Pemerintah bebaskan bea masuk dan pajak impor barang untuk COVID-19
19 April 2020 12:18 WIB
Seorang pengunjung mengambil gambar tanda pemberitahuan penghentian pelayanan pajak langsung sebagai antisipasi penyebaran COVID-19 di depan pintu masuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Dumai di Dumai, Riau, Senin (16/3/2020). ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid /foc.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah membebaskan bea masuk dan pajak impor barang untuk kebutuhan penanganan COVID-19 kepada semua pihak baik pemerintah pusat, daerah, orang-perseorangan, badan hukum, dan non-badan hukum.
"Dengan fasilitas kepabeanan dan perpajakan ini sangat membantu dalam penyediaan barang untuk kebutuhan di dalam negeri," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu.
Kemudahan itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi COVID-19.
Peraturan baru itu lahir sesuai Pasal 9 dan Pasal 10 Perppu 1 tahun 2020 yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menyediakan fasilitas kepabeanan atas impor barang yang diperlukan dalam penanganan pandemi penyakit dari virus SARS-CoV-2 itu.
Peraturan yang diterbitkan 17 April 2020 itu merupakan perluasan dari peraturan sebelumnya untuk pemberian fasilitas fiskal berdasarkan PMK 70 tahun 2012 dan PMK 171 tahun 2019.
Namun, lanjut dia, kedua skema tersebut masih belum mampu menyelesaikan permasalahan di lapangan.
Dengan peraturan terbaru ini, impor barang untuk penanganan COVID-19 seperti impor barang oleh swasta yang dipergunakan sendiri atau impor barang melalui perorangan (barang kiriman) maupun barang bawaan penumpang, kini difasilitasi.
Fasilitas yang diberikan yaitu pembebasan bea masuk dan atau cukai, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Selain itu, pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 terhadap impor barang untuk keperluan penanganan COVID-19 baik untuk komersial maupun non komersial.
Heru menambahkan dalam PMK terbaru ini ada 73 jenis barang yang diberikan kemudahan dalam fasilitas kepabeanan dan perpajakan itu.
Adapun barang impor yang diberikan fasilitas yaitu barang kiriman asal luar negeri, barang melalui pusat logistik berikat (PLB), atau barang pengeluaran dari kawasan berikat/gudang berikat.
Kemudian, kawasan bebas atau kawasan ekonomi khusus, dan perusahaan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Untuk mendapatkan kemudahan itu, pengajuan dilakukan secara elektronik melalui portal Indonesia National Single Window (INSW) maupun diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Bea Cukai tempat pemasukan barang.
Pengajuan itu dikecualikan untuk impor barang kiriman dan barang bawaan penumpang yang nilainya tidak melebihi biaya barang hanya sampai di atas kapal atau tidak termasuk ongkos kapal (free on board/FOB) 500 dolar AS, sehingga tidak perlu mengajukan permohonan.
Permohonan, kata dia, cukup diselesaikan dengan dokumen pengiriman barang atau Consignment Note (CN) untuk barang kiriman atau Customs Declaration untuk barang bawaan penumpang dari luar negeri.
Meski begitu, untuk barang kiriman, fasilitas diberikan setelah Penyelenggara Pos atau penerima barang menyampaikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam dokumen CN.
Sedangkan jika nilai barang kiriman atau nilai barang bawaan penumpang melebihi FOB 500 dolar AS, fasilitas pembebasan tetap dapat diberikan sepanjang telah mengajukan permohonan dan disetujui oleh Menteri Keuangan melalui Kepala Kantor Bea Cukai.
Dokumen impor yang digunakan untuk barang kiriman atau barang bawaan penumpang yang melebihi FOB 500 dolar AS, kata dia, menggunakan Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK).
Jika jenis barang impor yang diberikan fasilitas tersebut terkena ketentuan tata niaga impor, Heru melanjutkan maka untuk kemudahan cukup melampirkan surat rekomendasi pengecualian tata niaga impor dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada saat impor atau pengeluaran barang.
Namun jika barang yang diimpor tidak melebihi jumlah yang ditetapkan tata niaganya oleh kementerian atau lembaga terkait dan atau BNPB, maka tidak perlu melampirkan surat rekomendasi pengecualian tata niaga impor dari BNPB.
Heru menjelaskan jangka waktu fasilitas ini berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya masa penanganan pandemi COVID-19 yang ditetapkan oleh BNPB.
