami harus bersuara, khususnya (mewakili) orang-orang di rumah yang tidak dapat bekerja dan menyediakan makanan untuk keluarganya," kata dia.
Sejak pertengahan Maret, warga Lebanon hanya dapat meninggalkan rumah untuk membeli makanan atau obat-obatan. Aturan itu diberlakukan pemerintah demi menekan penyebaran COVID-19 yang telah menginfeksi 677 orang dan menewaskan 21 orang di Lebanon.
Otoritas di Lebanon juga memberlakukan jam malam mulai pukul 20:00 sampai 05:00 waktu setempat. Pasukan keamanan dikerahkan untuk membantu pemerintah menegakkan aturan tersebut.
Di Tripoli, salah satu kota termiskin Lebanon, pengunjuk rasa berkumpul setiap malam pada beberapa hari terakhir menyuarakan sikap frustasi dan masalah kelaparan.
Banyak pihak mengatakan mereka tidak dapat diam di rumah tanpa ada pekerjaan atau dukungan karena krisis ekonomi membuat mereka sulit bertahan.
"Ketika aturan pembatasan diumumkan, kita semua patuh," kata Michel Mahfouz saat unjuk rasa. "Namun, orang-orang di Tripoli yang lapar tidak dapat patuh karena aturan itu hanya khayalan di atas kertas," ujar dia.
Sumber: Reuters
Baca juga: Politisi Lebanon saksikan ekonomi negara mereka ambruk
Baca juga: Aksi protes damai berubah jadi kerusuhan di Lebanon
Penerjemah: Genta Tenri Mawangi
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2020
Tags: