Wanita berhijab yang akrab disapa Lana ini mengatakan kisah itu berawal ketika dirinya hendak menjemput pasien yang dinyatakan positif terpapar virus mematikan itu yang akan dibawa ke RS Bhayangkara.
Dirinya ketika itu menggunakan alat pelindung diri (APD). Saat itu, dirinya memiliki rasa sedih dan rasa takut dalam hati akan terpapar oleh virus yang telah membunuh ratusan ribu manusia di belahan dunia.
"Kisah saya pertama kali menangani COVID-19 ini ada hal yang lucu ada juga yang sedih. Ketika kami menggunakan APD lengkap itu ada rasa pasrah, ada kesedihan juga, takut kalau kami itu terpapar (COVID-19)," kata wanita kelahiran Ujung Pandang, 8 September 1982 itu, di Kendari, Selasa (21/4).
Wanita berusia 37 tahun dengan tiga anak ini menyampaikan bahwa meskipun demikian dirinya tetap yakin dan percaya bahwa ia mampu mengatasi hal itu karena dirinya menyadari bahwa hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab dirinya sebagai seorang perawat dan garda terdepan dalam penanganan COVID-19.
"Tapi terus terang saya sebagai perawat saya semangat, karena menjemput pasien ini yang lagi stres yang lagi tertekan pikirannya. Mungkin pikirannya sudah mau mati setelah dinyatakan positif ini. Tapi kami tetap memberikan semangat sepanjang jalan kepada pasien," ujarnya.
Alumni D3 Poltekkes Kemenkes Kendari dan S1 Stikes Mandala Waluya Kendari ini juga mengungkapkan meskipun dirinya harus berkontak langsung dengan seorang pasien COVID-19, namun dia menyampaikan bahwa dirinya tidak mengalami kesulitan akan hal tersebut.
"Apabila APD lengkap semua tidak ada yang sulit. Kami lebih percaya diri menggunakan APD lengkap karena virus corona itu ndak akan masuk, kami percaya diri juga karena asupan vitamin bagus, nutrisi bagus semangat juga ada jadi Insya Allah kami tetap semangat," tegasnya.
Cita-cita sejak kecil
Lana juga mengungkapkan bahwa menjadi seorang perawat merupakan cita-cita dirinya sejak ia kecil, sehingga apapun yang terjadi ia akan selalu siap menjalankan tugas dan kewajibannya.
"Yang membuat semangat karena kami perawat mau lari kemana pun ya tetap kami perawat dan bahkan cita-cita saya sejak kecil untuk menjadi perawat. Bahkan sekarang pun kalau diminta untuk melayani pasien COVID-19 kami siap selalu," ujarnya.
Selain merupakan cita-cita sejak kecil, Lana rupanya memiliki seorang suami yang juga berprofesi sebagai seorang perawat yang bertugas di Dinas Kesehatan Sultra, sehingga dirinya selalu mendapat dukungan dari suaminya.
"Mungkin karena suami saya perawat juga jadi dia sudah mengerti bagaimana perawat itu. Dulu kami di pelayanan jadi untuk membagi waktu antara keluarga dan pelayanan itu sudah menjadi hal biasa. Anak suami tetap kami ingat tapi latar belakang kami perawat, jadi kami tetap harus melaksanakan tugas apapun yang terjadi kami siap. Kami minta perlindungan dari Allah subhanahu wa ta'ala," jelasnya.
Dijauhi Kerabat
Sementara itu, salah seorang perawat lainnya, Hj Syamsiah selaku Ketua Komite Keperawatan dan sebagai Kordinator Perawat COVID-19 RS Bhayangkara TK III Kendari mengatakan dalam merawat pasien COVID-19 banyak memiliki kisah duka salah satunya dijauhi oleh kerabat dekatnya.
"Lebih banyak dukanya sih karena kami dijauhi oleh teman-teman. Sebenarnya mereka tidak perlu menjauh karena kami melayani pasien dan dalam merawat (pasien COVID-19), yaitu menggunakan APD lengkap Insya Allah meminimal penularan virus Corona ini," kata ibu tiga anak tersebut.
Ibu dengan tiga anak yang lahir di Ujung Pandang, 18 Oktober 1978 ini menyampaikan bahwa virus corona dapat dicegah penularannya dengan cara tidak berjabat tangan, menjaga jarak dengan seseorang, mengkonsumsi makan seimbang dan tetap berada di rumah jika tidak tidak ada kepentingan di luar.
"Tapi untuk kita sebagai perawat kita tidak boleh di rumah saja karena tuntutan kita sebagai perawat kami punya pasien yang harus dirawat," tuturnya.
Sehingga ia menyampaikan bahwa dalam menghadapi ketika dirinya dikucilkan oleh tetangga atau kerabat yakni dengan cara memberikan edukasi atau penjelasan bahwa virus corona itu tidak menular melalui berhadapan langsung, tetapi menular melalui droplet atau percikan air liur.
"Mungkin dari keluarga ada rasa was-was karena kami ibu-ibu pasti punya anak takutnya nanti penularannya ke anak atau ke suami. Tapi dengan cara memberikan edukasi dengan meminimalkan penularan dengan cara ndak usah berjabat tangan, kami juga perawat biasanya dalam sehari mandinya itu cuma dua kali tapi kami sebagai perawat COVID-19 datang itu mandi setelah merawat pasien mandi, terus pulang ke rumah lagi kami mandi, Insya Allah meminimal penularan COVID-19," jelasnya.
Saling motivasi
Syamsiah juga menyampaikan dalam menangani pasien biasa dan pasien COVID-19 berbeda, dimana pasien biasa dapat dijenguk oleh keluarganya, sementara pasien COVID-19 benar-benar diisolasi sehingga yang bisa mendekati adalah hanya seorang perawat di RS tersebut.
"Dukanya merawat pasien itu ada pembatasan yang biasanya kalau pasien sakit dibesuk sama keluarga tapi kalau untuk masalah pasien COVID-19 sendiri itu diisolasi total jadi ada batasan untuk keluarga yang menjenguk," ungkapnya.
Ia menyampaikan dalam menjalankan tugasnya dirinya tetap semangat karena mendapat dukungan dari suaminya. Selain itu, dia mengatakan selama dirinya merawat pasien virus corona terdapat sebuah kenangan yang sampai saat ini susah atau tidak bisa dilupakan oleh dirinya yakni adanya kedekatan antara pasien dan perawat.
"Hubungan kami dengan pasien lebih erat saling memberikan dukungan dimana pasien COVID-19 sendiri itu tidak dibesuk oleh keluarga sepenuhnya dirawat oleh perawat itu sendiri," ujarnya.
Dia juga menegaskan bahwa secara pribadi dirinya tidak memiliki keraguan atau pun ketakutan ketika merawat atau menangani pasien yang terpapar oleh virus Corona karena dirinya membekali diri dengan memperbanyak pengetahuan tentang cara pencegahan penularan dari virus mematikan itu.
"Awalnya sih kami agak was-was tapi kami gali lebih dalam tentang COVID-19 itu dengan menggunakan APD lengkap sekarang tidak lagi," pungkasnya.
Baca juga: Guru pelosok Garut gelorakan semangat Kartini di tengah COVID-19
Baca juga: Institut Sarinah: Keuletan "Kartini" jadi modal sosial atasi corona