Psikolog: Jauh sebelum wabah COVID-19, perempuan sudah jadi relawan
21 April 2020 14:59 WIB
Psikolog yang juga Direktur Minauli Consulting Medan, Sumut Dra Irna Minauli M.Si (FOTO ANTARA/HO-dok pribadi)
Medan (ANTARA) - Psikolog yang juga Direktur Minauli Consulting Medan, Sumatera Utara Dra Irna Minauli, M.Si mengatakan bahwa kaum perempuan terjun sebagai sukarelawan bukan hanya saat ini di mana terjadi wabah virus corona jenis baru (COVID-19), namun sudah sejak dari dahulu terlibat, yakni ketika masa perjuangan merebut Kemerdekaan RI.
"Hal ini sudah merupakan panggilan dan tanggung jawab sosial bagi kaum perempuan.Dan sangat baik bagi kondisi psikologis perempuan yang pada dasarnya memang suka merawat (nurturing)," katanya di Medan, Selasa, ketika diminta komentarnya dalam rangka memperingati Hari Kartini 21 April 2020 yang bertepatan pula dengan kondisi pandemi COVID-19.
Ia mengatakan, melalui kegiatan kemanusiaan dan sosial yang dilakukan seorang perawat atau sukarelawan perempuan yang ikut merawat pasien COVID-19 itu, mereka bisa menyalurkannya, serta memperoleh kebahagiaan karena merasa dirinya berharga.
Menurut dia sikap altruis yaitu membantu orang lain tanpa pamrih sering menjadi bentuk kebahagiaan paripurna pada seseorang. Kondisi bahagia inilah yang membuat kesehatan mental dan fisik mereka menjadi lebih baik.
"Sikap 'selfless', tidak mementingkan diri sendiri menjadikan mereka merasa lebih bermakna sehingga tercapai 'meaningful of life', kehidupan yang berharga bagi orang lain," kata Dosen Fakultas Psikologi Universitas Medan Area (UMA) itu.
Ia menyebutkan dalam kehidupan sehari-hari, perempuan juga selain memiliki daya tahan yang lebih besar terhadap tekanan, mereka juga umumnya memiliki kreativitas dan resilensi yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Kreativitas ini, kata dia, sangat diperlukan oleh para perempuan karena mereka harus mampu menyelesaikan banyak masalah kehidupan dengan sumber daya yang sering sangat terbatas.Mereka harus bisa menyiasati bagaimana bisa bangkit dari keterpurukan ini.
"Inilah yang disebut dengan kemampuan resiliensi atau disebut daya lenting," katanya.
Ia menjelaskan, ketika dihadapkan pada kesulitan ekonomi akibat bencana COVID-19 seperti saat ini, dengan daya juangnya yang besar dan keinginan untuk merawat keluarganya, maka banyak kaum perempuan yang juga berjibaku untuk bisa "survive".
"Nurturing atau keinginan merawat keluarganya ini juga menjadi salah satu kekuatan kaum perempuan," demikian Irna Minauli.
Baca juga: Erlina Burhan: Nakes perempuan punya peran ganda
Baca juga: Suka duka Ika, relawan perempuan satu-satunya yang jadi supir ambulans
Baca juga: KPPPA fokuskan anggaran untuk tangani COVID-19 pada perempuan-anak
Baca juga: Erlina Burhan: Perempuan harus bisa berperan dalam pandemi COVID-19
"Hal ini sudah merupakan panggilan dan tanggung jawab sosial bagi kaum perempuan.Dan sangat baik bagi kondisi psikologis perempuan yang pada dasarnya memang suka merawat (nurturing)," katanya di Medan, Selasa, ketika diminta komentarnya dalam rangka memperingati Hari Kartini 21 April 2020 yang bertepatan pula dengan kondisi pandemi COVID-19.
Ia mengatakan, melalui kegiatan kemanusiaan dan sosial yang dilakukan seorang perawat atau sukarelawan perempuan yang ikut merawat pasien COVID-19 itu, mereka bisa menyalurkannya, serta memperoleh kebahagiaan karena merasa dirinya berharga.
Menurut dia sikap altruis yaitu membantu orang lain tanpa pamrih sering menjadi bentuk kebahagiaan paripurna pada seseorang. Kondisi bahagia inilah yang membuat kesehatan mental dan fisik mereka menjadi lebih baik.
"Sikap 'selfless', tidak mementingkan diri sendiri menjadikan mereka merasa lebih bermakna sehingga tercapai 'meaningful of life', kehidupan yang berharga bagi orang lain," kata Dosen Fakultas Psikologi Universitas Medan Area (UMA) itu.
Ia menyebutkan dalam kehidupan sehari-hari, perempuan juga selain memiliki daya tahan yang lebih besar terhadap tekanan, mereka juga umumnya memiliki kreativitas dan resilensi yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Kreativitas ini, kata dia, sangat diperlukan oleh para perempuan karena mereka harus mampu menyelesaikan banyak masalah kehidupan dengan sumber daya yang sering sangat terbatas.Mereka harus bisa menyiasati bagaimana bisa bangkit dari keterpurukan ini.
"Inilah yang disebut dengan kemampuan resiliensi atau disebut daya lenting," katanya.
Ia menjelaskan, ketika dihadapkan pada kesulitan ekonomi akibat bencana COVID-19 seperti saat ini, dengan daya juangnya yang besar dan keinginan untuk merawat keluarganya, maka banyak kaum perempuan yang juga berjibaku untuk bisa "survive".
"Nurturing atau keinginan merawat keluarganya ini juga menjadi salah satu kekuatan kaum perempuan," demikian Irna Minauli.
Baca juga: Erlina Burhan: Nakes perempuan punya peran ganda
Baca juga: Suka duka Ika, relawan perempuan satu-satunya yang jadi supir ambulans
Baca juga: KPPPA fokuskan anggaran untuk tangani COVID-19 pada perempuan-anak
Baca juga: Erlina Burhan: Perempuan harus bisa berperan dalam pandemi COVID-19
Pewarta: Munawar Mandailing
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020
Tags: