Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai istilah neoliberalisme atau neolib lebih sering digunakan untuk menuduh seseorang yang dianggap berbeda pandangan dengan pihak lain.

Ia mencontohkan ketika dalam sebuah dialog di televisi mencoba memberikan usulan agar jabatan tiga menteri koordinator (menko) di pemerintahan dihapus, seseorang menuduhnya sebagai prilaku neolib hanya karena tidak setuju dengan usulan itu.

Menurut dia, teori neolib lebih pada penamaan terhadap sebuah pola pikir yang dianggap ekstrem dan ini sama halnya dengan komunisme yang dianggapnya lawan dari neoliberalisme karena sama-sama ekstrem.

"Jadi, lawan neolib itu komunisme, bukan ekonomi rakyat," kata Faisal Basri setelah press meeting berthema "RUU Rahasia Negara Dalam Perspektif Ekonomi" di gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis.

Faisal menjelaskan, dalam neolib, pasar bebas mengatur seluruh perekonomian dengan hak milik dan acuan kemakmuran berada pada pribadi-pribadi, sementara sama sekali tidak berhak ikut campur.

Kebalikan neolib adala semua potensi ekonomi diatur dan menjadi hak milik negara atau komunisme yang disebut Faisal berbeda dari ekonomi kerakyatan.

Sebenarnya, teori neolib dan komunisme itu sendiri tidak ada meski sering digembar-gemborkan selama ini.

Ia juga tidak mengetahui secara pasti arti istilah neolib yang selama ini diperdengarkan. "Tanya (saja artinya) sama mereka," tambahnya tanpa menyebut siapa yang ia maksudkan mereka. (*)