Baca juga: Bea Cukai permudah impor alat kesehatan, tak perlu lagi izin edar
Baca juga: DJBC: Pengajuan barang impor rekomendasi BNPB dilakukan secara online
Baca juga: DJBC terapkan SOP baru impor barang untuk penanggulangan COVID-19
"Dengan fasilitas kepabeanan dan perpajakan ini sangat membantu dalam penyediaan barang untuk kebutuhan di dalam negeri," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu.
Kemudahan itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 34/PMK.04/2020 tentang Pemberian Fasilitas Kepabeanan dan atau Cukai serta Perpajakan atas Impor Barang untuk Keperluan Penanganan Pandemi COVID-19.
Peraturan baru itu lahir sesuai Pasal 9 dan Pasal 10 Perppu 1 tahun 2020 yang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menyediakan fasilitas kepabeanan atas impor barang yang diperlukan dalam penanganan pandemi penyakit dari virus SARS-CoV-2 itu.
Peraturan yang diterbitkan 17 April 2020 itu merupakan perluasan dari peraturan sebelumnya untuk pemberian fasilitas fiskal berdasarkan PMK 70 tahun 2012 dan PMK 171 tahun 2019.
Namun, lanjut dia, kedua skema tersebut masih belum mampu menyelesaikan permasalahan di lapangan.
Dengan peraturan terbaru ini, impor barang untuk penanganan COVID-19 seperti impor barang oleh swasta yang dipergunakan sendiri atau impor barang melalui perorangan (barang kiriman) maupun barang bawaan penumpang, kini difasilitasi.
Fasilitas yang diberikan yaitu pembebasan bea masuk dan atau cukai, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Selain itu, pembebasan dari pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 terhadap impor barang untuk keperluan penanganan COVID-19 baik untuk komersial maupun non komersial.
Heru menambahkan dalam PMK terbaru ini ada 73 jenis barang yang diberikan kemudahan dalam fasilitas kepabeanan dan perpajakan itu.
Adapun barang impor yang diberikan fasilitas yaitu barang kiriman asal luar negeri, barang melalui pusat logistik berikat (PLB), atau barang pengeluaran dari kawasan berikat/gudang berikat.
Kemudian, kawasan bebas atau kawasan ekonomi khusus, dan perusahaan penerima fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE).
Untuk mendapatkan kemudahan itu, pengajuan dilakukan secara elektronik melalui portal Indonesia National Single Window (INSW) maupun diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Bea Cukai tempat pemasukan barang.
Pengajuan itu dikecualikan untuk impor barang kiriman dan barang bawaan penumpang yang nilainya tidak melebihi biaya barang hanya sampai di atas kapal atau tidak termasuk ongkos kapal (free on board/FOB) 500 dolar AS, sehingga tidak perlu mengajukan permohonan.
Permohonan, kata dia, cukup diselesaikan dengan dokumen pengiriman barang atau Consignment Note (CN) untuk barang kiriman atau Customs Declaration untuk barang bawaan penumpang dari luar negeri.
Meski begitu, untuk barang kiriman, fasilitas diberikan setelah Penyelenggara Pos atau penerima barang menyampaikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam dokumen CN.
Sedangkan jika nilai barang kiriman atau nilai barang bawaan penumpang melebihi FOB 500 dolar AS, fasilitas pembebasan tetap dapat diberikan sepanjang telah mengajukan permohonan dan disetujui oleh Menteri Keuangan melalui Kepala Kantor Bea Cukai.
Dokumen impor yang digunakan untuk barang kiriman atau barang bawaan penumpang yang melebihi FOB 500 dolar AS, kata dia, menggunakan Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK).
Jika jenis barang impor yang diberikan fasilitas tersebut terkena ketentuan tata niaga impor, Heru melanjutkan maka untuk kemudahan cukup melampirkan surat rekomendasi pengecualian tata niaga impor dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada saat impor atau pengeluaran barang.
Namun jika barang yang diimpor tidak melebihi jumlah yang ditetapkan tata niaganya oleh kementerian atau lembaga terkait dan atau BNPB, maka tidak perlu melampirkan surat rekomendasi pengecualian tata niaga impor dari BNPB.
Heru menjelaskan jangka waktu fasilitas ini berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya masa penanganan pandemi COVID-19 yang ditetapkan oleh BNPB.
Baca juga: Bea Cukai permudah impor alat kesehatan, tak perlu lagi izin edar
Baca juga: DJBC: Pengajuan barang impor rekomendasi BNPB dilakukan secara online
Baca juga: DJBC terapkan SOP baru impor barang untuk penanggulangan COVID-19
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020
Tags: