Gunung Gede Pangrango terlihat, Walhi: Yang normal kelihatan begitu
18 April 2020 15:57 WIB
Gunung Gede dan Pangrango yang berada di tiga kabupaten yakni Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Cianjur merupakan salah satu gunung yang menjadi primadona bagi pendaki maupun pecinta alam. (Antara/Aditya Rohman)
Jakarta (ANTARA) - Kehebohan warganet soal foto-foto di media sosial yang menunjukkan keindahan jajaran Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak yang terlihat jelas dari Jakarta di masa pandemi COVID-19 membuat Direktur Eksekutif Walhi Nasional Nur Hidayati angkat bicara.
“Sebenarnya kalau cerah biasa kelihatan Gunung Salak dan Gunung Gede, cuma sehari-hari karena udara Jakarta yang kotor dan berpolusi ya yang biasa itu jadi fenomenal. Padahal yang normal itu ya yang kelihatan begitu,” kata Nur Hidayati yang akrab disapa Yaya di Jakarta, Sabtu.
Yaya mengatakan jika masyarakat menganggap terlihatnya Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak secara jelas setelah pelaksanaan jaga jarak fisik (physical distancing) untuk memutus penularan penyakit COVID-19 dilaksanakan sebagai fenomena, berarti apa yang selama ini dialami seharusnya disadari adalah hal yang tidak benar.
Baca juga: Walhi ingatkan masyarakat masukkan limbah masker sampah berbahaya
“Apa musti pandemi dulu?” kata Yaya.
Buruknya kualitas udara Jakarta dan sekitarnya, menurut dia, disebabkan beberapa faktor. Pertama, asap dari transportasi. Kedua, asap pabrik ikut berkontribusi. Ketiga, pembangkit listrik bertenaga batu bara juga berkontribusi.
“Itu kalau semuanya berkumpul polutannya akan sebabkan udara Jakarta butek, keruh, jarak pandang terbatas,” kata Yaya.
Hujan yang terjadi beberapa hari terakhir di masa penerapan jaga jarak fisik, work from home (WFH) hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga membuat masalah partikulat larut terbawa air hujan.
Lalu arah angin yang juga bisa mengusir masalah partikulat tadi keluar dari Jakarta juga berkontribusi membuat udara menjadi lebih bersih, ujar Yaya.
Baca juga: Pemerintah Aceh diingatkan Walhi bersiap hadapi kondisi darurat
“Sebenarnya kalau cerah biasa kelihatan Gunung Salak dan Gunung Gede, cuma sehari-hari karena udara Jakarta yang kotor dan berpolusi ya yang biasa itu jadi fenomenal. Padahal yang normal itu ya yang kelihatan begitu,” kata Nur Hidayati yang akrab disapa Yaya di Jakarta, Sabtu.
Yaya mengatakan jika masyarakat menganggap terlihatnya Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak secara jelas setelah pelaksanaan jaga jarak fisik (physical distancing) untuk memutus penularan penyakit COVID-19 dilaksanakan sebagai fenomena, berarti apa yang selama ini dialami seharusnya disadari adalah hal yang tidak benar.
Baca juga: Walhi ingatkan masyarakat masukkan limbah masker sampah berbahaya
“Apa musti pandemi dulu?” kata Yaya.
Buruknya kualitas udara Jakarta dan sekitarnya, menurut dia, disebabkan beberapa faktor. Pertama, asap dari transportasi. Kedua, asap pabrik ikut berkontribusi. Ketiga, pembangkit listrik bertenaga batu bara juga berkontribusi.
“Itu kalau semuanya berkumpul polutannya akan sebabkan udara Jakarta butek, keruh, jarak pandang terbatas,” kata Yaya.
Hujan yang terjadi beberapa hari terakhir di masa penerapan jaga jarak fisik, work from home (WFH) hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga membuat masalah partikulat larut terbawa air hujan.
Lalu arah angin yang juga bisa mengusir masalah partikulat tadi keluar dari Jakarta juga berkontribusi membuat udara menjadi lebih bersih, ujar Yaya.
Baca juga: Pemerintah Aceh diingatkan Walhi bersiap hadapi kondisi darurat
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2020
Tags: