Jakarta (ANTARA News) - Provinsi Aceh kehilangan sekitar 24 ribu hektare hutan per tahun dari total kawasan hutan seluas 3,3 juta hektare akibat penebangan liar, kata juru bicara Yayasan Leuser Internasional (YLI), Chik Rini.

"Meski berbagai upaya dilakukan dalam penyelamatan, namun aksi perambahan kawasan hutan hingga kini belum teratasi," katanya saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

YLI juga mencatat sekitar 200 ribu hektare atau 10 persen dari total 2,6 juta hektare hutan yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) punah. KEL itu terdiri dari 13 kabupaten di provinsi ujung paling barat Indonesia tersebut.

"Itu data yang direkam satelit sejak tahu 1990 hingga saat ini. Hilangnya kawasan hutan itu juga akibat perambahan yang tidak terkendali," kata dia menambahkan.

Selain KEL, di Aceh yang berpenduduk sekitar 4,3 juta jiwa itu juga terdapat kawasan hutan konservasi Ulu Masen yang terbentang di lima kabupaten.

Chik Rini, menjelaskan YLI yang bekerja sama dengan Pusat Kebudayaan Kerajaan Belanda, Erasmus Huis di Jakarta, menyelenggarakan kampanye penyelamatan ekosistem KEL selama dua hari terhitung 5 hingga 6 Juni 2009.

"Kampanye itu sendiri sebagai salah satu upaya memberikan informasi kepada publik tentang kondisi hutan Aceh saat ini," kata dia menambahkan.

Disebutkan, masih terjadinya aksi perambahan kayu itu karena Aceh sedang membangun pascakonflik dan bencana tsunami.

"Artinya, masa rekonstruksi pascakonflik dan tsunami itu membutuhkan cukup banyak kayu, sehingga berimbas pada kerusakan kawasan hutan.Investasi bidang perkebunan dan pertambangan juga bisa mengancam kelestarian lingkungan," kata Chik Rini.

YLI, jelas dia, sedang menggagas dewan bersama dengan pelibatan pemerintah, lembaga terkait dan masyarakat sebagai upaya penyelamatan kawasan hutan di Aceh.

"Dewan bersama itu juga akan membentuk dan menciptakan institusi hutan Aceh yang ideal," jelas Chik Rini. (*)