Lima (ANTARA) - Peru melaporkan lebih dari 15.000 kasus COVID-19 pada Minggu, jumlah tertinggi kedua di Amerika Latin, saat penyakit pernapasan itu terus menghancurkan ekonomi negara produsen tembaga kedua terbesar di dunia.

Krisis tersebut melumpuhkan Peru dan menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaan.

Peru mencatatkan kasus pertama COVID-19 pada 6 Maret dan selama 25 hari ke depan melaporkan 1.000 kasus.

Kemudian, hanya dalam 14 hari lagi, negara itu mencatat 10.000 kasus pada 14 April, menurut penghitungan Reuters.

Peru melaporkan jumlah akumulasi 15.628 kasus dengan 400 kematian, menurut Kementerian Kesehatan.

Di Amerika Latin, hanya Brazil yang memiliki lebih banyak kasus.

Pada 15 Maret saat tercatat 71 kasus virus corona, Peru mengumumkan akan menutup perbatasan dan meminta warga untuk menjalani karantina selama 15 hari. Karantina wilayah pun diperpanjang hingga 26 April.

Pemerintah Peru mengumumkan paket stimulus ekonomi besar-besaran senilai 26,41 miliar dolar AS atau sekitar 12 persen dari produk domestik bruto, untuk mendukung warga dan sektor utama tambang.

Sumber: Reuters

Baca juga: Peru temukan 2.265 kasus baru COVID-19 dalam sehari

Baca juga: Dua perempuan hamil dengan COVID-19 lahirkan bayi sehat

Baca juga: Rentan COVID-19, eks presiden Peru dibebaskan hakim dengan jaminan


Presiden: masyarakat perlu tahu 207 negara hadapi COVID-19