Jakarta (ANTARA News) - Koordinator Divisi Pusat Data dan Analisis Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas menyampaikan usulan kepada Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) untuk mengembalikan kelebihan ongkos penerbangan haji tahun 2008 yang masih ditahan Departemen Agama.

"Biaya penyelenggaraan haji tahun 2008 dihitung berdasarkan harga minyak yang saat itu berada pada level tertinggi yaitu 140 dolar AS per barel, jadi biaya penerbangan juga ikut naik," kata Koordinator Divisi Pusat Data dan Analisis Indonesia Corruption Watch (ICW), Firdaus Ilyas usai rapat di Kantor Wantimpres, Jakarta, Kamis.

Akan tetapi pada saat ibadah haji dilaksanakan, kata dia harga minyak mencapai titik terendah yaitu 40 dolar AS per barel, jadi masih ada kelebihan dana yang harus dikembalikan kepada jemaah haji.

Berdasarkan perhitungan ICW beserta Forum Reformasi Haji, terdapat selisih dana yang harus dikembalikan akibat penurunan harga minyak dunia tersebut, yaitu sebesar Rp1,278 triliun atau rata-rata Rp6,6 juta tiap jemaah.

Firdaus menambahkan, ICW telah melakukan simulasi penghitungan biaya biaya penerbangan yang dipengaruhi penurunan harga minyak dunia pada tingkat terendah itu.

Pada rata-rata harga minyak dunia 70 dolar AS, ia menjelaskan biaya penerbangan berada pada 1,444 dolar AS, lalu saat harga minyak dunia 100 dolar AS seharusnya biaya penerbangan sebesar 2,062 dolar AS.

Dengan demikian, kata Firdaus dalam penghitungan ICW dan Forum Reformasi Haji, BPIH tahun 2009 semestinya lebih rendah dari pada tahun 2008.

"Rata-rata penurunan pada tahun 2009 sebesar 17,18 persen atau sebesar 584 dolar AS atau sekitar Rp5,8 juta," kata Firdaus.

IWC bersama Forum Reformasi Haji meminta agar Watimpres segera menyampaikan usulan ini kepada presiden selaku pembuat kebijakan untuk mendesak Depag mengembalikan kelebihan uang tersebut.

Forum Reformasi Haji yang terdiri dari beberapa lembaga seperti Advokasi Konsumen Muslim Indonesia, Rabithah Haji Indonesia menyayangkan pelaksanaan penyelenggaraan haji oleh Depag terlalu tertutup dan kurang akuntabel.

"Akibatnya, pelayanan terhadap jemaah haji terus memburuk dan potensi korupsi semakin meningkat," kata Firdaus menegaskan.

Ia menambahkan, pelaksana ibadah haji harus memperhatikan lagi ketenmtuan yang berlaku yaitu berdasar UU nomor 13 tahun 2008 yang menyatakan bahwa ibadah haji diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba.

Menurut dia, presiden perlu melakukan reformasi penyelenggaraan ibadah haji, yang saat ini masih dimonopoli oleh Depag.

ICW juga berharap, agar dalam pemerintahan baru lima tahun mendatang presiden yang terpilih mampu memperhatikan kepentingan rakyat terutama calon jamaah haji yang akan melaksanakan rukun Islam tersebut.(*)